cast:
Cho Kyuhyun ~ Shin Jiwon
~~@~~
Jiwon tengah duduk di sofa ruang TV
sembari memperhatikan Hyuno dan Aleyna yang sedang bermain. Sesekali
senyuman tersungging dibibirnya melihat kedua krucilnya saling
berkomunikasi dengan mainannya. Celotehan-celotehan yang keluar dari
bibir mungil keduanya ibarat penenang untuk jiwanya.
Matanya kembali tertuju pada sebuah buku
tebal yang kini ada di pangkuannya. Menelusuri setiap bagian gambar yang
tersaji disana. Aneka desain rumah minimalis modern dengan berbagai
unsur material yang begitu menarik matanya.
“Appa pulang!”
Suara yang sudah begitu familiar,
membuatnya mengalihkan perhatian. Melirik dua krucil yang juga tengah
menajamkan pendengarannya.
“Daddy,”
“Appa,” gumam keduanya dengan mata yang berbinar. Lalu berlari saling mendahului menuju pintu.
“Yaa! pelan-pelan!” teriak Jiwon seraya ikut beranjak dari duduknya.
Wanita itu meraih tas milik suaminya saat
kedua krucil itu berhambur ke gendongan pria berkacamata. “Ught! Berat
sekali!” dengusan itu membuat kedua krucil yang terangkat oleh tangan
kekar itu terkekeh senang.
“Daddy, mengapa lama sekali?” Aleyna yang
berada di gendongan sebelah kiri mulai protes dengan bibirnya yang
sengaja dikerucutkan. Sementara Hyuno yang berada di gendongan sebelah
kanan hanya tersenyum tipis memandangi wajah pria yang menggendongnya
sembari tangannya terus melingkar di leher Ayahnya. Sesekali mengecup
wajah lelah itu. Meskipun kembar bocah berumur tiga tahun itu punya cara
yang berbeda untuk mengungkapkan kerinduannya.
“Sepertinya, Daddy pergi hanya dua hari.
Apa itu terasa lama, eung?” gumamnya sengaja menyentuhkan dahinya manja
di dahi Aleyna. Langkahnya terhenti di ruang tengah. “Aisshh!
Berantakan sekali.” Kedua alisnya bertaut menatap kedua bocah
digendongannya.
Membuat mereka teringat akan kegiatan
sebelum pria itu datang. Seolah mengerti satu sama lain, Hyuno dan
Aleyna meronta dari gendongan Kyuhyun. Tak lama, kedua bocah itu kembali
larut pada mainan-mainan yang masih terserak di lantai begitu turun
dari gendongan Ayahnya.
Kyuhyun duduk di sofa ruang TV tak jauh
dari tempat kedua buah hatinya bermain. Sebelah tangannya sibuk
mengendurkan ikatan dasinya saat tangan lainnya tanpa sengaja menyentuh
buku yang tergeletak begitu saja disampingnya. Matanya menyipit melihat
judul buku itu. “25 Desaign Minimalis Modern Houses”
Hatinya tergerak untuk meraih buku itu,
namun tiba-tiba sebuah tangan tengah mengulurkan cangkir ke arahnya. Ia
kembali mendongakkan kepalanya. “Terima kasih, Sayang.” ujarnya pelan.
Jiwon duduk disampingnya, mengambil buku
yang tadi tergeletak disana. “Lelah, Dokter Cho?” suara lembut milik
wanita yang mengulurkan cangkir itu membuat senyumnya terkembang.
Pria itu menyesap sedikit isi cangkirnya,
“Apa mereka membuatmu kerepotan?” pertanyaan itu terlontar seiring
lirikannya yang tertuju pada kedua bocah yang tengah asyik bermain.
“Menurutmu?” sahutnya tanpa melihat wajah
suaminya. Tanpa jawaban pasti-pun pria itu sudah sangat tahu jika
wanita disampingnya ini begitu kerepotan mengurus dua bocah yang sedang
aktif-aktifnya berlari kesana-kemari.
