Saturday, 31 May 2014

[MM] Home Sweet Home

cast:
Cho Kyuhyun ~ Shin Jiwon
~~@~~

Jiwon tengah duduk di sofa ruang TV sembari memperhatikan Hyuno dan Aleyna yang sedang bermain. Sesekali senyuman tersungging dibibirnya melihat kedua krucilnya saling berkomunikasi dengan mainannya. Celotehan-celotehan yang keluar dari bibir mungil keduanya ibarat penenang untuk jiwanya.
Matanya kembali tertuju pada sebuah buku tebal yang kini ada di pangkuannya. Menelusuri setiap bagian gambar yang tersaji disana. Aneka desain rumah minimalis modern dengan berbagai unsur material yang begitu menarik matanya.
“Appa pulang!”

Suara yang sudah begitu familiar, membuatnya mengalihkan perhatian. Melirik dua krucil yang juga tengah menajamkan pendengarannya.
“Daddy,”
“Appa,” gumam keduanya dengan mata yang berbinar. Lalu berlari saling mendahului menuju pintu.
“Yaa! pelan-pelan!” teriak Jiwon seraya ikut beranjak dari duduknya.
Wanita itu meraih tas milik suaminya saat kedua krucil itu berhambur ke gendongan pria berkacamata. “Ught! Berat sekali!” dengusan itu membuat kedua krucil yang terangkat oleh tangan kekar itu terkekeh senang.
“Daddy, mengapa lama sekali?” Aleyna yang berada di gendongan sebelah kiri mulai protes dengan bibirnya yang sengaja dikerucutkan. Sementara Hyuno yang berada di gendongan sebelah kanan hanya tersenyum tipis memandangi wajah pria yang menggendongnya sembari tangannya terus melingkar di leher Ayahnya. Sesekali mengecup wajah lelah itu. Meskipun kembar bocah berumur tiga tahun itu punya cara yang berbeda untuk mengungkapkan kerinduannya.
“Sepertinya, Daddy pergi hanya dua hari.  Apa itu terasa lama, eung?” gumamnya sengaja menyentuhkan dahinya manja di dahi Aleyna.  Langkahnya terhenti di ruang tengah. “Aisshh! Berantakan sekali.” Kedua alisnya bertaut menatap kedua bocah digendongannya.
Membuat mereka teringat akan kegiatan sebelum pria itu datang. Seolah mengerti satu sama lain, Hyuno dan Aleyna meronta dari gendongan Kyuhyun. Tak lama, kedua bocah itu kembali larut pada mainan-mainan yang masih terserak di lantai begitu turun dari gendongan Ayahnya.
Kyuhyun duduk di sofa ruang TV tak jauh dari tempat kedua buah hatinya bermain. Sebelah tangannya sibuk mengendurkan ikatan dasinya saat tangan lainnya tanpa sengaja menyentuh buku yang tergeletak begitu saja disampingnya. Matanya menyipit melihat judul buku itu. “25 Desaign Minimalis Modern Houses”
Hatinya tergerak untuk meraih buku itu, namun tiba-tiba sebuah tangan tengah mengulurkan cangkir ke arahnya. Ia kembali mendongakkan kepalanya.  “Terima kasih, Sayang.” ujarnya pelan.
Jiwon duduk disampingnya, mengambil buku yang tadi tergeletak disana. “Lelah, Dokter Cho?” suara lembut milik wanita yang mengulurkan cangkir itu membuat senyumnya terkembang.
Pria itu menyesap sedikit isi cangkirnya, “Apa mereka membuatmu kerepotan?” pertanyaan itu terlontar seiring lirikannya yang tertuju pada kedua bocah yang tengah asyik bermain.
“Menurutmu?” sahutnya tanpa melihat wajah suaminya. Tanpa jawaban pasti-pun pria itu sudah sangat tahu jika wanita disampingnya ini begitu kerepotan mengurus dua bocah yang sedang aktif-aktifnya berlari kesana-kemari.
