Cast:
Cho Kyuhyun ~ Shin Jiwon ~ Aleyna Cho ~ Cho Hyuno
Cho Kyuhyun ~ Shin Jiwon ~ Aleyna Cho ~ Cho Hyuno
~~@~~
Jiwon menggigit ujung bibirnya dengan
pandangan menyipit menatap tumpukan kardus di sudut apartemennya. Minggu
depan mereka akan pindah ke rumah baru, namun satu barang-pun belum
mereka bungkus. Kardus-kardus itu masih kosong, Kyuhyun bahkan tak
menghubungi jasa angkut untuk memindahkan barang-barang tersebut.
Sementara Jiwon sendiri sibuk di kantor dan butiknya. Pulang dari sana, menjemput putra-putrinya di Day Care
terus berlanjut mengerjakan pekerjaan rumah sambil mengawasi mereka
bermain. Waktu luangnya hanya tersisa setelah kedua krucilnya tidur, dan
saat itu ia sudah sangat lelah.
Mau bagaimana lagi, ia dan Kyuhyun
sepakat tidak menggunakan asisten rumah tangga, kecuali saat harus ke
luar negeri beberapa hari untuk pagelaran fashion show, mereka akan memakai jasa asisten rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Jiwon memutar badannya ke penjuru arah
secara perlahan, tampak berpikir darimana sebaiknya ia memulai
pengepakan barang. Hingga matanya terhenti pada sebuah rak buku yang
mengapit meja TV.
“Ya, buku-buku itu harus di amankan lebih
dulu,” gumamnya pada diri sendiri sebelum meraih sebuah kardus lalu
berjalan mendekati rak buku.
Jiwon berjongkok, memulai memasukkan
buku-buku di rak paling rendah ke dalam kardus. Dua rak buku yang
berdiri mengapit meja TV, masing-masing berisi buku kedokteran milik
Kyuhyun dan buku tentang desain, miliknya. Selain tebal, buku-buku
tersebut sangatlah berharga bagi keduanya, hingga Jiwon sangat hati-hati
melakukannya agar tak ada bagian buku yang terlipat ataupun sobek.
“Desainer Shin, kau sedang apa?”
Suara tiba-tiba itu membuat Jiwon
menoleh, “Eo, Dokter Cho, kau sudah pulang? Aku tak mendengarmu masuk.
Kau pulang telat… aku sedang berkemas, kurasa buku-buku itu perlu di
amankan lebih dulu.” jelasnya sambil berdiri sebelum meraih tas di
tangan Kyuhyun.
Sebuah kecupan singkat mendarat di kening
Jiwon, “Heum, ada operasi mendadak,” jelasnya yang sudah bisa di tebak
oleh Jiwon. Pekerjaan Kyuhyun sebagai dokter kadang tak mengenal waktu,
terutama saat kondisi kritis. “Bukankah kita masih memiliki waktu satu
minggu lagi,” lanjutnya saat Jiwon berjalan ke meja kerja Kyuhyun.
Jiwon memutar badannya, setengah
menghadap Kyuhyun, “Iya, … dan barang-barang ini tidak akan selesai di
kemas hanya dalam waktu satu minggu, kan, Dokter Cho?” sahutnya sedikit
kesal, “Pria memang tidak peka dengan hal-hal seperti itu,” gerutunya
entah pada siapa saat berjalan ke dapur, setelah menaruh tas kerja
Kyuhyun di atas meja.
Bukannya tidak mendengar, Kyuhyun cukup
menanggapinya dengan senyuman kecil seraya berjalan ke kamar duo
krucilnya. Hal pertama yang wajib ia lihat begitu sampai rumah adalah
dua bocah itu. Tapi saat tangannya baru saja meraih kenop pintu, suara
Jiwon menginterupsi.
“Jangan sentuh anakku… kau belum mandi,
Dokter Cho.” Jiwon bahkan tak menatap ke arah Kyuhyun dan lebih memilih
berkonsentrasi pada minuman yang tengah dibuatnya.
Kyuhyun mendengus sebal, “Jika kau lupa,
dia juga anakku, Desainer Shin. Bahkan mereka memakai margaku,” sahutnya
tak mau kalah, sebelum melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.
Tak ingin membuat Jiwon murka, Kyuhyun
hanya melongokkan sedikit kepalanya melalui celah pintu untuk memantau
putra-putrinya yang tengah lelap. Senyumnya sedikit mengembang melihat
wajah polos duo krucilnya saat tertidur. Rasa haru bercampur senang
berputar-putar mengisi rongga dadanya.
Kyuhyun merasa baru kemarin menimang
keduanya, tapi sekarang, lihatlah, mereka tumbuh begitu cepat. Bayi
mungil yang dulu terlihat tak berdaya, sekarang sudah bisa berlari
mengejarnya. Bayi mungil yang dulu hanya bisa menangis untuk
menyampaikan keinginannya, sekarang sudah menjadi begitu cerewet dan
kritis. Dan Kyuhyun telah banyak kehilangan momen-momen tumbuh kembang
mereka. Meskipun Jiwon selalu mengiriminya foto ataupun video saat-saat
pertama bagi keduanya, tetap saja, Kyuhyun merasa bersalah pada buah
hatinya itu—Hyuno dan Aleyna.
Tanpa sadar, tangannya mendorong pintu
terbuka lebih lebar saat ia berniat melangkahkan kakinya ke dalam, namun
sebuah tepukan ringan dibahu membuat Kyuhyun mengurungkan niatnya.
“Sampai kapan kau terus berdiri di sini,
Dokter Cho?” Jiwon melirik Kyuhyun sekilas sebelum kembali menatap kedua
buah hatinya yang tampak nyaman berbalut selimut. “Lebih cepat kau
membersihkan dirimu, lebih cepat pula kau bisa menyentuhnya,”
Kyuhyun menarik sudut bibirnya, membuat
wajah lelahnya sedikit lebih cerah,”Kau benar,… kadang aku iri padamu,”
aku Kyuhyun saat menarik pinggang Jiwon agar lebih mendekat padanya.
