Saturday, 31 May 2014

[MM] Welcome Party

Cast:
Cho Kyuhyun ~ Shin Jiwon ~ Aleyna Cho ~ Cho Hyuno
~~@~~
Jiwon menggigit ujung bibirnya dengan pandangan menyipit menatap tumpukan kardus di sudut apartemennya. Minggu depan mereka akan pindah ke rumah baru, namun satu barang-pun belum mereka bungkus. Kardus-kardus itu masih kosong, Kyuhyun bahkan tak menghubungi jasa angkut untuk memindahkan barang-barang tersebut.
Sementara Jiwon sendiri sibuk di kantor dan butiknya. Pulang dari sana, menjemput putra-putrinya di Day Care terus berlanjut mengerjakan pekerjaan rumah sambil mengawasi mereka bermain. Waktu luangnya hanya tersisa setelah kedua krucilnya tidur, dan saat itu ia sudah sangat lelah.

Mau bagaimana lagi, ia dan Kyuhyun sepakat tidak menggunakan asisten rumah tangga, kecuali saat harus ke luar negeri beberapa hari untuk pagelaran fashion show, mereka akan memakai jasa asisten rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Jiwon memutar badannya ke penjuru arah secara perlahan, tampak berpikir darimana sebaiknya ia memulai pengepakan barang. Hingga matanya terhenti pada sebuah rak buku yang mengapit meja TV.
“Ya, buku-buku itu harus di amankan lebih dulu,” gumamnya pada diri sendiri sebelum meraih sebuah kardus lalu berjalan mendekati rak buku.
Jiwon berjongkok, memulai memasukkan buku-buku di rak paling rendah ke dalam kardus. Dua rak buku yang berdiri mengapit meja TV, masing-masing berisi buku kedokteran milik Kyuhyun dan buku tentang desain, miliknya. Selain tebal, buku-buku tersebut sangatlah berharga bagi keduanya, hingga Jiwon sangat hati-hati melakukannya agar tak ada bagian buku yang terlipat ataupun sobek.
“Desainer Shin, kau sedang apa?”
Suara tiba-tiba itu membuat Jiwon menoleh, “Eo, Dokter Cho, kau sudah pulang? Aku tak mendengarmu masuk. Kau pulang telat… aku sedang berkemas, kurasa buku-buku itu perlu di amankan lebih dulu.” jelasnya sambil berdiri sebelum meraih tas di tangan Kyuhyun.
Sebuah kecupan singkat mendarat di kening Jiwon, “Heum, ada operasi mendadak,” jelasnya yang sudah bisa di tebak oleh Jiwon. Pekerjaan Kyuhyun sebagai dokter kadang tak mengenal waktu, terutama saat kondisi kritis. “Bukankah kita masih memiliki waktu satu minggu lagi,” lanjutnya saat Jiwon berjalan ke meja kerja Kyuhyun.
Jiwon memutar badannya, setengah menghadap Kyuhyun, “Iya, … dan barang-barang ini tidak akan selesai di kemas hanya dalam waktu satu minggu, kan, Dokter Cho?” sahutnya sedikit kesal, “Pria memang tidak peka dengan hal-hal seperti itu,” gerutunya entah pada siapa saat berjalan ke dapur, setelah menaruh tas kerja Kyuhyun di atas meja.
Bukannya tidak mendengar, Kyuhyun cukup menanggapinya dengan senyuman kecil seraya berjalan ke kamar duo krucilnya. Hal pertama yang wajib ia lihat begitu sampai rumah adalah dua bocah itu. Tapi saat tangannya baru saja meraih kenop pintu, suara Jiwon menginterupsi.
“Jangan sentuh anakku… kau belum mandi, Dokter Cho.” Jiwon bahkan tak menatap ke arah Kyuhyun dan lebih memilih berkonsentrasi pada minuman yang tengah dibuatnya.
Kyuhyun mendengus sebal, “Jika kau lupa, dia juga anakku, Desainer Shin. Bahkan mereka memakai margaku,” sahutnya tak mau kalah, sebelum melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.
Tak ingin membuat Jiwon murka, Kyuhyun hanya melongokkan sedikit kepalanya melalui celah pintu untuk memantau putra-putrinya yang tengah lelap. Senyumnya sedikit mengembang melihat wajah polos duo krucilnya saat tertidur. Rasa haru bercampur senang berputar-putar mengisi rongga dadanya.
Kyuhyun merasa baru kemarin menimang keduanya, tapi sekarang, lihatlah, mereka tumbuh begitu cepat. Bayi mungil yang dulu terlihat tak berdaya, sekarang sudah bisa berlari mengejarnya. Bayi mungil yang dulu hanya bisa menangis untuk menyampaikan keinginannya, sekarang sudah menjadi begitu cerewet dan kritis. Dan Kyuhyun telah banyak kehilangan momen-momen tumbuh kembang mereka. Meskipun Jiwon selalu mengiriminya foto ataupun video saat-saat pertama bagi keduanya, tetap saja, Kyuhyun merasa bersalah pada buah hatinya itu—Hyuno dan Aleyna.
Tanpa sadar, tangannya mendorong pintu terbuka lebih lebar saat ia berniat melangkahkan kakinya ke dalam, namun sebuah tepukan ringan dibahu membuat Kyuhyun mengurungkan niatnya.
“Sampai kapan kau terus berdiri di sini, Dokter Cho?” Jiwon melirik Kyuhyun sekilas sebelum kembali menatap kedua buah hatinya yang tampak nyaman berbalut selimut. “Lebih cepat kau membersihkan dirimu, lebih cepat pula kau bisa menyentuhnya,”
Kyuhyun menarik sudut bibirnya, membuat wajah lelahnya sedikit lebih cerah,”Kau benar,… kadang aku iri padamu,” aku Kyuhyun saat menarik pinggang Jiwon agar lebih mendekat padanya.
Jiwon mengernyit, menurutnya kedua bocah itu cenderung tertarik kepada Kyuhyun ketimbang dirinya.
“Mereka bahkan mengabaikanku saat kau di rumah, Dokter Cho.”
Kali ini Kyuhyun yang mengernyit mendengar nada merajuk Jiwon, “Eiy! Jangan katakan kau cemburu padaku, Desainer Shin?”
Jiwon menghendikkan bahunya, sebelum keduanya tertawa bodoh. Wanita itu berjalan lebih dulu ke ruang tengah saat Kyuhyun menutup pintu kamar duo krucilnya. Sementara Jiwon melanjutkan pengepakan bukunya, Kyuhyun duduk di sofa tak jauh darinya sembari melepas ikatan dasinya.
Kyuhyun melirik tumpukan kardus setelah menyesap tehnya, “Sayang, dari mana kau mendapatkan kardus sebanyak itu?” kalimatnya terdengar penasaran.
Jiwon menoleh, “Eung?” lalu mengikuti lirikan mata Kyuhyun, “Oh, aku membawanya dari kantor… bekas pengiriman barang,” bahunya menghendik, “Kupikir masih cukup kuat untuk menampung buku-buku ini dan mainan anak-anak, mungkin.” Ada sedikit keraguan, mengingat jumlah buku mereka saja begitu banyak.
“Aku mau mandi,” beritahu Kyuhyun setelah menghabiskan tehnya, detik berikutnya pria itu sudah menghilang di balik pintu kamar.
~~@~~
“Dokter Cho, menurutmu, apa kita perlu membawa sofa ini juga?” Tanya Jiwon begitu Kyuhyun kembali ke ruang tengah, dengan tampang yang lebih fresh setelah mandi.
Wanita itu masih menatap sofa di depannya dengan pandangan menilai, tak segera mendapat jawaban dari Kyuhyun, membuatnya menoleh. “Wae?”
“Kau sudah makan?”
“Kau lapar?” Tanya Jiwon dengan ekspresi bersalah. Sibuk dengan kegiatan pengepakan membuat suaminya terlupakan. “Tunggu sebentar, akan aku siapkan,”
Dengan cepat kaki jenjangnya melangkah ke dapur, seperti sudah menjadi keahliannya, tangan-tangan halus itu bekerja cekatan, namun segera terhenti saat sebuah tangan kokoh menahan pergerakannya. Jiwon mendongak dan mendapati Kyuhyun melirikkan mata, sebuah isyarat baginya untuk duduk di sebuah kursi yang sudah dipilihkan pria itu.