“CUP!” Kecupan lembut mendarat di pipi kanan Jiwon. “Apa yang kau lihat?” Kyuhyun sedikit menjulurkan kepalanya melihat lebih jelas apa yang tengah diperhatikan istrinya hingga sedikitpun tak menatapnya. “Kau ingin memilikinya?” tanya Kyuhyun.
Jiwon otomatis menatap pria disampingnya dengan kerutan samar di dahinya. “Wae? Kau ingin memiliki rumah itu, kan?” ujarnya, “Sayang, tanpa kau ungkapkan-pun, aku tahu, apa yang kau inginkan.” Kekehnya. Wanita itu hanya menghembuskan napasnya. “Kita memang membutuhkan rumah yang lebih besar. Sepertinya apartemen ini sudah terlalu sempit untuk kita.” Gumamnya seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.
Gurat-gurat kelelalahan begitu jelas terlihat di wajah tampan itu. Bagaimana tidak, selain menjadi dokter tetap di rumah sakit, ia juga mengisi sebuah program kesehatan di salah satu stasiun TV. Belum lagi mengasuh rubrik kesehatan di sebuah majalah. Tak jarang menjadi pembicara di sebuah workshop yang mengharuskannya meninggalkan keluarganya untuk pergi ke luar kota atau bahkan ke luar negeri. Mau bagaimana lagi, kehidupannya bukan hanya milik keluarganya, tapi juga pasien dan masyarakat. Beruntung istrinya menyadari kesibukannya, meski terkadang kedua malaikat kecil itu sedikit tidak rela jika Ayahnya terlalu sibuk.
Jiwon memindahkan buku di pangkuannya ke atas meja, membenarkan posisi duduknya hingga menghadap suaminya, menarik lengan yang telah bekerja keras untuk menghidupi ia dan kedua malaikat kecilnya, sebelum menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah lelah itu.
“Dokter Cho, apartement ini sudah sangat cukup untuk kita tempati. Lagi pula aku bisa leluasa mengawasi mereka saat aku sedang memasak sekaligus.” Ujarnya lembut.
Jiwon tak ingin membebani suaminya, kehadiran dua malaikat kecilnya sudah cukup menambah pengeluaran rumah tangganya. Meskipun ia sangat tahu, suaminya memiliki banyak uang. Hanya saja apartement ini memiliki banyak kenangan bersama dokter yang senang sekali menggodanya itu.
Kyuhyun meraih telapak tangan yang menempel di pipinya, mengusapnya lembut dengan jempol tangannya. “Menurutmu, alasanku membeli apartemen kecil ini untuk apa?” Senyuman tipis itu muncul begitu saja melihat kerutan di dahi istrinya. “Aku bisa saja membeli rumah besar dengan halaman luas yang memungkinkan kita untuk mengadakan pesta baberque atau malah camping pribadi.” Sengaja pria itu mencondongkan badannya ke depan dan menautkan dahinya dengan dahi istrinya, “Karena aku ingin kau terus berada di jangkauan penglihatanku.” Bisiknya. “Dari sini, aku bisa memperhatikanmu saat sedang memasak, aku juga tetap bisa melihat mereka bermain sekaligus membuat artikel untuk majalah yang ku asuh atau memainkan PSP, mungkin.” Jelasnya sembari mengusap lembut pipi Jiwon. Sementara wanita itu hanya mengerucutkan hidungnya sebelum tersenyum tipis.
“Nde. Kau mandilah. Aku siapkan makan malammu.” Wanita itu beranjak ke dapur, meninggalkan pria yang masih betah menatap punggungnya dengan senyum kebahagiaan.
“Meski hanya punggungmu yang terlihat, itu sudah cukup membuatku lega, Desainer Shin.” Gumamnya.
~~@~~
“Ah, Eomma punya cerita baru untuk kalian. Kajja, kita ke kamar dan mendengarkan cerita Eomma.”