Jiwon mengernyit, menurutnya kedua bocah itu cenderung tertarik kepada Kyuhyun ketimbang dirinya.
“Mereka bahkan mengabaikanku saat kau di rumah, Dokter Cho.”
Kali ini Kyuhyun yang mengernyit mendengar nada merajuk Jiwon, “Eiy! Jangan katakan kau cemburu padaku, Desainer Shin?”
Jiwon menghendikkan bahunya, sebelum
keduanya tertawa bodoh. Wanita itu berjalan lebih dulu ke ruang tengah
saat Kyuhyun menutup pintu kamar duo krucilnya. Sementara Jiwon
melanjutkan pengepakan bukunya, Kyuhyun duduk di sofa tak jauh darinya
sembari melepas ikatan dasinya.
Kyuhyun melirik tumpukan kardus setelah
menyesap tehnya, “Sayang, dari mana kau mendapatkan kardus sebanyak
itu?” kalimatnya terdengar penasaran.
Jiwon menoleh, “Eung?” lalu mengikuti
lirikan mata Kyuhyun, “Oh, aku membawanya dari kantor… bekas pengiriman
barang,” bahunya menghendik, “Kupikir masih cukup kuat untuk menampung
buku-buku ini dan mainan anak-anak, mungkin.” Ada sedikit keraguan,
mengingat jumlah buku mereka saja begitu banyak.
“Aku mau mandi,” beritahu Kyuhyun setelah menghabiskan tehnya, detik berikutnya pria itu sudah menghilang di balik pintu kamar.
~~@~~
“Dokter Cho, menurutmu, apa kita perlu
membawa sofa ini juga?” Tanya Jiwon begitu Kyuhyun kembali ke ruang
tengah, dengan tampang yang lebih fresh setelah mandi.
Wanita itu masih menatap sofa di depannya
dengan pandangan menilai, tak segera mendapat jawaban dari Kyuhyun,
membuatnya menoleh. “Wae?”
“Kau sudah makan?”
“Kau lapar?” Tanya Jiwon dengan ekspresi
bersalah. Sibuk dengan kegiatan pengepakan membuat suaminya terlupakan.
“Tunggu sebentar, akan aku siapkan,”
Dengan cepat kaki jenjangnya melangkah ke
dapur, seperti sudah menjadi keahliannya, tangan-tangan halus itu
bekerja cekatan, namun segera terhenti saat sebuah tangan kokoh menahan
pergerakannya. Jiwon mendongak dan mendapati Kyuhyun melirikkan mata,
sebuah isyarat baginya untuk duduk di sebuah kursi yang sudah dipilihkan
pria itu.
“Yaa! Singkirkan tanganmu, bagaimana aku bisa menyiapkan makanan kalau kau menahanku seperti ini?” protesnya.
Kyuhyun berdecak, “Tidak bisakah kau
hanya menuruti perintahku saja tanpa harus berkata ini dan itu.”
Kalimatnya terucap dalam satu tarikan napas sebelum mengangkat tubuh
Jiwon dan mendudukkannya di kursi makan.
Dengan badan membungkuk kedua lengan
Kyuhyun bertumpu pada sandaran kursi yang di duduki Jiwon, membuat tubuh
wanita itu terkurung di bawahnya. “Kau cukup duduk manis disini,
Desainer Shin, mengerti?” iris gelap itu mengintimidasi.
Dalam waktu lima belas menit, Kyuhyun
telah menyelesaikan semuanya. Meja makan itu kini penuh dengan wadah
berisi makanan. Kyuhyun menarik satu kursi untuknya, dan menaruh
semangkuk nasi di depan Jiwon. “Kau berharap aku menyuapimu?”
Jiwon segera menyingkirkan tangan Kyuhyun dari mangkuk nasinya. “Aku bisa melakukannya sendiri.”
“… sudah kubilang, makanlah lebih dulu, jangan menungguku pulang.” Ujar Kyuhyun.
“Biasanya kau memberi kabar kalau pulang
telat.” Sahut Jiwon sembari bersiap memasukkan sumpit ke dalam mulutnya.
“Kau tidak makan?”
“Aku sudah makan,” ada nada bersalah yang sengaja di tutupi Kyuhyun dengan wajah datarnya.
Seketika raut wajah Jiwon berubah kesal.
Menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi setelah meletakkan sumpit
di sisi mangkuk. Ia bahkan menunggu Kyuhyun pulang agar bisa makan malam
bersama, tapi pria itu memilih makan malam di luar tanpa pemberitahuan.
“Ya, ya, ya, aku minta maaf… aku tidak
bisa menolak tawaran Direktur rumah sakit.” Kyuhyun mencoba menjelaskan.
Mengerti bahwa penjelasannya itu sama sekali tak berarti bagi Jiwon
yang sudah terlanjur kesal padanya, “Baiklah, aku akan menemanimu makan…
lanjutkan makanmu.” Perintah Kyuhyun.
~~@~~
Saat Jiwon membereskan meja makan,
Kyuhyun memilih masuk ke dalam kamar anak-anaknya; mengecup dan
mengucapkan selamat tidur kepada mereka meskipun mereka tak akan
mendengarnya.
“Yaa! Ini sudah malam, sampai kapan kau
terus mengerjakan itu, Desainer Shin?” sembur Kyuhyun begitu keluar dari
kamar dan mendapati Jiwon tengah melanjutkan pengepakan.
Jiwon tak menghiraukan perintah Kyuhyun,
membuat pria itu berjalan menghampiri dan mencekal tangan istrinya.
“Hentikan!” tatapannya mengintimidasi, “Kau tak perlu melakukan ini…
besok aku akan menghubungi jasa angkut barang… ayo tidur.” Ajak Kyuhyun.
“Wae?” Tanyanya saat Jiwon menghentikan langkah, memutar badannya
menghadap jendela kaca di belakang sofa.
Gorden yang masih terbuka melihatkan
tempelan kertas merah muda di sisi kaca. Itu adalah kartu ucapan yang di
tulis Kyuhyun untuk ulang tahun Jiwon saat mereka masih menganggap
pernikahannya hanya pura-pura.