“Yaa! Singkirkan tanganmu, bagaimana aku bisa menyiapkan makanan kalau kau menahanku seperti ini?” protesnya.
Kyuhyun berdecak, “Tidak bisakah kau hanya menuruti perintahku saja tanpa harus berkata ini dan itu.” Kalimatnya terucap dalam satu tarikan napas sebelum mengangkat tubuh Jiwon dan mendudukkannya di kursi makan.
Dengan badan membungkuk kedua lengan Kyuhyun bertumpu pada sandaran kursi yang di duduki Jiwon, membuat tubuh wanita itu terkurung di bawahnya. “Kau cukup duduk manis disini, Desainer Shin, mengerti?” iris gelap itu mengintimidasi.
Dalam waktu lima belas menit, Kyuhyun telah menyelesaikan semuanya. Meja makan itu kini penuh dengan wadah berisi makanan. Kyuhyun menarik satu kursi untuknya, dan menaruh semangkuk nasi di depan Jiwon. “Kau berharap aku menyuapimu?”
Jiwon segera menyingkirkan tangan Kyuhyun dari mangkuk nasinya. “Aku bisa melakukannya sendiri.”
“… sudah kubilang, makanlah lebih dulu, jangan menungguku pulang.” Ujar Kyuhyun.
“Biasanya kau memberi kabar kalau pulang telat.” Sahut Jiwon sembari bersiap memasukkan sumpit ke dalam mulutnya. “Kau tidak makan?”
“Aku sudah makan,” ada nada bersalah yang sengaja di tutupi Kyuhyun dengan wajah datarnya.
Seketika raut wajah Jiwon berubah kesal. Menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi setelah meletakkan sumpit di sisi mangkuk. Ia bahkan menunggu Kyuhyun pulang agar bisa makan malam bersama, tapi pria itu memilih makan malam di luar tanpa pemberitahuan.
“Ya, ya, ya, aku minta maaf… aku tidak bisa menolak tawaran Direktur rumah sakit.” Kyuhyun mencoba menjelaskan. Mengerti bahwa penjelasannya itu sama sekali tak berarti bagi Jiwon yang sudah terlanjur kesal padanya, “Baiklah, aku akan menemanimu makan… lanjutkan makanmu.” Perintah Kyuhyun.
~~@~~
Saat Jiwon membereskan meja makan, Kyuhyun memilih masuk ke dalam kamar anak-anaknya; mengecup dan mengucapkan selamat tidur kepada mereka meskipun mereka tak akan mendengarnya.
“Yaa! Ini sudah malam, sampai kapan kau terus mengerjakan itu, Desainer Shin?” sembur Kyuhyun begitu keluar dari kamar dan mendapati Jiwon tengah melanjutkan pengepakan.
Jiwon tak menghiraukan perintah Kyuhyun, membuat pria itu berjalan menghampiri dan mencekal tangan istrinya. “Hentikan!” tatapannya mengintimidasi, “Kau tak perlu melakukan ini… besok aku akan menghubungi jasa angkut barang… ayo tidur.” Ajak Kyuhyun. “Wae?” Tanyanya saat Jiwon menghentikan langkah, memutar badannya menghadap jendela kaca di belakang sofa.
Gorden yang masih terbuka melihatkan tempelan kertas merah muda di sisi kaca. Itu adalah kartu ucapan yang di tulis Kyuhyun untuk ulang tahun Jiwon saat mereka masih menganggap pernikahannya hanya pura-pura.
Jiwon menekuk lututnya di atas sofa, tangannya terjulur berniat melepas tempelan-tempelan kertas persegi panjang yang dibentuk menjadi symbol ‘love’ itu saat Kyuhyun menahannya.
“Biarkan saja seperti itu,”
“Eung?” Jiwon menoleh. “Kita akan meninggalkan apartemen ini… kau ingin pemiliknya yang baru melihatnya, cih, menjijikkan.” Desis Jiwon sebelum kembali melanjutkan aksinya, namun Kyuhyun segera mengangkatnya dari sana.
“Tidak ada pemilik baru, Desainer Shin. Aku tidak akan menjualnya pada siapapun,” jelas Kyuhyun dengan seringaian kemenangan yang terlihat begitu arogan di mata Jiwon.
Lagipula siapa yang berniat membeli apartemen ala playgroup miliknya. Bahkan sudah tak ada tempat yang tersisa, dindingnya penuh dengan tempelan hasta karya duo krucilnya, ditambah coretan-coretan abstrak lainnya. Mungkin ia akan menjadikan apartemen itu sebagai museum keluarga yang mengabadikan moment-moment buah hatinya.
Jiwon mendengus kecil saat Kyuhyun menurunkannya di tempat tidur. Tak pedulikan istrinya, Kyuhyun mematikan lampu lalu masuk ke dalam selimut. Ia lelah. Lelah mengurus semua persiapan perpindahan mereka tanpa sepengetahuan Jiwon.
“Dokter Cho?”
“Heum?”
“Apartemen ini menyimpan banyak kenangan… tidakkah kau merasa berat meninggalkannya?” nadanya terdengar sesak.
Bukannya menjawab, Kyuhyun malah menarik Jiwon agar lebih merapat padanya. “Tidurlah, kau ini cerewet sekali,” tukas Kyuhyun dengan mata yang masih terpejam.
Meski tak melihat ekspresi wajahnya, namun Kyuhyun merasakan hembusan napas pasrah Jiwon menghantam dadanya sebelum wanita itu melesakkan kepalanya disana.
Kita akan membuat kenangan yang lebih banyak lagi di rumah baru kita, Desainer Shin.
~~@~~
Cahaya matahari bersinar hangat saat mobil yang di kemudikan Kyuhyun melambat di depan sebuah rumah yang terlihat menjulang dari luar. Sementara Hyuno dan Aleyna yang berada di jok belakang terlihat penasaran.
Appa, kita akan mengunjungi siapa?” tanya Hyuno yang sudah menempelkan hidungnya pada jendela mobil.
Berbeda dengan Aleyna, gadis kecil itu sudah memasang tampang cemberut. “Dad, aku tidak ingin ke rumah teman Daddy.”
“Memangnya kenapa?” sahut Jiwon saat pagar besi setinggi tiga meter itu membuka otomatis.
“Karena Daddy akan melupakanku, Mom… lalu sibuk dengan teman-temannya.” Adunya.
Jiwon menatap Kyuhyun dengan ekspresi ‘dengarkan, Dokter Cho? Putrimu itu protektif sekali.’
Kyuhyun terkekeh disela konsentrasinya memutar roda kemudi, membawa mobil itu melewati pagar pembatas sebelum matanya bergerak memantau Aleyna melalui kaca spion di atasnya.
“Ah, benarkah?… bukan karena Daddy mengatakan bahwa Christina Lee lebih manis,” goda Kyuhyun.
Aleyna tak ingin menanggapi kalimat ayahnya, ia memilih mengalihkan pandangannya pada deretan air mancur di sisi jalan. Dan jelas saja Aleyna merasa kesal saat ayahnya memuji anak gadis orang lain di depannya. Haruskah kejadian itu terulang lagi dan kali ini di depan ibu dan adik laki-lakinya? Oh, tidak. Itu terlalu buruk untuknya.
Aleyna belum menyadari jika mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah tangga batu yang berujung pada teras rumah. Hingga suara nyaring ayahnya membuatnya mengerjap.
“Cha! Kita sudah sampai.” Aleyna melenggang keluar saat pintu di buka oleh ayahnya.
Eomma, rumah siapa ini? Luas sekali.” Gumamnya saat Jiwon meraih tangan mungil Hyuno, mendekati Kyuhyun dan Aleyna.
Jiwon dan Kyuhyun memang belum memberitahukan perihal kepindahan ini kepada mereka.
“Menurutmu aku bisa bermain sepak bola di sini, Eomma?
Jiwon tersenyum menatap Hyuno. Entahlah, sepertinya, hari ini putranya lebih cerewet dibandingkan Aleyna. “Tentu saja kau bisa bermain sesukamu.”
Mwo?” ada nada ketidakpercayaan di wajah polosnya. Bahkan Aleyna juga ikut memasang wajah seriusnya.
“Ahahaha.” Tawa Kyuhyun menggelegar melihat ekspresi kedua buah hatinya. “Yaa! Ini rumah baru kita.” Tangannya terjulur mengacak rambut keduanya yang membuat Aleyna memberengut.