“CUP!” Kecupan lembut mendarat di pipi
kanan Jiwon. “Apa yang kau lihat?” Kyuhyun sedikit menjulurkan kepalanya
melihat lebih jelas apa yang tengah diperhatikan istrinya hingga
sedikitpun tak menatapnya. “Kau ingin memilikinya?” tanya Kyuhyun.
Jiwon otomatis menatap pria disampingnya
dengan kerutan samar di dahinya. “Wae? Kau ingin memiliki rumah itu,
kan?” ujarnya, “Sayang, tanpa kau ungkapkan-pun, aku tahu, apa yang kau
inginkan.” Kekehnya. Wanita itu hanya menghembuskan napasnya. “Kita
memang membutuhkan rumah yang lebih besar. Sepertinya apartemen ini
sudah terlalu sempit untuk kita.” Gumamnya seraya menyandarkan tubuhnya
pada sandaran kursi.
Gurat-gurat kelelalahan begitu jelas
terlihat di wajah tampan itu. Bagaimana tidak, selain menjadi dokter
tetap di rumah sakit, ia juga mengisi sebuah program kesehatan di salah
satu stasiun TV. Belum lagi mengasuh rubrik kesehatan di sebuah majalah.
Tak jarang menjadi pembicara di sebuah workshop yang mengharuskannya
meninggalkan keluarganya untuk pergi ke luar kota atau bahkan ke luar
negeri. Mau bagaimana lagi, kehidupannya bukan hanya milik keluarganya,
tapi juga pasien dan masyarakat. Beruntung istrinya menyadari
kesibukannya, meski terkadang kedua malaikat kecil itu sedikit tidak
rela jika Ayahnya terlalu sibuk.
Jiwon memindahkan buku di pangkuannya ke
atas meja, membenarkan posisi duduknya hingga menghadap suaminya,
menarik lengan yang telah bekerja keras untuk menghidupi ia dan kedua
malaikat kecilnya, sebelum menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah
lelah itu.
“Dokter Cho, apartement ini sudah sangat
cukup untuk kita tempati. Lagi pula aku bisa leluasa mengawasi mereka
saat aku sedang memasak sekaligus.” Ujarnya lembut.
Jiwon tak ingin membebani suaminya,
kehadiran dua malaikat kecilnya sudah cukup menambah pengeluaran rumah
tangganya. Meskipun ia sangat tahu, suaminya memiliki banyak uang. Hanya
saja apartement ini memiliki banyak kenangan bersama dokter yang senang
sekali menggodanya itu.
Kyuhyun meraih telapak tangan yang
menempel di pipinya, mengusapnya lembut dengan jempol tangannya.
“Menurutmu, alasanku membeli apartemen kecil ini untuk apa?” Senyuman
tipis itu muncul begitu saja melihat kerutan di dahi istrinya. “Aku bisa
saja membeli rumah besar dengan halaman luas yang memungkinkan kita
untuk mengadakan pesta baberque atau malah camping pribadi.” Sengaja
pria itu mencondongkan badannya ke depan dan menautkan dahinya dengan
dahi istrinya, “Karena aku ingin kau terus berada di jangkauan
penglihatanku.” Bisiknya. “Dari sini, aku bisa memperhatikanmu saat
sedang memasak, aku juga tetap bisa melihat mereka bermain sekaligus
membuat artikel untuk majalah yang ku asuh atau memainkan PSP, mungkin.”
Jelasnya sembari mengusap lembut pipi Jiwon. Sementara wanita itu hanya
mengerucutkan hidungnya sebelum tersenyum tipis.
“Nde. Kau mandilah. Aku siapkan makan
malammu.” Wanita itu beranjak ke dapur, meninggalkan pria yang masih
betah menatap punggungnya dengan senyum kebahagiaan.
“Meski hanya punggungmu yang terlihat, itu sudah cukup membuatku lega, Desainer Shin.” Gumamnya.
~~@~~
“Ah, Eomma punya cerita baru untuk kalian. Kajja, kita ke kamar dan mendengarkan cerita Eomma.”