Jiwon menekuk lututnya di atas sofa,
tangannya terjulur berniat melepas tempelan-tempelan kertas persegi
panjang yang dibentuk menjadi symbol ‘love’ itu saat Kyuhyun menahannya.
“Biarkan saja seperti itu,”
“Eung?” Jiwon menoleh. “Kita akan
meninggalkan apartemen ini… kau ingin pemiliknya yang baru melihatnya,
cih, menjijikkan.” Desis Jiwon sebelum kembali melanjutkan aksinya,
namun Kyuhyun segera mengangkatnya dari sana.
“Tidak ada pemilik baru, Desainer Shin.
Aku tidak akan menjualnya pada siapapun,” jelas Kyuhyun dengan
seringaian kemenangan yang terlihat begitu arogan di mata Jiwon.
Lagipula siapa yang berniat membeli apartemen ala playgroup
miliknya. Bahkan sudah tak ada tempat yang tersisa, dindingnya penuh
dengan tempelan hasta karya duo krucilnya, ditambah coretan-coretan
abstrak lainnya. Mungkin ia akan menjadikan apartemen itu sebagai museum
keluarga yang mengabadikan moment-moment buah hatinya.
Jiwon mendengus kecil saat Kyuhyun
menurunkannya di tempat tidur. Tak pedulikan istrinya, Kyuhyun mematikan
lampu lalu masuk ke dalam selimut. Ia lelah. Lelah mengurus semua
persiapan perpindahan mereka tanpa sepengetahuan Jiwon.
“Dokter Cho?”
“Heum?”
“Apartemen ini menyimpan banyak kenangan… tidakkah kau merasa berat meninggalkannya?” nadanya terdengar sesak.
Bukannya menjawab, Kyuhyun malah menarik
Jiwon agar lebih merapat padanya. “Tidurlah, kau ini cerewet sekali,”
tukas Kyuhyun dengan mata yang masih terpejam.
Meski tak melihat ekspresi wajahnya,
namun Kyuhyun merasakan hembusan napas pasrah Jiwon menghantam dadanya
sebelum wanita itu melesakkan kepalanya disana.
Kita akan membuat kenangan yang lebih banyak lagi di rumah baru kita, Desainer Shin.
~~@~~
Cahaya matahari bersinar hangat saat
mobil yang di kemudikan Kyuhyun melambat di depan sebuah rumah yang
terlihat menjulang dari luar. Sementara Hyuno dan Aleyna yang berada di
jok belakang terlihat penasaran.
“Appa, kita akan mengunjungi siapa?” tanya Hyuno yang sudah menempelkan hidungnya pada jendela mobil.
Berbeda dengan Aleyna, gadis kecil itu sudah memasang tampang cemberut. “Dad, aku tidak ingin ke rumah teman Daddy.”
“Memangnya kenapa?” sahut Jiwon saat pagar besi setinggi tiga meter itu membuka otomatis.
“Karena Daddy akan melupakanku, Mom… lalu sibuk dengan teman-temannya.” Adunya.
Jiwon menatap Kyuhyun dengan ekspresi ‘dengarkan, Dokter Cho? Putrimu itu protektif sekali.’
Kyuhyun terkekeh disela konsentrasinya
memutar roda kemudi, membawa mobil itu melewati pagar pembatas sebelum
matanya bergerak memantau Aleyna melalui kaca spion di atasnya.
“Ah, benarkah?… bukan karena Daddy mengatakan bahwa Christina Lee lebih manis,” goda Kyuhyun.
Aleyna tak ingin menanggapi kalimat
ayahnya, ia memilih mengalihkan pandangannya pada deretan air mancur di
sisi jalan. Dan jelas saja Aleyna merasa kesal saat ayahnya memuji anak
gadis orang lain di depannya. Haruskah kejadian itu terulang lagi dan
kali ini di depan ibu dan adik laki-lakinya? Oh, tidak. Itu terlalu
buruk untuknya.
Aleyna belum menyadari jika mobil yang
mereka tumpangi berhenti di depan sebuah tangga batu yang berujung pada
teras rumah. Hingga suara nyaring ayahnya membuatnya mengerjap.
“Cha! Kita sudah sampai.” Aleyna melenggang keluar saat pintu di buka oleh ayahnya.
“Eomma, rumah siapa ini? Luas sekali.” Gumamnya saat Jiwon meraih tangan mungil Hyuno, mendekati Kyuhyun dan Aleyna.
Jiwon dan Kyuhyun memang belum memberitahukan perihal kepindahan ini kepada mereka.
“Menurutmu aku bisa bermain sepak bola di sini, Eomma?”
Jiwon tersenyum menatap Hyuno. Entahlah,
sepertinya, hari ini putranya lebih cerewet dibandingkan Aleyna. “Tentu
saja kau bisa bermain sesukamu.”
“Mwo?” ada nada ketidakpercayaan di wajah polosnya. Bahkan Aleyna juga ikut memasang wajah seriusnya.
“Ahahaha.” Tawa Kyuhyun menggelegar
melihat ekspresi kedua buah hatinya. “Yaa! Ini rumah baru kita.”
Tangannya terjulur mengacak rambut keduanya yang membuat Aleyna
memberengut.
Jiwon mengangguk saat kedua bocah itu menatapnya. “Kajja!” mengulurkan tangannya untuk membawa kedua bocah itu menaikki tangga, namun Kyuhyun segera menahannya. “Wae?”
Kyuhyun mendekatkan kepalanya,
membisikkan sesuatu di telinga Jiwon. “Dulu kita tak melakukan ini saat
pertama kali ke apartemen.”
“Eung?” Jiwon mengernyit tak mengerti
yang di balas Kyuhyun dengan decakan kesal sebelum pria itu
menyenggolnya. “Akh!” pekik Jiwon.
“Eomma!”
“Mom!”
Pekik kedua bocah itu kaget bercampur panik melihat Jiwon hampir saja terjatuh. Untung saja Kyuhyun segera menahannya.