Jiwon mengangguk saat kedua bocah itu menatapnya. “Kajja!” mengulurkan tangannya untuk membawa kedua bocah itu menaikki tangga, namun Kyuhyun segera menahannya. “Wae?
Kyuhyun mendekatkan kepalanya, membisikkan sesuatu di telinga Jiwon. “Dulu kita tak melakukan ini saat pertama kali ke apartemen.”
“Eung?” Jiwon mengernyit tak mengerti yang di balas Kyuhyun dengan decakan kesal sebelum pria itu menyenggolnya. “Akh!” pekik Jiwon.
Eomma!
Mom!
Pekik kedua bocah itu kaget bercampur panik melihat Jiwon hampir saja terjatuh. Untung saja Kyuhyun segera menahannya.
Gwaenchana?” tanya Kyuhyun dengan ekspresi khawatir. Namun Jiwon yakin itu hanya pura-pura, bukankah pria itu tadi yang menyenggolnya.
“Apa mak__”
“Oh, sepertinya Appa harus menggendong Eomma… kalian berjalanlah lebih dulu.” perintah Kyuhyun pada duo krucilnya.
Jiwon berdecak saat Kyuhyun membopongnya meniti tangga batu yang membawa mereka ke teras. “Ck! Kekanakan.” Yang dibalas Kyuhyun dengan hendikan bahunya acuh. “Ini seperti__”
“Keinginanmu!” sahut Kyuhyun cepat.
Jiwon mengernyit. “Kapan aku mengatakannya?” bantahnya.
Kyuhyun hanya melihatkan senyum penuh teka-teki. Jiwon tak pernah mengatakan apapun padanya. Ini murni keinginan Kyuhyun. Awal pernikahan mereka berbeda dengan pernikahan orang lain pada umumnya. Wajah Jiwon sembab saat Kyuhyun membawanya pertama kali ke apartemen. Tentu saja karena itu bukanlah pernikahan yang Jiwon inginkan. Meski berlaku manis layaknya drama bukanlah keahlian Kyuhyun, apapun akan ia lakukan demi sebuah senyuman di wajah Jiwon.
Jiwon tahu tak ada apa-apa dengan kakinya, ia tahu ini semua akal licik Kyuhyun di depan anak-anaknya. Hanya saja ia terlalu malu jika harus di depan anak-anaknya, mengingat sifat kritis yang dimiliki keduanya.
“Desainer Shin, apa personil keluarga kita akan bertambah?”
Nde?” merasa tak mengerti dengan kalimat Kyuhyun. Detik berikutnya Jiwon berdecak saat menyadari kemana arah pembicaraan pria itu. “Lupakan saja keinginanmu itu, Dokter Cho.”
“Tapi, kau berat sekali.” Godanya.
“YAA!” murka Jiwon, matanya sudah membulat seram. Sementara kedua bocah yang terpaut lima anak tangga di depannya tampak menoleh kaget.
Eomma, gwaenchana?” Tanya Hyuno polos.
Nan gwaenchana.” Jawab Kyuhyun, lalu tertawa puas—setelah kedua bocah itu berbalik untuk melanjutkan langkahnya—saat menatap Jiwon. “Kau tahu mengapa wanita selalu sensitive dengan berat badan dan usia?”
“Bohong jika seorang wanita mengatakan tak peduli dengan kedua hal tersebut… kau pernah dengar istilah wanita dinilai dari penampilannya sedangkan pria dari tutur katanya?” ujar Jiwon.
Kyuhyun tahu wanita itu sedikit menyindirnya. Mengingat bagaimana dulu gengsinya terlalu tinggi bahkan hanya untuk mengucapkan kata terima kasih apalagi sampai memuji Jiwon. Yang paling parah, ketika ia memilih pergi ke Jerman daripada harus mengakui perasaannya pada Jiwon. Kyuhyun tersenyum mengingatnya. Dan sekarang putri kecilnya yang mewarisi sifat itu.
Daddy! Apa begitu menyenangkan membopong Mom?” kata Aleyna datar namun terdengar nada cemburu di telinga Jiwon.
Kyuhyun yang tengah mengingat masa lalunya masih belum sadar sepenuhnya hingga suara Jiwon membuatnya berjengit kecil.
“Turunkan aku, Dokter Cho. Putrimu mulai merajuk.”
Setelah menurunkan Jiwon, Kyuhyun memberi aba-aba kepada mereka untuk menghitung mundur.
“3…”
“2…”
“1…”
“WELCOMEEE!”
Jiwon, Aleyna dan Hyuno tersentak kaget mendapati banyak orang muncul dari balik pintu. Balon serta kertas warna-warni berhamburan di atasnya. Teman-teman Kyuhyun juga teman-temannya tengah menyambut kedatangan mereka.
Chukaeyo,” Dokter Lee Hyukjae merentangkan tangannya.
“Kuakui Kyuhyun memiliki selera tinggi dalam memilih rumah,” sahut Lee Sena memamerkan senyum cerahnya. “Selamat datang di rumah barumu, adikku.”
“Terima kasih, Eonni.” Jiwon melepaskan pelukannya pada Lee Sena ketika sebuah suara menginterupsinya.
“Selamat Nyonya Cho, kau beruntung menjadi istrinya.”
Detik berikutnya mata Jiwon kembali berbinar melihat siapa yang berdiri di depannya saat ini.
“Kang So Hee, kau ada disini?” Keduanya berpelukan melepas rindu, “Lama tak melihatmu… eh, dimana manusia 4D-mu, aku tak melihatnya. Kalian masih bersama, kan?” goda Jiwon yang mendapatkan pelototan tajam, hingga membuatnya terkekeh.
“Hei, Shin Jiwon! Kau masih saja cerewet seperti dulu.” sela suara bariton dari balik punggung So Hee—Kim Heechul. “Dan kau Cho Kyuhyun, tak seharusnya kau membelikan rumah sebesar ini padanya,” dagunya menghendik ke arah Jiwon.
“YAA!” Pekik Jiwon yang membuat Kyuhyun juga orang-orang yang ada disana terkekeh mendengarnya.
“SURPRISE!” Pekik Ahra yang muncul dari balik kerumunan.
Jiwon membekap mulutnya—syok—sebelum menghambur ke pelukan Ahra. “Eonni, kapan kau datang?” mengingat kakak iparnya itu tinggal di Jepang.
Belum sempat Ahra menjawab, suara lain kembali menyapanya.
“Wonnie!”
“Oh, Jungso Oppa, kau juga ada disini?” Jiwon mengernyitkan dahinya “Dimana Sora, aku tak melihatnya?” lalu pandangannya tertuju pada pasangan Dokter Lee Hyukjae dan Lee Sena kemudian beralih pada Kang So Hee dan Kim Heechul. “Lee Jaena, Ji Hyo dan Ji Hye, dimana mereka?”
Menyadari keberadaan anak-anak kecil itu membuat Jiwon sadar akan duo krucilnya. Terlalu hanyut dengan surprise yang diberikan Kyuhyun membuatnya lupa ada Hyuno dan Aleyna bersamanya. Dan saat Jiwon menoleh, kedua bocah itu sudah tidak ada di tempatnya. “Yaa! Kemana perginya mereka?” matanya menatap Kyuhyun meminta penjelasan.
Kyuhyun menghembus napas, antara enggan dan malas menjawab pertanyaan istrinya itu. “Ck! Desainer Shin kau bersikap seolah-olah baru pertama menghadapi kelakuan putra-putrimu.” Desisnya. “Mereka ad__”
Chichi!”[1]
Semua yang ada disana menoleh ke sumber suara dan serempak memekik “Astaga!” saat melihat seorang gadis kecil yang baru bisa berjalan berlari susah payah dengan linangan air mata karena gadis kecil berambut panjang mengejarnya seperti mengejar serangga di kebun belakang rumah.
“Aleyna!” geraman tertahan Kyuhyun menyadari kelakuan putrinya.
“Oh, Juliet!” Jungso segera menghampiri putrinya dan mengangkatnya.
Chichiiiii,” celoteh Sora disela tangisannya, seolah mengadu pada ayahnya.
Uljima… uljima…” Ujar Jungso berusaha menenangkan putri kecilnya.
Menyadari tatapan peringatan dari kedua orangtuanya membuat Aleyna memasang wajah innocent di depan mereka dan bersiap dengan aktingnya.
“Aku ingin mengajaknya bermain, Imo-nim, Samchon-nim.” Mata bulatnya terlihat memohon di depan Park Jungso dan Cho Ahra.