Jiwon tengah membujuk kedua krucilnya
saat Kyuhyun membuka pintu kamar. Pria itu baru saja selesai mandi dan
sekarang tengah bersiap untuk makan malam. Rasa laparmya entah hilang
kemana melihat kedekatan dua buah hatinya dengan Jiwon. Ia bahkan tak
bisa sedekat itu dengan anak-anaknya. Tentu saja, waktunya lebih banyak
untuk bekerja ketimbang bermain bersama mereka.
Kyuhyun tersenyum geli melihat Aleyna
menggeleng santai dan matanya masih fokus pada kertas gambar yang sudah
penuh coretan crayon warna-warni dengan bibir mungilnya yang berceloteh,
seolah menjelaskan apa maksud gambar yang sedang dibuatnya itu.
“Hyuno pasti ingin mendengarkan cerita,
Eomma? Iya, kan.” Bujukan Jiwon beralih pada Hyuno. Mungkin hanya
sia-sia saja, mengingat putranya itu akan melakukan apapun yang
dilakukan Aleyna.
Jiwon menarik napas panjang, ia harus
memikirkan cara lain agar kedua buah hatinya itu mau tidur saat Kyuhyun
mendekat dan bersila di samping Hyuno dan Aleyna.
“Gambar apa ini?” tanya Kyuhyun memasang
wajah antusias ingin tahu. Aleyna mendongak, mengerjap sekali. “Kemari,”
Kyuhyun meraih keduanya dan mendudukkan dipangkuannya. Tangannya meraih
kertas lain yang masih bersih.
“Lingkaran kecil, lingkaran kecil,
lingkaran besar,” crayon merah ditangan Kyuhyun menari diatas kertas
putih sesuai senandung yang keluar dari bibirnya.
Tak hanya Aleyna dan Hyuno yang menatap
serius pada dua lingkaran kecil yang dibingkai lingkaran lain
ditengah-tengah kertas itu, Jiwon pun turut mengamati apa yang hendak
dibuat Kyuhyun. Ketiga lingkaran itu membentuk sebuah kepala dengan dua
bola mata.
“Lingkaran kecil, lingkaran kecil,
lingkaran sedang,” lagi, suara Kyuhyun terdengar bersamaan lingkaran
lain. Kali ini membentuk sebuah mulut dengan dua gigi besarnya.
Hyuno dan Aleyna semakin penasaran dengan
apa yang akan dibuat ayahnya. Bahkan matanya sama sekali tak mengerjap
sejak tadi, seolah tak ingin melewatkan sedetikpun moment itu.
“Lengkung, lengkung,
melengkung-lengkung,” empat buah setengah lingkaran Kyuhyun goreskan di
bagian terluar lingkaran besar, menyerupai rambut dan telinga. “Enam,
enam. Diberi sudut.”
“Whoaa!” mulut keduanya ternganga
mendapati hasil goresan tangan Kyuhyun. Hanya sebuah garis-garis
sederhana yang saling dikaitkan itu membentuk, menyerupai seekor beruang
gendut yang tengah tersenyum lebar melihatkan dua giginya yang besar.
“Appa, lagi!”
“Lagi, lagi, lagi,”
Tak kurang dari sepuluh buah gambar
beruang gendut berhasil ia buat saat Kyuhyun menyadari mata Hyuno sudah
meredup, begitu juga dengan Aleyna yang sudah menguap.
“Oke. Kita sudahi mengambarnya karena
kalian harus mengumpulkan energi yang banyak agar besok kita bisa
membuatnya lebih banyak lagi.” Ujar Kyuhyun seraya menyingkirkan
kertas-kertas disampingnya.
“Kajja, Hyuno dengan Eomma,” Jiwon
mengambil alih Hyuno dan mengendongnya ke kamar, bahkan ketika Jiwon
baru saja berjalan tiga langkah, bocah itu sudah ambruk di pundaknya.
“Heish, kau pasti kelelahan,” gumam Jiwon.
Mengikuti Jiwon, Kyuhyun menggendong
Aleyna yang terlihat enggan memasuki kamar, “Appa, kita main lagi.”
Suaranya serak menahan kantuk.