“Gwaenchana?” tanya Kyuhyun dengan ekspresi khawatir. Namun Jiwon yakin itu hanya pura-pura, bukankah pria itu tadi yang menyenggolnya.
“Apa mak__”
“Oh, sepertinya Appa harus menggendong Eomma… kalian berjalanlah lebih dulu.” perintah Kyuhyun pada duo krucilnya.
Jiwon berdecak saat Kyuhyun membopongnya
meniti tangga batu yang membawa mereka ke teras. “Ck! Kekanakan.” Yang
dibalas Kyuhyun dengan hendikan bahunya acuh. “Ini seperti__”
“Keinginanmu!” sahut Kyuhyun cepat.
Jiwon mengernyit. “Kapan aku mengatakannya?” bantahnya.
Kyuhyun hanya melihatkan senyum penuh
teka-teki. Jiwon tak pernah mengatakan apapun padanya. Ini murni
keinginan Kyuhyun. Awal pernikahan mereka berbeda dengan pernikahan
orang lain pada umumnya. Wajah Jiwon sembab saat Kyuhyun membawanya
pertama kali ke apartemen. Tentu saja karena itu bukanlah pernikahan
yang Jiwon inginkan. Meski berlaku manis layaknya drama bukanlah
keahlian Kyuhyun, apapun akan ia lakukan demi sebuah senyuman di wajah
Jiwon.
Jiwon tahu tak ada apa-apa dengan
kakinya, ia tahu ini semua akal licik Kyuhyun di depan anak-anaknya.
Hanya saja ia terlalu malu jika harus di depan anak-anaknya, mengingat
sifat kritis yang dimiliki keduanya.
“Desainer Shin, apa personil keluarga kita akan bertambah?”
“Nde?” merasa tak mengerti
dengan kalimat Kyuhyun. Detik berikutnya Jiwon berdecak saat menyadari
kemana arah pembicaraan pria itu. “Lupakan saja keinginanmu itu, Dokter
Cho.”
“Tapi, kau berat sekali.” Godanya.
“YAA!” murka Jiwon, matanya sudah
membulat seram. Sementara kedua bocah yang terpaut lima anak tangga di
depannya tampak menoleh kaget.
“Eomma, gwaenchana?” Tanya Hyuno polos.
“Nan gwaenchana.” Jawab Kyuhyun,
lalu tertawa puas—setelah kedua bocah itu berbalik untuk melanjutkan
langkahnya—saat menatap Jiwon. “Kau tahu mengapa wanita selalu sensitive
dengan berat badan dan usia?”
“Bohong jika seorang wanita mengatakan tak peduli dengan kedua hal tersebut… kau pernah dengar istilah wanita dinilai dari penampilannya sedangkan pria dari tutur katanya?” ujar Jiwon.
Kyuhyun tahu wanita itu sedikit
menyindirnya. Mengingat bagaimana dulu gengsinya terlalu tinggi bahkan
hanya untuk mengucapkan kata terima kasih apalagi sampai memuji Jiwon.
Yang paling parah, ketika ia memilih pergi ke Jerman daripada harus
mengakui perasaannya pada Jiwon. Kyuhyun tersenyum mengingatnya. Dan
sekarang putri kecilnya yang mewarisi sifat itu.
“Daddy! Apa begitu menyenangkan membopong Mom?” kata Aleyna datar namun terdengar nada cemburu di telinga Jiwon.
Kyuhyun yang tengah mengingat masa lalunya masih belum sadar sepenuhnya hingga suara Jiwon membuatnya berjengit kecil.
“Turunkan aku, Dokter Cho. Putrimu mulai merajuk.”
Setelah menurunkan Jiwon, Kyuhyun memberi aba-aba kepada mereka untuk menghitung mundur.
“3…”
“2…”
“1…”
“WELCOMEEE!”
Jiwon, Aleyna dan Hyuno tersentak kaget
mendapati banyak orang muncul dari balik pintu. Balon serta kertas
warna-warni berhamburan di atasnya. Teman-teman Kyuhyun juga
teman-temannya tengah menyambut kedatangan mereka.
“Chukaeyo,” Dokter Lee Hyukjae merentangkan tangannya.
“Kuakui Kyuhyun memiliki selera tinggi
dalam memilih rumah,” sahut Lee Sena memamerkan senyum cerahnya.
“Selamat datang di rumah barumu, adikku.”
“Terima kasih, Eonni.” Jiwon melepaskan pelukannya pada Lee Sena ketika sebuah suara menginterupsinya.
“Selamat Nyonya Cho, kau beruntung menjadi istrinya.”
Detik berikutnya mata Jiwon kembali berbinar melihat siapa yang berdiri di depannya saat ini.
“Kang So Hee, kau ada disini?” Keduanya
berpelukan melepas rindu, “Lama tak melihatmu… eh, dimana manusia 4D-mu,
aku tak melihatnya. Kalian masih bersama, kan?” goda Jiwon yang
mendapatkan pelototan tajam, hingga membuatnya terkekeh.
“Hei, Shin Jiwon! Kau masih saja cerewet
seperti dulu.” sela suara bariton dari balik punggung So Hee—Kim
Heechul. “Dan kau Cho Kyuhyun, tak seharusnya kau membelikan rumah
sebesar ini padanya,” dagunya menghendik ke arah Jiwon.
“YAA!” Pekik Jiwon yang membuat Kyuhyun juga orang-orang yang ada disana terkekeh mendengarnya.
“SURPRISE!” Pekik Ahra yang muncul dari balik kerumunan.
Jiwon membekap mulutnya—syok—sebelum menghambur ke pelukan Ahra. “Eonni, kapan kau datang?” mengingat kakak iparnya itu tinggal di Jepang.
Belum sempat Ahra menjawab, suara lain kembali menyapanya.
“Wonnie!”
“Oh, Jungso Oppa, kau juga ada disini?”
Jiwon mengernyitkan dahinya “Dimana Sora, aku tak melihatnya?” lalu
pandangannya tertuju pada pasangan Dokter Lee Hyukjae dan Lee Sena
kemudian beralih pada Kang So Hee dan Kim Heechul. “Lee Jaena, Ji Hyo
dan Ji Hye, dimana mereka?”