Ahra tersenyum, “Sejak kapan putri dari Dokter Cho dan Desainer Shin bersikap semanis ini?” Ahra berjongkok menyamakan tinggi Aleyna. “Sora-chan memang seperti itu jika bertemu dengan orang baru… jadi, kau tak perlu merasa bersalah, ne?”
Angguk Jungso meyakinkan saat mata bulat Aleyna menatapnya. “Ayo kita main lagi,” ajaknya membawa serta Aleyna ke dalam.
“Sebaiknya kita juga ke dalam jika tak ingin kehancuran besar menjadi pembuka party kita.” jelas Lee Sena yang dibenarkan oleh mereka.
“Dokter Cho,” panggil Jiwon saat mereka hanya berdua saja di teras karena yang lainnya sudah masuk.
“Heum?” gumam Kyuhyun sembari menoleh.
Jiwon berjinjit untuk mengecup pipi Kyuhyun, “Terima kasih,” katanya ketika Kyuhyun masih belum sadar dari terkejutnya karena ciuman mendadak Jiwon.
Dan saat Kyuhyun hendak mengucapkan sesuatu, wanita itu sudah menghilang dari hadapannya. Membuatnya tertawa bodoh seperti orang gila. Ia baru akan melangkah saat sebuah suara menyambangi telinganya.
“Dokter Cho, apa kami terlambat?”
Kyuhyun tak bisa menutupi keterkejutannya saat memutar badannya dan mendapati Direktur Rumah Sakit tempatnya bekerja berjalan ke arahnya. “Oh, Dokter Choi,” ia membungkuk hormat. “Kudengar Anda sedang berada di luar negeri, maaf__”
Kalimatnya sontak terhenti mendapati bahwa Direktur Rumah Sakit itu tidak datang sendirian. Ia datang bersama…
“Hai, Dokter Cho.” gadis cantik dengan senyum terkembang itu menggandeng tangan dua bocah laki-laki. “Kajja!
Kyuhyun tertegun melihat bagaimana wanita muda itu memperlakukan kedua putranya. Kadang ia tidak percaya, gadis berisik, dan berjiwa evil yang dulu dibimbingnya saat menjadi koass kini sudah menjadi seorang ibu. Bahkan ia masih belum yakin sepenuhnya Direktur Rumah Sakit tempatnya bekerjalah yang menikahi gadis itu—Han Seo Jin.
“Beri salam pada Uncle Cho.” perintahnya lembut.
Bocah laki-laki berusia 9 tahun dan 6 tahun itu membungkuk hormat pada Cho Kyuhyun. “Annyeonghaseyo.” Ujarnya serempak.
“Mari masuk,” ajak Kyuhyun pada mereka.
~~@~~
Ternyata bukan hanya teman-teman mereka saja yang datang. Kedua orangtua Kyuhyun juga turut hadir. Bahkan orangtua Jiwon yang berdomisili di Busan pun ada disana. Entahlah, rasanya ucapan terima kasih saja tidak akan cukup. Kyuhyun begitu luar biasa memberikan ini semua untuknya.
Taman belakang yang luas itu telah disulap menjadi arena garden party mewah namun tetap nyaman dan santai. Ahra sebagai desainer telah mempersiapkan semuanya sesuai kemauan Kyuhyun. Dengan rumah yang didominasi warna putih itu sebagai background terlihat cocok, menyatu dengan lampion-lampion yang menjuntai dari ranting-ranting pohon. Di bawahnya kursi bergaya minimalis berwarna gold memutari meja bundar taplak linen dengan warna senada. Kelopak terang fuchsia, lavender dan tangerine flowers yang berbagi tempat di dalam vas kaca memberi kesan ceria dan full colour. Sangat sesuai dengan selera Si Pemilik Rumah yang tidak suka pesta bergaya full-blown.
Mengingat Garden Party kali ini melibatkan anak-anak, Ahra juga mempersiapkan fairy crown lucu yang wajib di kenakan oleh anak perempuan. Meja dan kursinya pun di desain khusus dengan warna-warni terang lembut. S line canopi berbahan lembut berfungsi menghalau sinar matahari secara langsung. Pada dahan-dahan pohon yang menjuntai di atasnya tergantung botol kaca yang sudah terisi bunga dan lilin besar yang akan dinyalakan saat langit telah berubah warna.
Rasanya tak lengkap jika dalam sebuah pesta tak ada makanan ringan. Sandwich, Pie, Cupcakes, Chocolate Stik, serta permen aneka bentuk sudah Ahra siapkan agar anak-anak itu tetap nyaman menikmati pesta ini.
Manson Jar Drink aneka rasa mengisi dispenser-dispenser kaca eksklusif, berjejalan dengan gelas kristal di atas meja terpisah, sebelahnya botol-botol lemonade tertimbun es batu di dalam sebuah ember.
Entah berapa won yang telah Kyuhyun keluarkan untuk pesta penyambutan ini. Jiwon yang masih terpana dengan dekorasi di depannya hanya bisa menggelengkan kepalanya, antara percaya dan tidak. Bahkan Ahra yang terus saja mengoceh menjelaskan ini dan itu sejak tadi padanya, terabaikan.
Eonni… tidakkah ini terlalu berlebihan untuk sebuah welcome party?” gumam Jiwon tanpa menatap Ahra yang hanya tersenyum membisu. Membiarkan adik iparnya itu mengagumi hasil karyanya. “… ini lebih mirip seperti… wedding party.” Jiwon menoleh, meminta penjelasan Ahra.
Ahra menghendikkan bahunya, “Entahlah, semua ini ide suamimu… aku hanya merealisasikan apa keinginannya,” jawaban Ahra tidak sesuai harapan Jiwon dan terkesan menutup-nutupi. “Ayolah, Nyonya Cho… kau hanya perlu bersenang-senang… yang lainnya tak perlu kau pikirkan.” Tawa lebar Ahra sebelum wanita itu bergabung dengan yang lainnya.
Jiwon menarik napas dalam-dalam, memantau orang-orang hilir mudik dengan kegiatannya masing-masing. Ahra sibuk memberi instruksi, membenahi sesuatu yang dirasanya kurang pas, sementara Kang Sohe, Lee Sena, Kim Hana serta Ryu Min Yeong—ibunya—terlibat dalam penataan meja makan. Dan sejumlah pria itu sepertinya terlibat perbincangan seru—entah tentang apa—yang membuat tawa mereka meledak. Kecuali Park Jungso, pria itu sibuk mengawasi Juliet-nya yang ingin terlibat permainan dengan anak-anak yang lebih besar darinya, berputar-putar, berlari kesana-kemari. Sesekali jeritan gemasnya melengking, nyengir melihatkan giginya yang baru tumbuh di beberapa bagian saja.
Sementara Lee Jaena—putri tunggal pasangan Dokter Lee Hyukjae dan Atlet Judo Lee Sena—yang agak tomboy itu memilih bergabung dengan Ji Hyo dan Hyuno ketimbang terlibat permainan anak perempuan bersama Ji Hye, Aleyna dan Park Sora—putri kecilnya Dokter Park Jungso dan Cho Ahra.
“Kemarilah… kami memanfaatkan taman belakang.”
“Oh, benarkah ini semua pilihanmu, Dokter Cho?”
Derap langkah yang semakin mendekat serta dialog-dialog bernada takjub yang menyapa gendang telinganya membuat pantauan Jiwon buyar, lalu membalikkan badannya dan mendapati Kyuhyun tengah berjalan ke arahnya bersama atasannya—Dokter Choi Siwon—juga wanita cantik yang sempat membuatnya cemburu—Han Seo Jin. Pasangan yang menikah dua tahun lalu dan belum dikarunia seorang putra itu, kini terlihat datang bersama dua orang anak laki-laki. Jiwon tak sempat berpikir apapun karena Kyuhyun telah lebih dulu menginterupsinya.
“Sayang, lihat siapa yang datang?” ujar Kyuhyun seraya mengambil tempat di samping istrinya.
Jiwon membungkuk memberi salam, “Annyeonghaseyo.”
Eonni, aku merindukanmu,” hambur Han Seo Jin mendadak, wanita itu masih saja bersikap kekanakan. Membuat Kyuhyun juga Siwon tertawa. “Kau tak pernah ke rumah sakit sekarang?” racaunya yang hanya ditanggapi Jiwon dengan senyuman kikuknya.