Kyuhyun tersenyum menatap wajah putrinya
yang susah payah mempertahankan kantuknya. “Beruangnya lelah, Sayang.
Mereka juga harus tidur agar besok bisa bermain lagi dengan Aleyna dan
Hyuno.”
“Mereka tidur?” sorot matanya ingin tahu.
Kyuhyun bergumam pelan. “Dengan siapa mereka tidur?” Kyuhyun menaruh
pelan Aleyna keatas tempat tidurnya. “Mereka punya Mom yang membacakan dongeng untuknya?”
“Ya. Tentu saja. Mereka juga punya Mom.” Kyuhyun menarik selimut bergambar Strawberry.
“Apa beruang itu juga memiliki daddy?”
Aigoo, benarkah ini putriku? Kyuhyun mengangguk.
“Apa daddy mereka selalu pergi?”
Seperti dijatuhi beban berton-ton,
Kyuhyun merasakan dadanya sesak. Apa putrinya sedang merajuk? Pria itu
melirik Jiwon yang masih duduk dipinggir ranjang Hyuno yang sudah
terlelap sempurna.
Meski masih kecil, Kyuhyun dan Jiwon
sengaja memisahkan tempat tidur mereka, namun tetap berada di satu
ruangan. Diantara ranjang mungil keduanya hanya dipisahkan oleh lemari
kecil dengan dua pintu berwarna mencolok.
“Apa daddy mereka selalu pergi
meningglkan mereka?” ulang Aleyna, kali ini dengan ekspresi penasaran.
Membuat Kyuhyun tersadar. Pria itu tak tahu harus menjawab apa.
Jiwon meninggalkan ranjang Hyuno, lalu
beralih duduk disisi ranjang Aleyna, berseberangan dengan Kyuhyun dan
tubuh mungil Aleyna terbaring ditengah-tengah mereka.
“Daddy beruang itu pergi mencari makan untuk diberikan kepada anak-anak beruangnya, Sayang.” Jawab Jiwon.
Aleyna mengalihkan pandangannya pada
Jiwon, matanya menyipit. “Kenapa tidak membawa anak-anaknya?” debatnya.
Membuat Kyuhyun lagi-lagi tertegun dengan pertanyaan putrinya.
“Mereka masih terlalu kecil.” Jiwon menarik napas. “Kau tahu dimana daddy beruang mencari makan?” Aleyna menggeleng menjawab pertanyaan Jiwon. “Daddy beruang itu harus melakukan perjalanan jauh untuk mencari makan, kadang mereka harus bertemu dengan bahaya. Tentu saja Daddy beruang tak ingin mengajak anaknya untuk mencari makan, bukan?”
“Daddy beruang bisa berlari
kencang, tapi akan kesulitan jika membawa anak-anak mereka.” Simpulnya
yakin, membuat Kyuhyun terkejut. Bahkan ia tak sadar setengah mulutnya
tengah terbuka.
“Anak pintar.” Puji Jiwon, lalu
merundukkan badannya, untuk memberikan kecupan selamat malam. “Oke.
Saatnya tidur,” membenarkan letak selimut yang sempat koyak karena
pergerakan Aleyna.
“Tidur nyenyak,” Kyuhyun mengecup pipi Aleyna. Baru saja ia hendak berdiri, suara Aleyna kembali menginterupsi.
“Apa daddy akan pergi saat aku masih tidur?” tanya Aleyna sendu.
Kyuhyun melirik Jiwon yang sedang
menghendikkan bahu. Wanita itu berdiri di ambang pintu untuk menunggu
Kyuhyun dan mereka bisa keluar bersama-sama. Tapi, sepertinya putrinya
masih ingin menahan ayahnya.
“Bagaimana kalau daddy tidur
disini?” kalimat itu membuat raut sendu Aleyna lenyap, berganti dengan
anggukan antusias. Tanpa komando, Aleyna segera menggeser tidurnya,
memberi tempat untuk Kyuhyun.
“Mom, tidak ingin tidur disini?”
suara Kyuhyun menghentikan langkah Jiwon yang hendak menarik kenop
pintu. Wanita itu menoleh dan mengerti maksud Kyuhyun saat pria itu
melirik ranjang Hyuno.