Menyadari keberadaan anak-anak kecil itu
membuat Jiwon sadar akan duo krucilnya. Terlalu hanyut dengan surprise
yang diberikan Kyuhyun membuatnya lupa ada Hyuno dan Aleyna bersamanya.
Dan saat Jiwon menoleh, kedua bocah itu sudah tidak ada di tempatnya.
“Yaa! Kemana perginya mereka?” matanya menatap Kyuhyun meminta
penjelasan.
Kyuhyun menghembus napas, antara enggan
dan malas menjawab pertanyaan istrinya itu. “Ck! Desainer Shin kau
bersikap seolah-olah baru pertama menghadapi kelakuan putra-putrimu.”
Desisnya. “Mereka ad__”
“Chichi!”[1]
Semua yang ada disana menoleh ke sumber
suara dan serempak memekik “Astaga!” saat melihat seorang gadis kecil
yang baru bisa berjalan berlari susah payah dengan linangan air mata
karena gadis kecil berambut panjang mengejarnya seperti mengejar
serangga di kebun belakang rumah.
“Aleyna!” geraman tertahan Kyuhyun menyadari kelakuan putrinya.
“Oh, Juliet!” Jungso segera menghampiri putrinya dan mengangkatnya.
“Chichiiiii,” celoteh Sora disela tangisannya, seolah mengadu pada ayahnya.
“Uljima… uljima…” Ujar Jungso berusaha menenangkan putri kecilnya.
Menyadari tatapan peringatan dari kedua
orangtuanya membuat Aleyna memasang wajah innocent di depan mereka dan
bersiap dengan aktingnya.
“Aku ingin mengajaknya bermain, Imo-nim, Samchon-nim.” Mata bulatnya terlihat memohon di depan Park Jungso dan Cho Ahra.
Ahra tersenyum, “Sejak kapan putri dari
Dokter Cho dan Desainer Shin bersikap semanis ini?” Ahra berjongkok
menyamakan tinggi Aleyna. “Sora-chan memang seperti itu jika bertemu
dengan orang baru… jadi, kau tak perlu merasa bersalah, ne?”
Angguk Jungso meyakinkan saat mata bulat Aleyna menatapnya. “Ayo kita main lagi,” ajaknya membawa serta Aleyna ke dalam.
“Sebaiknya kita juga ke dalam jika tak ingin kehancuran besar menjadi pembuka party kita.” jelas Lee Sena yang dibenarkan oleh mereka.
“Dokter Cho,” panggil Jiwon saat mereka hanya berdua saja di teras karena yang lainnya sudah masuk.
“Heum?” gumam Kyuhyun sembari menoleh.
Jiwon berjinjit untuk mengecup pipi
Kyuhyun, “Terima kasih,” katanya ketika Kyuhyun masih belum sadar dari
terkejutnya karena ciuman mendadak Jiwon.
Dan saat Kyuhyun hendak mengucapkan
sesuatu, wanita itu sudah menghilang dari hadapannya. Membuatnya tertawa
bodoh seperti orang gila. Ia baru akan melangkah saat sebuah suara
menyambangi telinganya.
“Dokter Cho, apa kami terlambat?”
Kyuhyun tak bisa menutupi keterkejutannya
saat memutar badannya dan mendapati Direktur Rumah Sakit tempatnya
bekerja berjalan ke arahnya. “Oh, Dokter Choi,” ia membungkuk hormat.
“Kudengar Anda sedang berada di luar negeri, maaf__”
Kalimatnya sontak terhenti mendapati bahwa Direktur Rumah Sakit itu tidak datang sendirian. Ia datang bersama…
“Hai, Dokter Cho.” gadis cantik dengan senyum terkembang itu menggandeng tangan dua bocah laki-laki. “Kajja!”
Kyuhyun tertegun melihat bagaimana wanita
muda itu memperlakukan kedua putranya. Kadang ia tidak percaya, gadis
berisik, dan berjiwa evil yang dulu dibimbingnya saat menjadi koass kini
sudah menjadi seorang ibu. Bahkan ia masih belum yakin sepenuhnya
Direktur Rumah Sakit tempatnya bekerjalah yang menikahi gadis itu—Han
Seo Jin.
“Beri salam pada Uncle Cho.” perintahnya lembut.
Bocah laki-laki berusia 9 tahun dan 6 tahun itu membungkuk hormat pada Cho Kyuhyun. “Annyeonghaseyo.” Ujarnya serempak.
“Mari masuk,” ajak Kyuhyun pada mereka.
~~@~~
Ternyata bukan hanya teman-teman mereka
saja yang datang. Kedua orangtua Kyuhyun juga turut hadir. Bahkan
orangtua Jiwon yang berdomisili di Busan pun ada disana. Entahlah,
rasanya ucapan terima kasih saja tidak akan cukup. Kyuhyun begitu luar
biasa memberikan ini semua untuknya.
Taman belakang yang luas itu telah disulap menjadi arena garden party
mewah namun tetap nyaman dan santai. Ahra sebagai desainer telah
mempersiapkan semuanya sesuai kemauan Kyuhyun. Dengan rumah yang
didominasi warna putih itu sebagai background terlihat cocok,
menyatu dengan lampion-lampion yang menjuntai dari ranting-ranting
pohon. Di bawahnya kursi bergaya minimalis berwarna gold memutari meja bundar taplak linen dengan warna senada. Kelopak terang fuchsia, lavender dan tangerine flowers yang berbagi tempat di dalam vas kaca memberi kesan ceria dan full colour. Sangat sesuai dengan selera Si Pemilik Rumah yang tidak suka pesta bergaya full-blown.
Mengingat Garden Party kali ini melibatkan anak-anak, Ahra juga mempersiapkan fairy crown lucu yang wajib di kenakan oleh anak perempuan. Meja dan kursinya pun di desain khusus dengan warna-warni terang lembut. S line canopi
berbahan lembut berfungsi menghalau sinar matahari secara langsung.
Pada dahan-dahan pohon yang menjuntai di atasnya tergantung botol kaca
yang sudah terisi bunga dan lilin besar yang akan dinyalakan saat langit
telah berubah warna.