Siwon meraih pundak istrinya, “Maafkan istriku, Desainer Shin,” pria berlesung pipi itu menyunggingkan senyumnya.
Han Seo Jin menatap Siwon penuh tuntutan, “Aku tak melakukan kesalahan apapun, Oppa.” Pernyataan serta ekspresi polosnya itu membuat ketiga orang lainnya menahan tawa.
“Sudahlah jangan hiraukan, Dokter Choi.” Lerai Jiwon. “Eiy, siapa mereka… aku belum pernah melihatnya?” matanya turun pada dua bocah laki-laki.
“Oh, aku lupa memperkenalkannya padamu, Eonni.” Katanya antusias sebelum meraih tangan kedua bocah itu. “Beri salam pada Aunty.”
Annyeonghaseyo, Aunty.”
Aigoo~Kyeopta.” Balas Jiwon. “Siapa nama kalian?”
Kedua bocah itu menatap Siwon dan Han Seo Jin bergantian, seperti meminta ijin. Baru setelah mereka mengangguk, bocah laki-laki itu menyebutkan namanya.
“Choi Jun Woo imnida.” Ucap bocah laki-laki yang lebih besar, diikuti adiknya yang terpaut tiga tahun.
“Choi Jun Seo imnida.”
“Ah…” hanya itu yang keluar dari mulut Jiwon saat mengangguk.
Sebenarnya ia ingin bertanya lebih banyak, tapi tidak tepat untuk saat ini. “Kajja… teman-teman kalian ada disana.” Ajak Jiwon sembari mengambil alih kedua lengan bocah itu dan membawanya ke taman, bergabung dengan yang lain. Diikuti Han seo Jin dibelakangnya.
“Jihyo~ya, Hyuno~ya! Kalian kedatangan teman baru,” kedua bocah beda usia itu menoleh mendengar suara Jiwon.
“Eoh, siapa mereka?” Lee Jaena yang kebetulan ada di sana ikut terpana melihat Jungwoo dan Junseo.
Setelah memastikan anak-anak itu bermain bersama, Jiwon membawa Han Seo Jin bergabung dengan ibu-ibu yang lain. Menjadikan Han Seo Jin paling muda di antara mereka. Baru saja mereka terlibat dalam sebuah pekerjaan, Kyuhyun menghampiri dan menarik Jiwon dari sana.
“Ada apa?” Tanya Jiwon di sela langkah mereka.
~~@~~
Jiwon mematut dirinya di depan cermin besar yang ada di kamar itu. Flower dress rancangan Salvatore Ferragamo membuatnya ragu untuk beranjak dari sana. Menurutnya dress yang diberikan Kyuhyun itu terlalu pendek. Kepalanya menoleh saat mendengar derit pintu terbuka.
“Mr. Ferragamo yang mengirimkannya untukmu,” ujar Kyuhyun saat menyadari ekspresi penuh tanya dari Jiwon. Sontak mata Jiwon membulat. Namun Kyuhyun menanggapinya dengan santai, pria itu malah menyelipkan beberapa anak rambut Jiwon ke belakang telinga. “Beliau juga hadir disini,” bisiknya dengan cengiran kemenangan yang membuat Jiwon semakin menganga lebar.
“K-kau__” kalimat terbata Jiwon terhenti oleh kecupan singkat Kyuhyun di pipinya.
Senyuman miring itu masih terlihat jelas. “… aku tunggu di bawah.”
Jiwon mendapati kesadarannya saat pintu itu sudah tertutup sempurna. Matanya mengerjap tatkala pintu kembali terbuka dengan kepala Kyuhyun menyembul di celahnya.
“Cepat sedikit, Sayang… semua sudah menunggu.”
~~@~~
“Kenapa harus mengundang Mr. Ferragamo ke acara seperti ini?” gerutu Jiwon sambil terburu menuruni anak tangga.
“Kau sudah siap?” suara berat itu membuat Jiwon mengangkat wajah.
Jiwon mengernyit, “Appa?”
Shin Jung Hwa berjalan mendekat dan mengulurkan tangannya begitu berdiri di depan Jiwon. Menginteruksikan agar putrinya itu melingkarkan tangannya di lengannya. Dan ketika Jiwon tak kunjung melakukannya, sebuah senyum tersungging di wajah pria tua itu sebelum berkata.
“Biarkan Appa menyelesaikan kewajiban seorang ayah. ” ujarnya dengan nada meminta maaf yang langsung di sambut Jiwon dengan memeluknya erat dan terisak di bahu ayahnya.
Dulu saat hari pernikahannya dengan Kyuhyun, Cho Yeung Hwan lah yang mengantarnya ke altar. Tentu saja hari itu menjadi hari yang tak pernah Jiwon lupa. Kim Jong Woon mendadak membatalkan pernikahan dan ayahnya mengalami serangan jantung karena hal itu. Detik itu juga bayangan akan kehidupan yang suram menghantuinya.
Entah apa yang terjadi dengan otak Cho Kyuhyun saat itu hingga mempunyai inisiatif untuk menggantikan peran Kim Jong Woon sebagai mempelai pria. Dan bodohnya, ia tak mampu berbuat apa-apa kecuali menerima pernikahan itu. Bahkan hingga detik ini, Kyuhyun tak pernah memberitahukan alasannya pada Jiwon.
“Yaa! Apa yang kalian lakukan disini? Semua sudah menunggu.” seru Ryu Min Yeong sembari berjalan menghampiri keduanya.
Shin Jung Hwa terkekeh setelah Jiwon melepaskan pelukannya. “Kau tanyakan saja pada putrimu yang cengeng ini,”
Appa,” rajuk Jiwon tak suka dikatakan cengeng.
“Haish! Sudahlah, kalian membuatku iri,” desis Min-Yeong, membuat Jiwon terkejut sementara Shin Jung Hwa hanya tersenyum membisu.
Eomma apa kau cemburu? … aku pun merasakan hal yang sama ketika Aleyna mulai merajuk pada Kyuhyun,” adunya yang disambut tawa oleh kedua orang tuanya.
“Ya, anak perempuan memang lebih dekat dengan ayahnya… dan akan menjadi asing dengan ibunya ketika sudah menikah,” sahut Min-Yeong pelan.
Eomma, aku tidak seperti itu,” protesnya, sebelum mengecup pipi ibunya. Detik berikutnya ia tersenyum simpul menyadari bahwa Aleyna juga sering melakukan ini padanya.
“Kalian bersiaplah, Eomma akan__”
Min-Yeong menghentikan kalimatnya saat Jiwon mengamit lengannya. “Aku ingin Appa dan Eomma yang mendampingiku. cengirnya.
Sesaat setelah Kim Heechul mengumandangkan nama Jiwon, pintu di depannya terbuka perlahan. Bersamaan dengan itu instrument lembut mengiringi langkahnya, bercampur riuh tepuk tangan orang-orang yang ada disana. Detik itu juga Jiwon merasakan seluruh tulangnya meleleh seperti lilin, bersyukur kedua orangtuanya mendampingi.
Ini bukan sebuah acara pernikahan, bahkan tak ada altar di sana, namun Jiwon merasakan dadanya berdegup kencang. Mungkin ia akan menjerit sekuat yang ia bisa jika saja tatapan memperingatkan Kyuhyun di ujung sana tidak menginterupsinya atau cengiran malu-malu Aleyna dan Hyuno yang membuat pipinya merona.
Mantra belenggu dari iris gelap Kyuhyun membuat Jiwon hanya memakukan tatapannya kesana. Kemeja hijau tosca lengan pendek yang dilengkapi sweater vest berwarna cokelat muda membalut tubuh tegapnya. Mata yang biasanya berlapis kacamata kini terbuka tanpa penghalang apapun. Rambutnya sengaja ditata berantakan. Jam tangan mewah di pergelangan tangan kirinya menyatu dengan celana pipa yang menggantung di pinggulnya. Dengan penampilannya itu, orang tak akan mengira jika Kyuhyun telah memiliki dua buah hati berusia tiga tahun yang kini berada di kanan-kirinya.
Sementara itu, Kyuhyun berusaha tenang mendengar bisikan-bisikan Aleyna dan Hyuno yang terus mengumamkan ibunya. Mungkin mereka sedang menerka-nerka adegan apa yang akan dilihatnya setelah ini? Membayangkan kedua orangtuanya terlihat seperti Aladdin dan Jasmin, beauty and the beast, atau cinderella dan pangeran tampan? Mereka hanya perlu mengikutinya sampai akhir.