“Mom tidur bersama Hyuno saja,” celoteh Aleyna.
“Dan kau bebas menguasai, Daddy.” Dengus Jiwon sengaja dibuat-buat.
Bocah kecil itu nyengir lebar, sebelum
memeluk Kyuhyun posesif dengan tangan mungilnya yang bahkan tak mampu
menangkup tubuh Kyuhyun. Seolah memamerkannya pada Jiwon.
Apa ia cemburu? Iya, Jiwon cemburu pada
Aleyna. Bocah itu seolah melupakannya jika Kyuhyun ada di rumah. Jiwon
sempat melirik sebentar ke arah Kyuhyun sesaat sebelum naik ke tempat
tidur Hyuno. Pria itu memberikan senyuman miring, sulit ditebak hingga
Jiwon memiringkan tubuhnya, memeluk Hyuno dan memunggungi Kyuhyun.
Decakan kecil Kyuhyun ternyata di dengar oleh Aleyna. “Daddy, malam ini kau milikku.” Tangan mungilnya semakin mengerat.
“Mwo?” Kyuhyun shock dan ia tahu Jiwon
juga merasakan hal yang sama, bahunya bahkan bergetar tapi wanita itu
sama sekali tak menoleh padanya.
Kyuhyun terjaga tengah malam saat
merasakan punggungnya sedikit ngilu. Ia mengerjap beberapa kali sebelum
bangun dari ranjang Aleyna. Terduduk disana dengan mata menyipit menatap
jam yang menunjukkan pukul 02.40 dini hari. Kyuhyun berdiri, melemaskan
otot-ototnya yang terasa kaku sebelum membenarkan letak selimut Aleyna.
Menghampiri ranjang Hyuno dan
membangunkan Jiwon. Mengecup pipinya. Mudah saja membangunkan Jiwon,
karena Kyuhyun yakin wanita itu juga merasakan nyeri disekujur tubuhnya
harus berbagi tempat dengan Hyuno di ranjang kecil, single bed anak-anak.
“Eung,” lenguhnya saat Jiwon mendengar sayup-sayup kalimat mendengung di telinganya.
“Kita pindah ke kamar,” ulang Kyuhyun yang sudah menangkap lengan Jiwon.
Masih setengah sadar, Jiwon menatap
Aleyna yang tampak lelap di bawah selimut bergambar Strawberry. “Tak
perlu khawatir,” seolah mengerti dengan pikiran Jiwon.
Meski agak gelap, namun Jiwon bisa menangkap dengan jelas smirk di wajah Kyuhyun sebelum ia terkejut, menyadari Kyuhyun mengangkat tubuhnya.
Ala bridal style, Kyuhyun membawa Jiwon
ke kamar mereka. Meletakkannya dengan pelan, seolah tubuhnya adalah
porselen mahal yang mudah pecah.
“Bagaimana kalau Aleyna tahu?” suaranya serak, saat Kyuhyun berbaring dan memeluk Jiwon erat.
“Kau tahu, punggungku sakit tidur di ranjang sempit.” Sahutnya, keluar jalur.
“Tapi kau sudah berj__” Jiwon tak
melanjutkan kalimatnya, terlalu terkejut dengan gerakan tiba-tiba
Kyuhyun. Membuatnya tak bisa berkutik dibawah kuasa pria egoisnya.
“Aku sudah menemaninya,” sahutnya tanpa
minat. “Oke. Akan lain masalahnya jika kau yang tidur di ranjang itu,
bukannya Aleyna.” Jiwon mendengus. “Kau juga merindukanku, kan, Nyonya
Cho?” seringainya.
~~@~~
“Hyuno, tangkap!” jerit Aleyna ketika tanggannya mulai melemparkan bola karet ke arah adiknya.
HAP!
Bola itu mendarat sempurna dalam dekapan
Hyuno, bocah itu hanya menyunggingkan cengiran khasnya, merasa bangga
dengan apa yang baru saja ia lakukan.