Rasanya tak lengkap jika dalam sebuah
pesta tak ada makanan ringan. Sandwich, Pie, Cupcakes, Chocolate Stik,
serta permen aneka bentuk sudah Ahra siapkan agar anak-anak itu tetap
nyaman menikmati pesta ini.
Manson Jar Drink aneka rasa mengisi
dispenser-dispenser kaca eksklusif, berjejalan dengan gelas kristal di
atas meja terpisah, sebelahnya botol-botol lemonade tertimbun es batu di
dalam sebuah ember.
Entah berapa won yang telah Kyuhyun
keluarkan untuk pesta penyambutan ini. Jiwon yang masih terpana dengan
dekorasi di depannya hanya bisa menggelengkan kepalanya, antara percaya
dan tidak. Bahkan Ahra yang terus saja mengoceh menjelaskan ini dan itu
sejak tadi padanya, terabaikan.
“Eonni… tidakkah ini terlalu berlebihan untuk sebuah welcome party?”
gumam Jiwon tanpa menatap Ahra yang hanya tersenyum membisu. Membiarkan
adik iparnya itu mengagumi hasil karyanya. “… ini lebih mirip seperti… wedding party.” Jiwon menoleh, meminta penjelasan Ahra.
Ahra menghendikkan bahunya, “Entahlah,
semua ini ide suamimu… aku hanya merealisasikan apa keinginannya,”
jawaban Ahra tidak sesuai harapan Jiwon dan terkesan menutup-nutupi.
“Ayolah, Nyonya Cho… kau hanya perlu bersenang-senang… yang lainnya tak
perlu kau pikirkan.” Tawa lebar Ahra sebelum wanita itu bergabung dengan
yang lainnya.
Jiwon menarik napas dalam-dalam, memantau
orang-orang hilir mudik dengan kegiatannya masing-masing. Ahra sibuk
memberi instruksi, membenahi sesuatu yang dirasanya kurang pas,
sementara Kang Sohe, Lee Sena, Kim Hana serta Ryu Min
Yeong—ibunya—terlibat dalam penataan meja makan. Dan sejumlah pria itu
sepertinya terlibat perbincangan seru—entah tentang apa—yang membuat
tawa mereka meledak. Kecuali Park Jungso, pria itu sibuk mengawasi
Juliet-nya yang ingin terlibat permainan dengan anak-anak yang lebih
besar darinya, berputar-putar, berlari kesana-kemari. Sesekali jeritan
gemasnya melengking, nyengir melihatkan giginya yang baru tumbuh di
beberapa bagian saja.
Sementara Lee Jaena—putri tunggal
pasangan Dokter Lee Hyukjae dan Atlet Judo Lee Sena—yang agak tomboy itu
memilih bergabung dengan Ji Hyo dan Hyuno ketimbang terlibat permainan
anak perempuan bersama Ji Hye, Aleyna dan Park Sora—putri kecilnya
Dokter Park Jungso dan Cho Ahra.
“Kemarilah… kami memanfaatkan taman belakang.”
“Oh, benarkah ini semua pilihanmu, Dokter Cho?”
Derap langkah yang semakin mendekat serta
dialog-dialog bernada takjub yang menyapa gendang telinganya membuat
pantauan Jiwon buyar, lalu membalikkan badannya dan mendapati Kyuhyun
tengah berjalan ke arahnya bersama atasannya—Dokter Choi Siwon—juga
wanita cantik yang sempat membuatnya cemburu—Han Seo Jin. Pasangan yang
menikah dua tahun lalu dan belum dikarunia seorang putra itu, kini
terlihat datang bersama dua orang anak laki-laki. Jiwon tak sempat
berpikir apapun karena Kyuhyun telah lebih dulu menginterupsinya.
“Sayang, lihat siapa yang datang?” ujar Kyuhyun seraya mengambil tempat di samping istrinya.
Jiwon membungkuk memberi salam, “Annyeonghaseyo.”
“Eonni, aku merindukanmu,”
hambur Han Seo Jin mendadak, wanita itu masih saja bersikap kekanakan.
Membuat Kyuhyun juga Siwon tertawa. “Kau tak pernah ke rumah sakit
sekarang?” racaunya yang hanya ditanggapi Jiwon dengan senyuman
kikuknya.
Siwon meraih pundak istrinya, “Maafkan istriku, Desainer Shin,” pria berlesung pipi itu menyunggingkan senyumnya.
Han Seo Jin menatap Siwon penuh tuntutan, “Aku tak melakukan kesalahan apapun, Oppa.” Pernyataan serta ekspresi polosnya itu membuat ketiga orang lainnya menahan tawa.
“Sudahlah jangan hiraukan, Dokter Choi.”
Lerai Jiwon. “Eiy, siapa mereka… aku belum pernah melihatnya?” matanya
turun pada dua bocah laki-laki.
“Oh, aku lupa memperkenalkannya padamu, Eonni.” Katanya antusias sebelum meraih tangan kedua bocah itu. “Beri salam pada Aunty.”
“Annyeonghaseyo, Aunty.”
“Aigoo~Kyeopta.” Balas Jiwon. “Siapa nama kalian?”
Kedua bocah itu menatap Siwon dan Han Seo
Jin bergantian, seperti meminta ijin. Baru setelah mereka mengangguk,
bocah laki-laki itu menyebutkan namanya.
“Choi Jun Woo imnida.” Ucap bocah laki-laki yang lebih besar, diikuti adiknya yang terpaut tiga tahun.
“Choi Jun Seo imnida.”
“Ah…” hanya itu yang keluar dari mulut Jiwon saat mengangguk.
Sebenarnya ia ingin bertanya lebih banyak, tapi tidak tepat untuk saat ini. “Kajja…
teman-teman kalian ada disana.” Ajak Jiwon sembari mengambil alih kedua
lengan bocah itu dan membawanya ke taman, bergabung dengan yang lain.
Diikuti Han seo Jin dibelakangnya.