Tak bermaksud mengabaikan kedua buah hatinya, nyatanya Kyuhyun benar-benar tertawan oleh kecantikan natural istrinya yang bahkan sudah ia kagumi sejak mereka masih sama-sama berstatus sebagai siswa High school. Padahal wanita itu tak memakai riasan profesional ataupun gaun super mewah yang dipakai oleh para model. Wajah khas wanita Korea itu hanya berpoles make-up minimalis, floral dress musim semi berpotongan sederhana semakin menyempurnakan penampilannya.
“Aku tahu ini terlambat, tapi aku akan tetap mengatakannya,” ujar Shin Jung Hwa menahan haru, “Dokter Cho, hari ini secara resmi aku menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab putri kami kepadamu,”
“Aku tahu putriku bukan gadis manis penurut…, kuharap kau mau bersabar menghadapi sikap keras kepalanya.” Imbuh Ryu Min-Yeong dengan senyuman sendunya.
Kyuhyun menyambut uluran tangan Shin Jung Hwa yang mengantarkan putrinya.
Aboenim, Eommonim…, terima kasih telah memberikan kepercayaan kepadaku.” Ia menatap Jiwon, “Aku berjanji akan selalu menjaganya, mendahulukan kepentingannya di atas kepentinganku, memberinya tempat terbaik di hatiku dan… ijinkan kami menambah koleksi cucu kalian.” Guraunya.
“Yaa!” teriakan otomatis Jiwon membuat semua yang ada disana terbahak.
Dokter Lee Hyukjae dan Kim Heechul yang berperan sebagai MC dadakan hari itu langsung menimpalinya dengan kalimat-kalimat khas mereka, membuat Jiwon semakin merona dan ia sudah berjanji akan membuat perhitungan dengan Kyuhyun setelah pesta ini berakhir.
Detik itu juga tembakan kertas warna-warni dari tabung confetti semakin memeriahkan suasana. Anak-anak sudah berhamburan sesuka mereka. Melompat-lompat, berusaha menggapai kertas-kertas yang berhamburan di udara itu dengan lengkingan-lengkingan khas mereka.
Pesta benar-benar telah di mulai. Mereka yang hadir hari ini adalah teman dekat Kyuhyun dan Jiwon. Benar-benar tak ada formalitas, semuanya menyatu. Berbincang dan tertawa, melepas semua beban yang menggelayuti pundak mereka saat bekerja. Anak-anak itupun tak kalah seru. Choi Jun Woo yang kalem dan smart menjadi idola di kalangan anak perempuan. Tak terkecuali Aleyna. Kalau Kim Ji Hye dan Lee Jaena lebih terbuka untuk melakukan pendekatan dengan Choi Jun Woo, Aleyna terkesan jual mahal dan tak ingin melihatkan kalau ia juga tertarik dengan anak laki-laki itu.
“Lihat anakmu,” Jiwon menyenggol siku Kyuhyun. Pria itu hanya tertawa menanggapinya.
Aigoo~” desis Kyuhyun saat mengalihkan tatapannya dan mendapati putranya tampak asyik menjilati permen cokelat, hingga kemeja bagian depannya berlumuran makanan manis itu karena tangan mungilnya akan mengusap-usap bagian itu tiap kali lelehan cokelat mengenai tangannya.
“Ough, Dokter Cho,” desis Jiwon frustasi seraya mencengkeram lengan Kyuhyun dengan mata yang membulat lebar melihat Hyuno seperti itu.
“Ahahaha,” tawa Kyuhyun meledak melihat wajah syok istrinya sebelum menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sesekali kepalanya tampak mendongak, mencari-cari.
“Kau menunggu seseorang?” Jiwon menyipitkan matanya menyadari tingkah Kyuhyun.
“Ahh, annieyo,” elak Kyuhyun mengembangkan senyum singkat, “Aku tak melihat Mr. Ferragamo.” Gumamnya menutupi kegelisahannya.
Jiwon mengernyitkan hidungnya, mendesis kecil. “Benarkah Mr. Ferragamo membuatmu segelisah ini, Dokter Cho?” sindir Jiwon.
“Huh?” Kyuhyun menoleh menatap Jiwon, “Sepertinya aku mendengar nada cemburu… Aigoo~Desainer Shin, jangan berpikir kejauhan, seolah aku mengundang tamu wanita spesial saja.” Kekehnya. “Akh! Appo!”
Jiwon baru saja mencubit pinggang Kyuhyun, membuat pria itu meringis yang langsung disembunyikannya ketika Dokter Lee Hyukjae menghampiri mejanya.
“Apa yang kalian lakukan?” Tanya Dokter Lee Hyukjae yang sempat mengamati mereka sebelum memutuskan menghampiri keduanya.
“Oppa, sepertinya Lee Jaena tertarik dengan Choi Jun Woo,” beritahu Jiwon pada Dokter Lee. Membuat pria itu menunjukkan gummy smile ketika melihat ke arah putrinya yang tengah bermain dengan anak-anak lainnya.
Kyuhyun mengusap dagunya dengan pandangan menilai, “Choi Jun Woo cukup potensial untuk jadi menantumu, Hyeong.”
“Yaa! Aku masih terlalu muda untuk menjadi ibu mertua!” sahut Lee Sena yang tiba-tiba ada disana.
“Apa kalian tidak berencana memberikan Lee Jaena adik?” Cho Ahra menimpali, membuat mereka menoleh serempak pada wanita yang berjalan mendekat itu. “Aku menginginkan seorang putra, tapi Jungso Oppa belum siap… sepertinya pria itu masih trauma dengan proses kelahiran Park Sora.” Kekehnya dengan wajah sendu.
“Aku memiliki seorang putri tapi bertingkah seperti seorang putra,” ujar Dokter Lee Hyukjae berpura-pura memasang ekspresi miris. “… menurut kalian sebaiknya aku menambah seorang putra atau putri—benar-benar seorang putri.” Tekannya yang mendapatkan kekehan dari orang-orang itu.
“… dan menjadi orang tua muda saat anak-anakmu sudah beranjak dewasa itu menyenangkan. Kami bahkan terlihat seperti adik kakak saat berjalan bersama, benarkan Honey?” ujarnya yang mendapatkan anggukan dari istrinya—Kang So Hee.
Mereka memang menikah di usia yang masih sangat muda. Meskipun pernikahan mereka di awali dari sebuah kesalahan, nyatanya hingga Kim Ji Hyo menginjak usia 12 tahun dan Kim Ji Hye 8 tahun mereka masih bertahan.
Mendengar para orang tua itu membicarakan anak-anak mereka, Han Seo Jin yang juga berada disana merasakan keharuan menelusup tulang rusuknya. Bahkan di usia pernikahannya yang sudah menginjak dua tahun ia belum juga memiliki seorang putra dari rahimnya sendiri. Meskipun kehadiran Jun Woo dan Jun Seo cukup menghiburnya dan Siwon juga terlihat baik-baik saja, nyatanya ia tak bisa terus bersembunyi di balik wajah ‘baik-baik saja’.
Seojin merasakan rangkulan di bahunya semakin menguat, ia mendongak dan mendapati Siwon menatapnya dengan ekspresi ‘Gwaenchana.’
~~@~~
“Bye… bye… ”
“Kami pulang,”
“Sampai jumpa,”
“Sering-seringlah membuat pesta seperti ini,”
Satu-persatu mereka meninggalkan kediaman Cho. Hanya empat orang yang tersisa di rumah besar itu karena kedua orang tua Jiwon memutuskan langsung kembali ke Busan.
Dengan sisa tenaga terakhir, Jiwon berjalan menuju sofa terdekat dengannya. Kehebohan pesta telah menguras tenaganya, ditambah luas rumahnya yang memiliki jarak yang tidak bisa dibilang pendek antara ruangan satu dengan ruangan lainnya mengharuskannya berjalan lebih lama, membuat tumitnya serasa mau pecah. Jiwon merubuhkan tubuhnya asal ke atas sofa setelah melepas sepatunya.
“Ahhhh,” desisnya bersamaan dengan matanya yang perlahan terpejam, lengannya menjuntai melewati sandaran sofa.
“Aaagghhhttt, Eomma!… Eomma…!”
Baru setengah detik Jiwon mendapatkan surganya, suara gaduh dari kedua bocah itu melengking-lengking di telinganya, berkejaran dengan bunyi derap langkah mereka yang semakin mendekat.