“Ini!” Hyuno masih belum fokus pada apa
yang dilemparkan Aleyna lagi. Hingga matanya membulat sempurna menyadari
sebuah benda kotak sudah melayang-layang di depan matanya.
“Kyaaa!” jerit Hyuno, meski harus dengan
usaha keras akhirnya ia berhasil menangkap lego itu tepat di tangannya.
“Huft!” hembusan napas lega yang hanya dibalas oleh acungan jempol
Aleyna.
“Hyuno!” lagi-lagi Aleyna semakin sering
melemparkan mainan-mainan lain ke arah adiknya. Entahlah bocah itu
senang sekali menggoda adiknya yang hanya terpaut 5 menit dengannya.
Lima belas menit berjalan, Hyuno masih mampu mengimbangi permainan
kakaknya, hingga…
ZWIIIINGGGG
“Appa pul….”
BUUUGGG! GUBRAAAGH!
“Aaaaagggghhh!”
Dug….dug….dug….dug….
Kaki-kaki kecil itu terlihat berlarian
menuju sumber suara, “Opst, Appa?” langkah itu terhenti mendapati
Ayahnya tergolek tak berdaya disamping rak sepatu. Kedua bocah yang
masih berdiri mematung itu segera menyingkir mendapati Ibunya tengah
berjalan cepat kearahnya.
“Astaga, Dokter Cho!” pekik Jiwon dengan
wajah shock. Wanita itu segera membantu pria yang sedang berusaha untuk
bangun. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya dengan wajah panik.
“Aaaaa, punggungku!” jeritnya tertahan merasakan nyeri di tubuh bagian belakangnya.
“Pelan-pelan.” Jiwon melingkarkan tangan suaminya ke lehernya, membantunya berjalan hingga ke sofa.
Jiwon segera mengambil obat di laci
samping TV kemudian membalurkan obat berbentuk cair itu ke punggung
suaminya yang tampak meringis menahan sakit. “Aaaa, sakit sekali!”
Kyuhyun terus menggigit bibir bawahnya. “Pelan-pelan, kau bisa
menyakitiku, sayang.” Rengeknya lagi.
“Isshh! Ini juga sudah pelan, kau ini!”
dengus Jiwon. Tangannya terus memijit punggung suaminya, namun
bisikan-bisikan kecil yang mampu ditangkap pendengarannya membuatnya
menolehkan kepalanya ke arah dua bocah yang tampak sedang berdiskusi di
samping rak sepatu—tempat kejadian.
“Noona, ini semua salahmu,” ujar
Hyuno takut. Bocah itu terlalu takut jika Ibunya marah. Hyuno termasuk
anak penurut, berbeda dengan Aleyna.
“Haiisshh! Diamlah. Ini juga salahmu—kenapa kau tak bisa menangkapnya,” cibir Aleyna.
“Yaa! Noona, kau pikir aku tidak lelah,
menangkap mainan-mainan yang terus kau lemparkan ke arahku.” Sahut Hyuno
tak mau kalah. “Hanya melemparnya saja sangat mudah, coba kau yang
menangkapnya.” Balas Hyuno, seolah mengejek kemampuan kakaknya.
Umur keduanya memang baru menginjak angka
3, namun kemampuan berkomunikasi mereka sangat jauh dari anak-anak
seusianya. Bahkan pelafalannya pun sangat jelas. Keduanya mewarisi gen
genius Ayahnya—Cho Kyuhyun.
Jiwon baru saja beranjak dari kursinya
saat Kyuhyun menahan pergelangan tangannya. “Lepaskan, dokter Cho!” pria
itu hanya menggelengkan kepalanya sebagai tanda ketidaksetujuannya.
Jiwon mengernyitkan dahi, tak mengerti dengan sikap suaminya. Bukankah
sudah sangat jelas, mereka mendengar bisikan-bisikan dari kedua buah
hatinya. Lalu, apa yang membuat Kyuhyun melarang Jiwon ‘menceramahi’
kedua bocah itu?
“Aku hanya ingin memberikan sedikit
pelajaran kesopanan pada mereka, Dokter Cho bukannya ingin membunuh
mereka, jadi lepaskan tanganmu!” ujar Jiwon penuh penekanan.