“Jihyo~ya, Hyuno~ya! Kalian kedatangan teman baru,” kedua bocah beda usia itu menoleh mendengar suara Jiwon.
“Eoh, siapa mereka?” Lee Jaena yang kebetulan ada di sana ikut terpana melihat Jungwoo dan Junseo.
Setelah memastikan anak-anak itu bermain
bersama, Jiwon membawa Han Seo Jin bergabung dengan ibu-ibu yang lain.
Menjadikan Han Seo Jin paling muda di antara mereka. Baru saja mereka
terlibat dalam sebuah pekerjaan, Kyuhyun menghampiri dan menarik Jiwon
dari sana.
“Ada apa?” Tanya Jiwon di sela langkah mereka.
~~@~~
Jiwon mematut dirinya di depan cermin besar yang ada di kamar itu. Flower dress rancangan Salvatore Ferragamo membuatnya ragu untuk beranjak dari sana. Menurutnya dress yang diberikan Kyuhyun itu terlalu pendek. Kepalanya menoleh saat mendengar derit pintu terbuka.
“Mr. Ferragamo yang mengirimkannya
untukmu,” ujar Kyuhyun saat menyadari ekspresi penuh tanya dari Jiwon.
Sontak mata Jiwon membulat. Namun Kyuhyun menanggapinya dengan santai,
pria itu malah menyelipkan beberapa anak rambut Jiwon ke belakang
telinga. “Beliau juga hadir disini,” bisiknya dengan cengiran kemenangan
yang membuat Jiwon semakin menganga lebar.
“K-kau__” kalimat terbata Jiwon terhenti oleh kecupan singkat Kyuhyun di pipinya.
Senyuman miring itu masih terlihat jelas. “… aku tunggu di bawah.”
Jiwon mendapati kesadarannya saat pintu
itu sudah tertutup sempurna. Matanya mengerjap tatkala pintu kembali
terbuka dengan kepala Kyuhyun menyembul di celahnya.
“Cepat sedikit, Sayang… semua sudah menunggu.”
~~@~~
“Kenapa harus mengundang Mr. Ferragamo ke acara seperti ini?” gerutu Jiwon sambil terburu menuruni anak tangga.
“Kau sudah siap?” suara berat itu membuat Jiwon mengangkat wajah.
Jiwon mengernyit, “Appa?”
Shin Jung Hwa berjalan mendekat dan
mengulurkan tangannya begitu berdiri di depan Jiwon. Menginteruksikan
agar putrinya itu melingkarkan tangannya di lengannya. Dan ketika Jiwon
tak kunjung melakukannya, sebuah senyum tersungging di wajah pria tua
itu sebelum berkata.
“Biarkan Appa menyelesaikan
kewajiban seorang ayah. ” ujarnya dengan nada meminta maaf yang langsung
di sambut Jiwon dengan memeluknya erat dan terisak di bahu ayahnya.
Dulu saat hari pernikahannya dengan
Kyuhyun, Cho Yeung Hwan lah yang mengantarnya ke altar. Tentu saja hari
itu menjadi hari yang tak pernah Jiwon lupa. Kim Jong Woon mendadak
membatalkan pernikahan dan ayahnya mengalami serangan jantung karena hal
itu. Detik itu juga bayangan akan kehidupan yang suram menghantuinya.
Entah apa yang terjadi dengan otak Cho
Kyuhyun saat itu hingga mempunyai inisiatif untuk menggantikan peran Kim
Jong Woon sebagai mempelai pria. Dan bodohnya, ia tak mampu berbuat
apa-apa kecuali menerima pernikahan itu. Bahkan hingga detik ini,
Kyuhyun tak pernah memberitahukan alasannya pada Jiwon.
“Yaa! Apa yang kalian lakukan disini? Semua sudah menunggu.” seru Ryu Min Yeong sembari berjalan menghampiri keduanya.
Shin Jung Hwa terkekeh setelah Jiwon melepaskan pelukannya. “Kau tanyakan saja pada putrimu yang cengeng ini,”
“Appa,” rajuk Jiwon tak suka dikatakan cengeng.
“Haish! Sudahlah, kalian membuatku iri,”
desis Min-Yeong, membuat Jiwon terkejut sementara Shin Jung Hwa hanya
tersenyum membisu.
“Eomma apa kau cemburu? … aku
pun merasakan hal yang sama ketika Aleyna mulai merajuk pada Kyuhyun,”
adunya yang disambut tawa oleh kedua orang tuanya.
“Ya, anak perempuan memang lebih dekat
dengan ayahnya… dan akan menjadi asing dengan ibunya ketika sudah
menikah,” sahut Min-Yeong pelan.
“Eomma, aku tidak seperti itu,”
protesnya, sebelum mengecup pipi ibunya. Detik berikutnya ia tersenyum
simpul menyadari bahwa Aleyna juga sering melakukan ini padanya.
“Kalian bersiaplah, Eomma akan__”
Min-Yeong menghentikan kalimatnya saat Jiwon mengamit lengannya. “Aku ingin Appa dan Eomma yang mendampingiku.” cengirnya.
Sesaat setelah Kim Heechul
mengumandangkan nama Jiwon, pintu di depannya terbuka perlahan.
Bersamaan dengan itu instrument lembut mengiringi langkahnya, bercampur
riuh tepuk tangan orang-orang yang ada disana. Detik itu juga Jiwon
merasakan seluruh tulangnya meleleh seperti lilin, bersyukur kedua
orangtuanya mendampingi.
Ini bukan sebuah acara pernikahan, bahkan
tak ada altar di sana, namun Jiwon merasakan dadanya berdegup kencang.
Mungkin ia akan menjerit sekuat yang ia bisa jika saja tatapan
memperingatkan Kyuhyun di ujung sana tidak menginterupsinya atau
cengiran malu-malu Aleyna dan Hyuno yang membuat pipinya merona.
Mantra belenggu dari iris gelap Kyuhyun membuat Jiwon hanya memakukan tatapannya kesana. Kemeja hijau tosca lengan pendek yang dilengkapi sweater vest
berwarna cokelat muda membalut tubuh tegapnya. Mata yang biasanya
berlapis kacamata kini terbuka tanpa penghalang apapun. Rambutnya
sengaja ditata berantakan. Jam tangan mewah di pergelangan tangan
kirinya menyatu dengan celana pipa yang menggantung di pinggulnya.