Jiwon tengah membujuk kedua krucilnya saat Kyuhyun membuka pintu kamar. Pria itu baru saja selesai mandi dan sekarang tengah bersiap untuk makan malam. Rasa laparmya entah hilang kemana melihat kedekatan dua buah hatinya dengan Jiwon. Ia bahkan tak bisa sedekat itu dengan anak-anaknya. Tentu saja, waktunya lebih banyak untuk bekerja ketimbang bermain bersama mereka.
Kyuhyun tersenyum geli melihat Aleyna menggeleng santai dan matanya masih fokus pada kertas gambar yang sudah penuh coretan crayon warna-warni dengan bibir mungilnya yang berceloteh, seolah menjelaskan apa maksud gambar yang sedang dibuatnya itu.
“Hyuno pasti ingin mendengarkan cerita, Eomma? Iya, kan.” Bujukan Jiwon beralih pada Hyuno. Mungkin hanya sia-sia saja, mengingat putranya itu akan melakukan apapun yang dilakukan Aleyna.
Jiwon menarik napas panjang, ia harus memikirkan cara lain agar kedua buah hatinya itu mau tidur saat Kyuhyun mendekat dan bersila di samping Hyuno dan Aleyna.
“Gambar apa ini?” tanya Kyuhyun memasang wajah antusias ingin tahu. Aleyna mendongak, mengerjap sekali. “Kemari,” Kyuhyun meraih keduanya dan mendudukkan dipangkuannya. Tangannya meraih kertas lain yang masih bersih.
“Lingkaran kecil, lingkaran kecil, lingkaran besar,” crayon merah ditangan Kyuhyun menari diatas kertas putih sesuai senandung yang keluar dari bibirnya.
Tak hanya Aleyna dan Hyuno yang menatap serius pada dua lingkaran kecil yang dibingkai lingkaran lain ditengah-tengah kertas itu, Jiwon pun turut mengamati apa yang hendak dibuat Kyuhyun. Ketiga lingkaran itu membentuk sebuah kepala dengan dua bola mata.
“Lingkaran kecil, lingkaran kecil, lingkaran sedang,” lagi, suara Kyuhyun terdengar bersamaan lingkaran lain. Kali ini membentuk sebuah mulut dengan dua gigi besarnya.
Hyuno dan Aleyna semakin penasaran dengan apa yang akan dibuat ayahnya. Bahkan matanya sama sekali tak mengerjap sejak tadi, seolah tak ingin melewatkan sedetikpun moment itu.
“Lengkung, lengkung, melengkung-lengkung,” empat buah setengah lingkaran Kyuhyun goreskan di bagian terluar lingkaran besar, menyerupai rambut dan telinga. “Enam, enam. Diberi sudut.”
“Whoaa!” mulut keduanya ternganga mendapati hasil goresan tangan Kyuhyun. Hanya sebuah garis-garis sederhana yang saling dikaitkan itu membentuk, menyerupai seekor beruang gendut yang tengah tersenyum lebar melihatkan dua giginya yang besar.
“Appa, lagi!”
“Lagi, lagi, lagi,”
Tak kurang dari sepuluh buah gambar beruang gendut berhasil ia buat saat Kyuhyun menyadari mata Hyuno sudah meredup, begitu juga dengan Aleyna yang sudah menguap.
“Oke. Kita sudahi mengambarnya karena kalian harus mengumpulkan energi yang banyak agar besok kita bisa membuatnya lebih banyak lagi.” Ujar Kyuhyun seraya menyingkirkan kertas-kertas disampingnya.
“Kajja, Hyuno dengan Eomma,” Jiwon mengambil alih Hyuno dan mengendongnya ke kamar, bahkan ketika Jiwon baru saja berjalan tiga langkah, bocah itu sudah ambruk di pundaknya. “Heish, kau pasti kelelahan,” gumam Jiwon.
Mengikuti Jiwon, Kyuhyun menggendong Aleyna yang terlihat enggan memasuki kamar, “Appa, kita main lagi.” Suaranya serak menahan kantuk.