“Hyuno~ya… Hyuno~ya… aku akan memakanmu…!” suara Aleyna sengaja dibuat mirip seperti monster-monster di film kartun yang sering mereka lihat.
Eomma… Eomma…!” teriak Hyuno disela tawa dan rasa takutnya.
“YAA! YAA! YAA!” Pekik Jiwon saat Hyuno melompat ke arahnya, mengusal-usalkan tubuhnya diantara celah yang tercipta antara tubuh Jiwon dan sandaran sofa. Berniat sembunyi dari kejaran Aleyna.
“YAA! Hentikan!” nadanya semakin meninggi tatkala kedua bocah itu tak menghiraukan teriakannya, malah menjadikan badannyanya sebagai alat permainan. “Aish! Jinjja!”
Appa!”

“Daddy!”
Teriak keduanya ketika Jiwon mulai menampakkan wajah tak bersahabatnya.
Waeyo?” Kyuhyun menyahutinya sambil berjalan menuruni tangga. “Gwaenchana?” tanyanya ketika kedua bocah itu menabrak kakinya.
Mengikuti pandangan keduanya, Kyuhyun tahu apa penyebabnya, membuat pria itu tersenyum membisu sebelum mengangkat keduanya ke dalam gendongannya lalu duduk di samping Jiwon.
“Sudah berapa kali Eomma katakan, jangan berlari-larian seperti itu di dalam rumah.” Peringatnya pada dua bocah yang masih bertahan di dekapan Kyuhyun. “… dan kau Aleyna, jangan suka menakut-nakutinya.” Jiwon menarik napas dalam-dalam, “Hyuno~ya… kau itu laki-laki, tumbuhlah jadi lelaki pemberani yang bisa melindungi Eomma dan saudara perempuanmu, Arachi?”
Kyuhyun yang biasanya membela mereka saat Jiwon marah, kali ini tak ada pembelaan. Membuat dua bocah itu sedikit kecewa. Usia mereka sudah tiga tahun, empat tahun dalam usia Korea. Sudah saatnya mereka diberi tahu tentang hal-hal yang boleh dilakukan dan tak boleh dilakukan. Dan lagi, Kyuhyun tahu bahwa istrinya itu sedikit kesal karena kelelahan.
“Cha~minta maaf pada Eomma.” Tuntun Kyuhyun pada kedua buah hatinya.
Mianhae,” ujar keduanya serempak.
Poppo Eomma,” suruh Kyuhyun, yang membuat keduanya langsung mengecup pipi Jiwon bergantian.
Jauh di lubuk hatinya, Jiwon sedikit menyesal telah mengucapkan kata-kata yang membuat mereka terlihat takut. Sebagai orang tua ia harus melakukan itu untuk kebaikan mereka kelak.
“Kalian ingin Eomma atau Appayang mengantar ke kamar tidur?” ujar Jiwon, nada bicara serta raut wajahnya sudah kembali normal. “Kajja,” rengkuhnya saat akhirnya pilihan itu jatuh padanya.
Kyuhyun tersenyum menatap mereka, lalu pantauannya membuyar saat bel pintu berbunyi. Jiwon yang sudah berada di anak tangga ke dua kembali menoleh.
“Jangan katakan Mr. Ferragamo itu terlambat datang.” Rutuk Jiwon, ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk menjaga mood-nya tetap baik.
Kyuhyun hanya menghendikkan bahunya, sebelum memutar langkahnya menuju pintu.
“Tunggu di kamar, nanti Eomma menyusul.” Beritahunya yang tumben-tumbennya langsung dilaksanakan oleh kedua bocah itu.
Penasaran dengan tamu di rumah barunya, Jiwon menyuruh kedua bocah itu berjalan lebih dulu, sementara ia menyusul Kyuhyun ke ruang tamu. Jiwon mengendap di balik tembok yang memisahkan dengan ruang tengah. Saat itu juga seluruh tubuhnya mendadak lemas melihat siapa yang datang.
“Hei, kau datang?” sambut Kyuhyun dengan senyum ramahnya sebelum keduanya berpelukan.
“Pestanya sudah selesai?” Sudut bibirnya tertarik ke atas, menyisakan segaris mata sipitnya. “… ada sedikit kendala di kantor imigrasi.”
“Eumm, masuklah.” Ajak Kyuhyun.
Kyuhyun berbalik, tubuhnya mendadak membeku mengetahui Jiwon bahkan menatapnya dengan ekspresi yang sulit di jelaskan.
“Wonnie?” gumam pria bermata sipit yang tak lain adalah Kim Jong Woon.
~~@~~
Lama tidak bertemu dan berkomunikasi membuat kecanggungan di antara keduanya tak dapat dihindari. Jiwon berulangkali menarik napas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya ini semua bukan mimpi.
Kyuhyun bahkan membawa kedua bocah itu ke kamar—menemaninya tidur—dan membiarkan dirinya berdua dengan Kim Jong Woon di taman belakang. Entah apa yang di rencanakan Kyuhyun untuknya dengan mendatangkan Kim Jong Woon ke rumah barunya. Setelah kejutan welcome party yang menghadirkan teman-temannya juga kedua orangtuanya dan Mr. Ferragamo—yang mengenalkannya pada dunia fashion pertama kali. Meskipun pria berkewarganegaraan Italia itu urung datang, namun flower dress yang ia kenakan saat ini adalah kado dari orang tersebut.
“Bag__”
Seperti diberi komando, mereka mengucapkannya secara bersamaan, membuat kekehan ringan keduanya terdengar.
Lady’s first!”
“Bagaimana kabarmu, Oppa?” Tanya Jiwon akhirnya setelah Jong Woon mempersilahkannya lebih dulu.
“Menyedihkan,” kalimatnya menggantung, membuat Jiwon menyipitkan matanya. “Seharusnya aku datang lebih awal ke acara welcome party kalian,” ujarnya dengan nada menyesal sebelum tersenyum dan menjulurkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Jiwon—hal yang sering dilakukannya dulu. “Bagaimana kabarmu? Kedua malaikat kecilmu itu terlihat aktif.” Nilainya, meskipun Jong Woon baru bertemu mereka beberapa menit.
Jiwon menghembus napas panjang dengan sebuah senyuman tersungging di bibirnya. “Yah, mereka selalu merecoki hariku… dan bodohnya aku selalu merindukannya saat mereka tak melakukan itu padaku.”
Sunyi. Keduanya terdiam, entah sedang meresapi kehidupan masing-masing.
“Kyuhyun tak pernah mengatakan kalian masih berkomunikasi,” kata Jiwon penasaran.
Bagaimana kedua pria yang terlihat seperti musuh itu menjalin hubungan kembali pasca insiden kecelakaan yang membuat Jong Woon koma. Ratusan pertanyaan yang bersarang di otaknya selama ini tiba-tiba kembali menyeruak, bahkan saat pertanyaan pertamanya belum di jawab.
“Kenapa kau tak melaporkan Kyuhyun ke pihak berwajib, Oppa? Kau tidak mungkin tidak tahu, Kyuhyun yang merencanakan kecelakaan itu, kan?” desak Jiwon.
“Kau tahu arti persahabatan?” kalimatnya tenang, “… tidak membenarkan ketika sahabatmu melakukan kesalahan, yang lebih penting dari itu sejatinya sahabat bisa mengajarkanmu banyak hal, dan pada akhirnya membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik.”
Sementara itu dari lantai dua, tepatnya jendela kamar duo krucilnya, Kyuhyun bisa melihat bagaimana kedua orang itu berpelukan. Ada kecemburuan disana, tapi tidak sama seperti beberapa tahun yang lalu. Kecemburuannya kali ini lebih kepada dirinya yang tidak bisa bersikap dewasa dan bijaksana seperti yang dilakukan Jong Woon.
Pria itu bahkan mengatakan langsung kepada pihak berwajib untuk tidak memperpanjang masalah kecelakaan mereka saat Kyuhyun menyerahkan dirinya. Saat itu juga Kyuhyun terlihat kerdil di mata Jong Woon. Salah satu alasan lain yang pada akhirnya membuatnya meninggalkan Korea.
Sebenarnya sudah sejak lama Kyuhyun ingin mempertemukan Jiwon dan Jong Woon, setelah hubungan mereka membaik. Namun Kyuhyun terlalu takut atau mungkin malu bahwa sebenarnya ia kalah di hadapan Jong Woon.