“Tidak, Desainer Shin. Aku ingin kau tetap duduk disini!”
Mata itu menyipit tidak suka. “Mereka
anakku. Aku Ibunya. Aku yang mengasuhnya. Sudah pasti semua sikap yang
ditunjukkan kedua bocah itu sangat aku perhatikan, Dokter Cho. Aku ingin
anak-anakku bersikap baik di hadapan semua orang. Bukankah sikap anak
adalah cerminan orang tuanya?”
Cho Kyuhyun sangat memahami watak keras
kepala istrinya, ia sudah menduga wanita itu akan sangat murka jika
sudah menyangkut sikap tidak baik yang ditunjukkan anak-anaknya. Hanya
saja, wanita itu terkadang berlebihan, bukankah kedua bocah itu masih
kecil, sangat wajar jika ada sedikit kenakalan-kenakalan yang
diperbuatnya.
“Arra-arra. Aku mengerti, Sayang. Hanya saja mereka masih kecil, wajar jika ada sedikit kebandelan. Namanya juga anak-anak.”
“Dan pembiasaan bersikap baik itu dimulai
sejak kecil, Dokter Cho. Karena pada masa itu, otak mereka sedang
berada pada masa-masa yang bagus untuk perkembangannya.” Keukeuh, wanita
itu tetap pada pendiriannya.
“Yasudahlah, tapi aku yakin anak-anakku
bukan tipe orang yang seperti itu.” Sahut Kyuhyun akhirnya mengalah.
“Dan lagi, kita memang membutuhkan tempat tinggal yang lebih besar dari
ini.”
~~@~~
Kyuhyun tengah menyandarkan tubuhnya di
ranjang seraya memainkan PSP kesayangannya ketika Jiwon memasuki kamar.
“Mereka sudah tidur?” tanya Kyuhyun tanpa mengalihkan tatapannya dari
PSP di tangannya.
Wanita itu berjalan mengarah meja rias.
Menghempaskan badannya disana. “Eum,” gumamnya pendek. Merasa ada yang
aneh dengan istrinya, Kyuhyun segera menolehkan kepalanya. Mengamati
wajah istrinya yang terpantul di cermin rias.
“Wae?”
“Aniya.” Jawaban itu disertai dengan
hembusan napas berat. Sementara jari-jari lentiknya dengan cekatan
mengusap-usapkan kapas ke wajahnya, sebelum akhirnya mengoleskan krim
malam.
Kyuhyun terus saja mengamati wajah
sedikit tertekuk itu yang mulai berjalan ke arahnya, menaikki ranjang
dan berbaring disampingnya.
“Kau masih marah?” Kyuhyun mengakhiri
permainannya dan membelai wajah Jiwon pelan. “Maafkan aku.” Sebuah
kecupan mendarat di dahinya.
“Menurutmu, aku harus memaafkanmu?” Jiwon mendongak.
Kyuhyun tersenyum tipis, sebelum menarik
tubuh Jiwon dan menyandarkannya di dada bidangnya. Posisinya masih
bersandar pada kepala ranjang. “Itu hakmu mau memaafkanku atau tidak.
Aku tidak begitu peduli dengan hal itu, selama kau tetap bersamaku dan
dalam jangkauanku.” Kyuhyun mengecup puncak kepala Jiwon.
Pria ini selalu membuatnya kesal dan
dengan mudahnya memaafkannya. Jiwon masih kesal dengan perbuatan Aleyna
dan Hyuno yang membuat punggung Kyuhyun terluka, terlebih pria itu malah
membela mereka. Belum lagi, karena beruang-beruang buatan Kyuhyun itu
kini tidak hanya terlukis di atas kertas gambar, melainkan seluruh
tembok rumahnya. Siapa lagi kalau bukan ulah Hyuno dan Aleyna.
~~@~~
“Yaa! kau membawaku kemana, Dokter Cho?”
sudah beberapa kali pertanyaan itu terlontar dari mulutnya, namun pria
yang menyuruhnya menutup mata itu tak pernah menjawab pertanyaan itu
sesuai hatinya.