Kyuhyun tersenyum menatap wajah putrinya yang susah payah mempertahankan kantuknya. “Beruangnya lelah, Sayang. Mereka juga harus tidur agar besok bisa bermain lagi dengan Aleyna dan Hyuno.”
“Mereka tidur?” sorot matanya ingin tahu. Kyuhyun bergumam pelan. “Dengan siapa mereka tidur?” Kyuhyun menaruh pelan Aleyna keatas tempat tidurnya. “Mereka punya Mom yang membacakan dongeng untuknya?”
“Ya. Tentu saja. Mereka juga punya Mom.” Kyuhyun menarik selimut bergambar Strawberry.

“Apa beruang itu juga memiliki daddy?”
Aigoo, benarkah ini putriku? Kyuhyun mengangguk.
“Apa daddy mereka selalu pergi?”
Seperti dijatuhi beban berton-ton, Kyuhyun merasakan dadanya sesak. Apa putrinya sedang merajuk? Pria itu melirik Jiwon yang masih duduk dipinggir ranjang Hyuno yang sudah terlelap sempurna.
Meski masih kecil, Kyuhyun dan Jiwon sengaja memisahkan tempat tidur mereka, namun tetap berada di satu ruangan. Diantara ranjang mungil keduanya hanya dipisahkan oleh lemari kecil dengan dua pintu berwarna mencolok.
“Apa daddy mereka selalu pergi meningglkan mereka?” ulang Aleyna, kali ini dengan ekspresi penasaran. Membuat Kyuhyun tersadar. Pria itu tak tahu harus menjawab apa.
Jiwon meninggalkan ranjang Hyuno, lalu beralih duduk disisi ranjang Aleyna, berseberangan dengan Kyuhyun dan tubuh mungil Aleyna terbaring ditengah-tengah mereka.
Daddy beruang itu pergi mencari makan untuk diberikan kepada anak-anak beruangnya, Sayang.” Jawab Jiwon.
Aleyna mengalihkan pandangannya pada Jiwon, matanya menyipit. “Kenapa tidak membawa anak-anaknya?” debatnya. Membuat Kyuhyun lagi-lagi tertegun dengan pertanyaan putrinya.
“Mereka masih terlalu kecil.” Jiwon menarik napas. “Kau tahu dimana daddy beruang mencari makan?” Aleyna menggeleng menjawab pertanyaan Jiwon. “Daddy beruang itu harus melakukan perjalanan jauh untuk mencari makan, kadang mereka harus bertemu dengan bahaya. Tentu saja Daddy beruang tak ingin mengajak anaknya untuk mencari makan, bukan?”
Daddy beruang bisa berlari kencang, tapi akan kesulitan jika membawa anak-anak mereka.” Simpulnya yakin, membuat Kyuhyun terkejut. Bahkan ia tak sadar setengah mulutnya tengah terbuka.
“Anak pintar.” Puji Jiwon, lalu merundukkan badannya, untuk memberikan kecupan selamat malam. “Oke. Saatnya tidur,” membenarkan letak selimut yang sempat koyak karena pergerakan Aleyna.
“Tidur nyenyak,” Kyuhyun mengecup pipi Aleyna. Baru saja ia hendak berdiri, suara Aleyna kembali menginterupsi.
“Apa daddy akan pergi saat aku masih tidur?” tanya Aleyna sendu.
Kyuhyun melirik Jiwon yang sedang menghendikkan bahu. Wanita itu berdiri di ambang pintu untuk menunggu Kyuhyun dan mereka bisa keluar bersama-sama. Tapi, sepertinya putrinya masih ingin menahan ayahnya.
“Bagaimana kalau daddy tidur disini?” kalimat itu membuat raut sendu Aleyna lenyap, berganti dengan anggukan antusias. Tanpa komando, Aleyna segera menggeser tidurnya, memberi tempat untuk Kyuhyun.
Mom, tidak ingin tidur disini?” suara Kyuhyun menghentikan langkah Jiwon yang hendak menarik kenop pintu. Wanita itu menoleh dan mengerti maksud Kyuhyun saat pria itu melirik ranjang Hyuno.