~~@~~
“Dokter Cho, bisa kita bicara sebentar?” Tanya Jiwon ketika Kyuhyun hendak naik ke lantai dua pasca mengantarkan Jong Woon ke depan pintu.
Kyuhyun mengangguk pelan lalu mengikuti Jiwon ke teras di belakang rumahnya.
“… jadi, sejak kapan kau mulai berhubungan dengan Jong Woon Oppa?”
Kyuhyun menarik napas tenang, sebelah tangannya tersembunyi di saku celana, “Haruskah malam pertama di rumah baru kita di awali dengan perdebatan?” pria itu menoleh.
Jiwon mendengus membuang wajahnya. “Aku hanya bertanya.” Elaknya.
“Jangan katakan kau menyesal menikah denganku setelah__”
Jiwon menoleh cepat, memotong perkataan Kyuhyun. “Kalau aku katakan aku menyesal, lalu apa yang akan kau lakukan, Cho Kyuhyun?” tantangnya dengan penekanan pada kata ‘Cho Kyuhyun’ sementara tatapannya berkata ‘Hal bodoh apalagi yang akan kau lakukan?’
Padahal sebenarnya Jiwon ingin mengucapkan terima kasih pada Kyuhyun untuk semua yang telah dilakukan hari ini. Tapi, sepertinya pria itu terlalu menduga-duga jalan pikirannya sendiri.
Kyuhyun menatap datar, sebelum langkahnya terayun mendekati Jiwon. “Kau ingin tahu apa yang kulakukan?”
Jiwon berusaha menyembunyikan ketakutannya saat melihat kilatan emosi di iris gelap Kyuhyun. Oh My Gosh! Benarkah kehidupan baru kita di rumah baru ini dimulai dengan pertengkaran?
Jiwon tidak mengerti apa yang harus dilakukannya saat Kyuhyun tiba-tiba sudah menguasai bibirnya. Melumatnya penuh emosi hingga tak memberikan kesempatan pada Jiwon untuk mengisi paru-parunya dengan oksigen. Jiwon mendorong dada Kyuhyun saat merasakan oksigen di paru-parunya semakin menipis.
Terbatuk-batuk, Jiwon menyuarakan umpatannya. “Bodoh, kau berniat membunuhku?!”
Jiwon menepuk-nepuk dadanya. Napasnya tersengal tak beraturan. Sementara Kyuhyun terlihat menyeringai senang melihat kepayahan istrinya.
“Aku bahkan bisa melakukan yang lebih parah dari itu jika kau berani mengulangi pertanyaan itu, Nyonya Cho!”
After a while, when I recognized you
Everything was clearly changing
My world separates to before and after knowing you
Ancaman romantis Kyuhyun membuat Jiwon mendesis. Meskipun cherry blossom mendadak bermekaran di dadanya saat Kyuhyun merentangkan tangan, hendak memeluknya. Entah mengapa kejahilan Jiwon mendadak naik ke permukaan saat itu, hingga ia berhasil menghindari pelukan Kyuhyun dengan berjongkok tiba-tiba. Jiwon menahan senyum menyadari ekspresi kesal Kyuhyun. Dan ketika pria itu kembali akan memeluknya, lagi-lagi Jiwon menghindar membuat kegeraman Kyuhyun semakin menjadi.
“Kau berniat main-main denganku, Sayang?” Kyuhyun berdecak.
Jiwon mengangkat bahunya acuh sambil terus waspada pada rengkuhan Kyuhyun. Ia terlihat menikmati permainan ini.
When you breath, a warm wind blows
When you smile, dazzling sunlight shines
Because you stayed there, because it’s you
Because you sometimes quietly lean on my shoulder
“Sayangnya, aku sedang tidak ingin bermain-main… aku lelah, mengantuk dan ingin tidur. Terserah kalau kau masih ingin disini.” Ujar Kyuhyun tak berminat meladeni Jiwon, pria itu berbalik memunggunginya.
Jiwon berdecak kesal. Ia selalu gagal menjahili pria itu. Napasnya berhembus panjang. “YAA!” Pekiknya saat menyadari Kyuhyun tiba-tiba berbalik dan menerjang tubuhnya, membuat mereka terguling-guling di rerumputan.
Kyuhyun sedikit meringis menahan bobot tubuh Jiwon di atasnya. Keduanya saling bertatapan, seperti remaja belasan tahun yang baru mengenal cinta, mereka bahkan saling memuja dengan pandangan itu. Dan entah setan mana yang sedang memengaruhi Jiwon, hingga ia berani melumat bibir tebal Kyuhyun lebih dulu. Membuat pria itu sedikit terkejut sebelum menyeringai dan mengimbangi permainan Jiwon.
I’m really, completely happy
I follow you as time flows and stops
Sometimes, I gaze at you
Because I can’t do anything else but that
Every moment of you, I hope it’ll be me
Mereka bahkan sudah menikah cukup lama, tapi setiap kali kontak fisik—meskipun hanya berciuman—debaran jantung keduanya tak bisa bersikap normal. Masih mempertahankan ciumannya, Kyuhyun membalikkan posisi mereka. Dan sepertinya Jiwon tak menyadari bahwa kini Kyuhyun menindihnya, karena ciuman pria itu teramat memabukkan. Kyuhyun menghentikan lumatannya, lalu menyeringai saat menemukan perpaduan ekspresi kesal dan memohon di wajah Jiwon.
“Kau ingin kita bermain disini, Desainer Shin?”
Bisikan serak Kyuhyun tak mampu memengaruhi otak Jiwon. Ia hanya tak ingin Kyuhyun menghentikan ciumannya. Sekecil apapun sentuhan pria itu selalu membuatnya kecanduan.

Just thinking of it overwhelms me, filling me with you
When I’m looking at you, you seem faraway like a dream
A starlight that has flown to me for several light-years is you right now
Because you stayed there, because it’s you
Because you sometimes quietly lean on my shoulder
I’m really, wholly thankful
I follow you as time flows and stops
Kyuhyun kembali melumat bibir Jiwon saat akhirnya wanita itu mengangguk bodoh. Kali ini tangannya tidak tinggal diam. Dan saat Kyuhyun bersiap menarik floral dress dari tubuh Jiwon, sebuah suara menginterupsinya.
Daddy! Aku tak bisa tidur di kamar baru,” adunya dengan wajah menahan kantuk.
Hyuno yang berdiri di samping Aleyna mengangguk setuju. “Kamar itu terlalu asing, Eomma.” Imbuhnya.
Suara familiar itu membuat kesadaran Jiwon kembali, lalu dengan cepat mendorong tubuh Kyuhyun.
“Apa yang Daddy dan Mommy lakukan disini?” Tanya Aleyna polos dengan tatapan menyipit.
Baik Kyuhyun maupun Jiwon sama-sama terlihat pucat pasi, kedua orang itu menelan ludahnya susah payah. Bibirnya terasa kelu untuk bersuara.
Eomma dan Appa juga tak bisa tidur di kamar baru, seperti kami?simpul Hyuno, membuat Jiwon dan Kyuhyun nyengir kuda. “Kajja, Noona! Kita tidur disini saja bersama Eomma dan Appa.” Hyuno berlari kecil menghampiri lalu berbaring di tengah-tengah mereka.
Aleyna mengernyit tampak berpikir. Kepalanya mendongak, kerlipan bintang di atas sana terlalu sayang untuk di lewatkan begitu saja. Tapi, ia tak pernah tidur di atas rerumputan tanpa alas apapun.
Kyuhyun yang menyadari pemikiran putri kecilnya, segera menarik taplak meja bekas pesta mereka yang belum dibereskan, lalu menggelarnya sebagai alas.
“Kemari,” panggil Kyuhyun dan gadis kecil itu segera menghampirinya.
Mereka semua berbaring disana. Seperti biasa, Aleyna memeluk Kyuhyun protektif dan Jiwon memeluk Hyuno sambil menyenandungkan lagu santoki—mountain bunny.
“Dokter Cho, biarkan mereka malam ini tidur di kamar kita,” ujar Jiwon saat mengangkat bocah-bocah itu dari sana.
“Tapi__”
Jiwon menatap tak suka.
“Ya, terserah kau saja.” Kyuhyun menyerah.

Sometimes, I gaze at you
Because for me, looking at you is love
Every moment of you, I hope it’ll be me
Just thinking of it overwhelms me, filling me with you
Every moment of you, I hope it’ll be me

THE END

No comments:

Post a Comment