“Sebentar lagi, sayang. Kau sabarlah sedikit!” Kyuhyun terus menuntun Jiwon mengikuti langkahnya.
“Awas saja kalau kau mengerjaiku!”
ancamnya. Bukannya terdengar seperti ancaman yang menakutkan, justru
kalimat itu terdengar seperti sebuah rengekan manja di telinga Kyuhyun
hingga membuatnya tertawa pelan.
“Selain keras kepala, ternyata kau juga penuh kecurigaan, Ck! Ck! Ck!”
“Kenapa, kau menyesal menikah denganku!” sahutnya ketus.
“Aissh! Kau ini. Baiklah, kau boleh
menciumku jika aku mengerjaimu.” Kekehnya. “Aaaght!” Kyuhyun meringis
karena dorongan keras siku Jiwon di perutnya. “Bukankah itu hukuman
yang menyenangkan?” gumamnya dengan evil smirk andalannya.
“Yaa! sampai kapan aku terus menutup mata, dokter Cho!” pekiknya tak sabar.
“Dalam hitungan ketika, kau sudah boleh membuka matamu, Sayang.” Bisik Kyuhyun ditelinga Jiwon, “Han…dul…set…buka.”
“Eung?” gumaman juga senyum kemenangan
tersirat di wajahnya ketika wanita itu menatapnya tak percaya. “Ini
rumah baru kita, Sayang. Bagaimana, apa kau suka?” bukannya menjawab,
wanita itu malah melangkahkan kakinya semakin ke dalam. Menelusuri
setiap bagian yang menurutnya begitu mewah.
Desain rumah bergaya eropa dengan
pilar-pilar besar yang menjulang tinggi dipadu dengan ornamen-ornamen
klasik membuat rumah itu terlihat seperti istana daripada rumah tinggal.
Tangga yang dibuat bercabang menambah kesan mewah rumah berlantai
marmer kualitas terbaik. Bahkan jarak dari kamar satu ke kamar yang
lainnya sangatlah jauh.
“Dokter Cho, tidakkah ini terlalu mewah?”
Wanita itu membalikkan badannya dan mendapati suaminya yang hanya
tersenyum menanggapi kalimat yang meluncur dari bibirnya. “12 kamar
tidur, 12 kursi makan dan 12 air mancur yang berdiri di sepanjang jalan
masuk. Ini,…berlebihan, Dokter Cho.” Ceracaunya lagi, seraya terus
berjalan di lorong-lorong balkon.
“Tunggu!” wanita itu kembali membalikkan
badan menghadap suaminya yang sejak tadi terus mengikuti langkahnya.
“Dimana letak ruang kerja?” matanya menyipit. “Perpustakaan, ruang
musik, ruang bermain, bioskop pribadi bahkan salon pun semuanya ada,
tapi kenapa aku tak melihat ruang kerja di rumah ini, Dokter Cho?”
Pria itu melangkahkan kakinya, hingga
hanya menyisakan sejengkal jarak yang memisahkan keduanya. “Ruang kerja
hanya ada di kantor, Desainer Shin. Sementara rumah adalah tempat untuk
beristirahat dan berkumpul dengan keluarga.” Jelas Kyuhyun dengan
ekspresi tampan andalannya.
“Tapi, aku__”
“Ssstttt.” Jari telunjuk itu menempel
lembut di bibir Jiwon. “Aku tidak ingin kau menyelingkuhiku dengan
desain-desainmu itu, Sayang.” Bisik Kyuhyun di telinga Jiwon.
Pria itu memutari tubuh yang masih
berdiri tegak, melingkarkan tangannya di perut datar milik istrinya.
Dagunya bertumpu pada pundak mulus yang hanya dilapisi kain tipis,
memungkinkannya melihat isi di balik kain itu. Merapatkan matanya untuk
menghirup aroma khas yang selalu ia rindukan setiap saat.
“Di rumah, kau hanya boleh memikirkanku dan anak-anak, Desainer Shin.” Bisik Kyuhyun lagi.
~~@
No comments:
Post a Comment