Mom tidur bersama Hyuno saja,” celoteh Aleyna.
“Dan kau bebas menguasai, Daddy.” Dengus Jiwon sengaja dibuat-buat.
Bocah kecil itu nyengir lebar, sebelum memeluk Kyuhyun posesif dengan tangan mungilnya yang bahkan tak mampu menangkup tubuh Kyuhyun. Seolah memamerkannya pada Jiwon.
Apa ia cemburu? Iya, Jiwon cemburu pada Aleyna. Bocah itu seolah melupakannya jika Kyuhyun ada di rumah. Jiwon sempat melirik sebentar ke arah Kyuhyun sesaat sebelum naik ke tempat tidur Hyuno. Pria itu memberikan senyuman miring, sulit ditebak hingga Jiwon memiringkan tubuhnya, memeluk Hyuno dan memunggungi Kyuhyun.
Decakan kecil Kyuhyun ternyata di dengar oleh Aleyna. “Daddy, malam ini kau milikku.” Tangan mungilnya semakin mengerat.
“Mwo?” Kyuhyun shock dan ia tahu Jiwon juga merasakan hal yang sama, bahunya bahkan bergetar tapi wanita itu sama sekali tak menoleh padanya.
Kyuhyun terjaga tengah malam saat merasakan punggungnya sedikit ngilu. Ia mengerjap beberapa kali sebelum bangun dari ranjang Aleyna. Terduduk disana dengan mata menyipit menatap jam yang menunjukkan pukul 02.40 dini hari. Kyuhyun berdiri, melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku sebelum membenarkan letak selimut Aleyna.
Menghampiri ranjang Hyuno dan membangunkan Jiwon. Mengecup pipinya. Mudah saja membangunkan Jiwon, karena Kyuhyun yakin wanita itu juga merasakan nyeri disekujur tubuhnya harus berbagi tempat dengan Hyuno di ranjang kecil, single bed  anak-anak.
“Eung,” lenguhnya saat Jiwon mendengar sayup-sayup kalimat mendengung di telinganya.
“Kita pindah ke kamar,” ulang Kyuhyun yang sudah menangkap lengan Jiwon.
Masih setengah sadar, Jiwon menatap Aleyna yang tampak lelap di bawah selimut bergambar Strawberry.  “Tak perlu khawatir,” seolah mengerti dengan pikiran Jiwon.
Meski agak gelap, namun Jiwon bisa menangkap dengan jelas smirk di wajah Kyuhyun sebelum ia terkejut, menyadari Kyuhyun mengangkat tubuhnya.
Ala bridal style, Kyuhyun membawa Jiwon ke kamar mereka. Meletakkannya dengan pelan, seolah tubuhnya adalah porselen mahal yang mudah pecah.
“Bagaimana kalau Aleyna tahu?” suaranya serak, saat Kyuhyun berbaring dan memeluk Jiwon erat.
“Kau tahu, punggungku sakit tidur di ranjang sempit.” Sahutnya, keluar jalur.
“Tapi kau sudah berj__” Jiwon tak melanjutkan kalimatnya, terlalu terkejut dengan gerakan tiba-tiba Kyuhyun. Membuatnya tak bisa berkutik dibawah kuasa pria egoisnya.
“Aku sudah menemaninya,” sahutnya tanpa minat. “Oke. Akan lain masalahnya jika kau yang tidur di ranjang itu, bukannya Aleyna.” Jiwon mendengus. “Kau juga merindukanku, kan, Nyonya Cho?” seringainya.
~~@~~
“Hyuno, tangkap!” jerit Aleyna ketika tanggannya mulai melemparkan bola karet ke arah adiknya.
HAP!
Bola itu mendarat sempurna dalam dekapan Hyuno, bocah itu hanya menyunggingkan cengiran khasnya, merasa bangga dengan apa yang baru saja ia lakukan.
“Ini!” Hyuno masih belum fokus pada apa yang dilemparkan Aleyna lagi. Hingga matanya membulat sempurna menyadari sebuah benda kotak sudah melayang-layang di depan matanya.
“Kyaaa!” jerit Hyuno, meski harus dengan usaha keras akhirnya ia berhasil menangkap lego itu tepat di tangannya. “Huft!” hembusan napas lega yang hanya dibalas oleh acungan jempol Aleyna.
“Hyuno!” lagi-lagi Aleyna semakin sering melemparkan mainan-mainan lain ke arah adiknya. Entahlah bocah itu senang sekali menggoda adiknya yang hanya terpaut 5 menit dengannya. Lima belas menit berjalan, Hyuno masih mampu mengimbangi permainan kakaknya, hingga…
ZWIIIINGGGG
“Appa pul….”
BUUUGGG! GUBRAAAGH!
“Aaaaagggghhh!”
Dug….dug….dug….dug….
Kaki-kaki kecil itu terlihat berlarian menuju sumber suara, “Opst, Appa?” langkah itu terhenti mendapati Ayahnya tergolek tak berdaya disamping rak sepatu. Kedua bocah yang masih berdiri mematung itu segera menyingkir mendapati Ibunya tengah berjalan cepat kearahnya.
“Astaga, Dokter Cho!”  pekik Jiwon dengan wajah shock. Wanita itu segera membantu pria yang sedang berusaha untuk bangun. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya dengan wajah panik.
“Aaaaa, punggungku!” jeritnya tertahan merasakan nyeri di tubuh bagian belakangnya.
“Pelan-pelan.” Jiwon melingkarkan tangan suaminya ke lehernya, membantunya berjalan hingga ke sofa.
Jiwon segera mengambil obat di laci samping TV kemudian membalurkan obat berbentuk cair itu ke punggung suaminya yang tampak meringis menahan sakit. “Aaaa, sakit sekali!” Kyuhyun terus menggigit bibir bawahnya. “Pelan-pelan, kau bisa menyakitiku, sayang.” Rengeknya lagi.
“Isshh! Ini juga sudah pelan, kau ini!” dengus Jiwon. Tangannya terus memijit punggung suaminya, namun bisikan-bisikan kecil yang mampu ditangkap pendengarannya membuatnya menolehkan kepalanya ke arah dua bocah yang tampak sedang berdiskusi di samping rak sepatu—tempat kejadian.
Noona, ini semua salahmu,” ujar Hyuno takut. Bocah itu terlalu takut jika Ibunya marah. Hyuno termasuk anak penurut, berbeda dengan Aleyna.
“Haiisshh! Diamlah. Ini juga salahmu—kenapa kau tak bisa menangkapnya,” cibir Aleyna.
“Yaa! Noona, kau pikir aku tidak lelah, menangkap mainan-mainan yang terus kau lemparkan ke arahku.” Sahut Hyuno tak mau kalah. “Hanya melemparnya saja sangat mudah, coba kau yang menangkapnya.” Balas Hyuno, seolah mengejek kemampuan kakaknya.
Umur keduanya memang baru menginjak angka 3, namun kemampuan berkomunikasi mereka sangat jauh dari anak-anak seusianya. Bahkan pelafalannya pun sangat jelas. Keduanya mewarisi gen genius Ayahnya—Cho Kyuhyun.
Jiwon baru saja beranjak dari kursinya saat Kyuhyun menahan pergelangan tangannya. “Lepaskan, dokter Cho!” pria itu hanya menggelengkan kepalanya sebagai tanda ketidaksetujuannya. Jiwon mengernyitkan dahi, tak mengerti dengan sikap suaminya. Bukankah sudah sangat jelas, mereka mendengar bisikan-bisikan dari kedua buah hatinya. Lalu, apa yang membuat Kyuhyun melarang Jiwon ‘menceramahi’ kedua bocah itu?
“Aku hanya ingin memberikan sedikit pelajaran kesopanan pada mereka, Dokter Cho bukannya ingin membunuh mereka, jadi lepaskan tanganmu!” ujar Jiwon penuh penekanan.
“Tidak, Desainer Shin. Aku ingin kau tetap duduk disini!”
Mata itu menyipit tidak suka. “Mereka anakku. Aku Ibunya. Aku yang mengasuhnya. Sudah pasti semua sikap yang ditunjukkan kedua bocah itu sangat aku perhatikan, Dokter Cho. Aku ingin anak-anakku bersikap baik di hadapan semua orang. Bukankah sikap anak adalah cerminan orang tuanya?”
Cho Kyuhyun sangat memahami watak keras kepala istrinya, ia sudah menduga wanita itu akan sangat murka jika sudah menyangkut sikap tidak baik yang ditunjukkan anak-anaknya. Hanya saja, wanita itu terkadang berlebihan, bukankah kedua bocah itu masih kecil, sangat wajar jika ada sedikit kenakalan-kenakalan yang diperbuatnya.
“Arra-arra. Aku mengerti, Sayang. Hanya saja mereka masih kecil, wajar jika ada sedikit kebandelan. Namanya juga anak-anak.”
“Dan pembiasaan bersikap baik itu dimulai sejak kecil, Dokter Cho. Karena pada masa itu, otak mereka sedang berada pada masa-masa yang bagus untuk perkembangannya.” Keukeuh, wanita itu tetap pada pendiriannya.
“Yasudahlah, tapi aku yakin anak-anakku bukan tipe orang yang seperti itu.” Sahut Kyuhyun akhirnya mengalah. “Dan lagi, kita memang membutuhkan tempat tinggal yang lebih besar dari ini.”
~~@~~
Kyuhyun tengah menyandarkan tubuhnya di ranjang seraya memainkan PSP kesayangannya ketika Jiwon memasuki kamar. “Mereka sudah tidur?” tanya Kyuhyun tanpa mengalihkan tatapannya dari PSP di tangannya.
Wanita itu berjalan mengarah meja rias. Menghempaskan badannya disana. “Eum,” gumamnya pendek. Merasa ada yang aneh dengan istrinya, Kyuhyun segera menolehkan kepalanya. Mengamati wajah istrinya yang terpantul di cermin rias.
“Wae?”
“Aniya.” Jawaban itu disertai dengan hembusan napas berat. Sementara jari-jari lentiknya dengan cekatan mengusap-usapkan kapas ke wajahnya, sebelum akhirnya mengoleskan krim malam.
Kyuhyun terus saja mengamati wajah sedikit tertekuk itu yang mulai berjalan ke arahnya, menaikki ranjang dan berbaring disampingnya.
“Kau masih marah?” Kyuhyun mengakhiri permainannya dan membelai wajah Jiwon pelan. “Maafkan aku.” Sebuah kecupan mendarat di dahinya.
“Menurutmu, aku harus memaafkanmu?” Jiwon mendongak.
Kyuhyun tersenyum tipis, sebelum menarik tubuh Jiwon dan menyandarkannya di dada bidangnya. Posisinya masih bersandar pada kepala ranjang. “Itu hakmu mau memaafkanku atau tidak. Aku tidak begitu peduli dengan hal itu, selama kau tetap bersamaku dan dalam jangkauanku.” Kyuhyun mengecup puncak kepala Jiwon.
Pria ini selalu membuatnya kesal dan dengan mudahnya memaafkannya. Jiwon masih kesal dengan perbuatan Aleyna dan Hyuno yang membuat punggung Kyuhyun terluka, terlebih pria itu malah membela mereka. Belum lagi, karena beruang-beruang buatan Kyuhyun itu kini tidak hanya terlukis di atas kertas gambar, melainkan seluruh tembok rumahnya. Siapa lagi kalau bukan ulah Hyuno dan Aleyna.
~~@~~
“Yaa! kau membawaku kemana, Dokter Cho?” sudah beberapa kali pertanyaan itu terlontar dari mulutnya, namun pria yang menyuruhnya menutup mata itu tak pernah menjawab pertanyaan itu sesuai hatinya.
“Sebentar lagi, sayang. Kau sabarlah sedikit!” Kyuhyun terus menuntun Jiwon mengikuti langkahnya.
“Awas saja kalau kau mengerjaiku!” ancamnya. Bukannya terdengar seperti ancaman yang menakutkan, justru kalimat itu terdengar seperti sebuah rengekan manja di telinga Kyuhyun hingga membuatnya tertawa pelan.
“Selain keras kepala, ternyata kau juga penuh kecurigaan, Ck! Ck! Ck!”
“Kenapa, kau menyesal menikah denganku!” sahutnya ketus.
“Aissh! Kau ini. Baiklah, kau boleh menciumku jika aku mengerjaimu.” Kekehnya. “Aaaght!” Kyuhyun meringis karena dorongan keras siku Jiwon di perutnya.  “Bukankah itu hukuman yang menyenangkan?” gumamnya dengan evil smirk andalannya.
“Yaa! sampai kapan aku terus menutup mata, dokter Cho!” pekiknya tak sabar.
“Dalam hitungan ketika, kau sudah boleh membuka matamu, Sayang.” Bisik Kyuhyun ditelinga Jiwon, “Han…dul…set…buka.”
“Eung?” gumaman juga senyum kemenangan tersirat di wajahnya ketika wanita itu menatapnya tak percaya. “Ini rumah baru kita, Sayang. Bagaimana, apa kau suka?” bukannya menjawab, wanita itu malah melangkahkan kakinya semakin ke dalam. Menelusuri setiap bagian yang menurutnya begitu mewah.
Desain rumah bergaya eropa dengan pilar-pilar besar yang menjulang tinggi dipadu dengan ornamen-ornamen klasik membuat rumah itu terlihat seperti istana daripada rumah tinggal. Tangga yang dibuat bercabang menambah kesan mewah rumah berlantai marmer kualitas terbaik. Bahkan jarak dari kamar satu ke kamar yang lainnya sangatlah jauh.
“Dokter Cho, tidakkah ini terlalu mewah?” Wanita itu membalikkan badannya dan mendapati suaminya yang hanya tersenyum menanggapi kalimat yang meluncur dari bibirnya. “12 kamar tidur, 12 kursi makan dan 12 air mancur yang berdiri di sepanjang jalan masuk. Ini,…berlebihan, Dokter Cho.” Ceracaunya lagi, seraya terus berjalan di lorong-lorong balkon.
“Tunggu!” wanita itu kembali membalikkan badan menghadap suaminya yang sejak tadi terus mengikuti langkahnya. “Dimana letak ruang kerja?” matanya menyipit. “Perpustakaan, ruang musik, ruang bermain, bioskop pribadi bahkan salon pun semuanya ada, tapi kenapa aku tak melihat ruang kerja di rumah ini, Dokter Cho?”
Pria itu melangkahkan kakinya, hingga hanya menyisakan sejengkal jarak yang memisahkan keduanya. “Ruang kerja hanya ada di kantor, Desainer Shin. Sementara rumah adalah tempat untuk beristirahat dan berkumpul dengan keluarga.” Jelas Kyuhyun dengan ekspresi tampan andalannya.
“Tapi, aku__”
“Ssstttt.” Jari telunjuk itu menempel lembut di bibir Jiwon. “Aku tidak ingin kau menyelingkuhiku dengan desain-desainmu itu, Sayang.” Bisik Kyuhyun di telinga Jiwon.
Pria itu memutari tubuh yang masih berdiri tegak, melingkarkan tangannya di perut datar milik istrinya. Dagunya bertumpu pada pundak mulus yang hanya dilapisi kain tipis, memungkinkannya melihat isi di balik kain itu. Merapatkan matanya untuk menghirup aroma khas yang selalu ia rindukan setiap saat.
“Di rumah, kau hanya boleh memikirkanku dan anak-anak, Desainer Shin.” Bisik Kyuhyun lagi.

~~@

No comments:

Post a Comment