Dengan penampilannya itu, orang tak akan mengira jika Kyuhyun telah
memiliki dua buah hati berusia tiga tahun yang kini berada di
kanan-kirinya.
Sementara itu, Kyuhyun berusaha tenang
mendengar bisikan-bisikan Aleyna dan Hyuno yang terus mengumamkan
ibunya. Mungkin mereka sedang menerka-nerka adegan apa yang akan
dilihatnya setelah ini? Membayangkan kedua orangtuanya terlihat seperti Aladdin dan Jasmin, beauty and the beast, atau cinderella dan pangeran tampan? Mereka hanya perlu mengikutinya sampai akhir.
Tak bermaksud mengabaikan kedua buah
hatinya, nyatanya Kyuhyun benar-benar tertawan oleh kecantikan natural
istrinya yang bahkan sudah ia kagumi sejak mereka masih sama-sama
berstatus sebagai siswa High school. Padahal wanita itu tak
memakai riasan profesional ataupun gaun super mewah yang dipakai oleh
para model. Wajah khas wanita Korea itu hanya berpoles make-up minimalis, floral dress musim semi berpotongan sederhana semakin menyempurnakan penampilannya.
“Aku tahu ini terlambat, tapi aku akan
tetap mengatakannya,” ujar Shin Jung Hwa menahan haru, “Dokter Cho, hari
ini secara resmi aku menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab putri kami
kepadamu,”
“Aku tahu putriku bukan gadis manis
penurut…, kuharap kau mau bersabar menghadapi sikap keras kepalanya.”
Imbuh Ryu Min-Yeong dengan senyuman sendunya.
Kyuhyun menyambut uluran tangan Shin Jung Hwa yang mengantarkan putrinya.
“Aboenim, Eommonim…, terima
kasih telah memberikan kepercayaan kepadaku.” Ia menatap Jiwon, “Aku
berjanji akan selalu menjaganya, mendahulukan kepentingannya di atas
kepentinganku, memberinya tempat terbaik di hatiku dan… ijinkan kami
menambah koleksi cucu kalian.” Guraunya.
“Yaa!” teriakan otomatis Jiwon membuat semua yang ada disana terbahak.
Dokter Lee Hyukjae dan Kim Heechul yang
berperan sebagai MC dadakan hari itu langsung menimpalinya dengan
kalimat-kalimat khas mereka, membuat Jiwon semakin merona dan ia sudah
berjanji akan membuat perhitungan dengan Kyuhyun setelah pesta ini
berakhir.
Detik itu juga tembakan kertas
warna-warni dari tabung confetti semakin memeriahkan suasana. Anak-anak
sudah berhamburan sesuka mereka. Melompat-lompat, berusaha menggapai
kertas-kertas yang berhamburan di udara itu dengan lengkingan-lengkingan
khas mereka.
Pesta benar-benar telah di mulai. Mereka
yang hadir hari ini adalah teman dekat Kyuhyun dan Jiwon. Benar-benar
tak ada formalitas, semuanya menyatu. Berbincang dan tertawa, melepas
semua beban yang menggelayuti pundak mereka saat bekerja. Anak-anak
itupun tak kalah seru. Choi Jun Woo yang kalem dan smart menjadi idola
di kalangan anak perempuan. Tak terkecuali Aleyna. Kalau Kim Ji Hye dan
Lee Jaena lebih terbuka untuk melakukan pendekatan dengan Choi Jun Woo,
Aleyna terkesan jual mahal dan tak ingin melihatkan kalau ia juga
tertarik dengan anak laki-laki itu.
“Lihat anakmu,” Jiwon menyenggol siku Kyuhyun. Pria itu hanya tertawa menanggapinya.
“Aigoo~” desis Kyuhyun saat
mengalihkan tatapannya dan mendapati putranya tampak asyik menjilati
permen cokelat, hingga kemeja bagian depannya berlumuran makanan manis
itu karena tangan mungilnya akan mengusap-usap bagian itu tiap kali
lelehan cokelat mengenai tangannya.
“Ough, Dokter Cho,” desis Jiwon frustasi
seraya mencengkeram lengan Kyuhyun dengan mata yang membulat lebar
melihat Hyuno seperti itu.
“Ahahaha,” tawa Kyuhyun meledak melihat
wajah syok istrinya sebelum menatap jam yang melingkar di pergelangan
tangannya. Sesekali kepalanya tampak mendongak, mencari-cari.
“Kau menunggu seseorang?” Jiwon menyipitkan matanya menyadari tingkah Kyuhyun.
“Ahh, annieyo,” elak Kyuhyun mengembangkan senyum singkat, “Aku tak melihat Mr. Ferragamo.” Gumamnya menutupi kegelisahannya.
Jiwon mengernyitkan hidungnya, mendesis kecil. “Benarkah Mr. Ferragamo membuatmu segelisah ini, Dokter Cho?” sindir Jiwon.
“Huh?” Kyuhyun menoleh menatap Jiwon,
“Sepertinya aku mendengar nada cemburu… Aigoo~Desainer Shin, jangan
berpikir kejauhan, seolah aku mengundang tamu wanita spesial saja.”
Kekehnya. “Akh! Appo!”
Jiwon baru saja mencubit pinggang
Kyuhyun, membuat pria itu meringis yang langsung disembunyikannya ketika
Dokter Lee Hyukjae menghampiri mejanya.
“Apa yang kalian lakukan?” Tanya Dokter Lee Hyukjae yang sempat mengamati mereka sebelum memutuskan menghampiri keduanya.
“Oppa, sepertinya Lee Jaena tertarik dengan Choi Jun Woo,” beritahu Jiwon pada Dokter Lee. Membuat pria itu menunjukkan gummy smile ketika melihat ke arah putrinya yang tengah bermain dengan anak-anak lainnya.
Kyuhyun mengusap dagunya dengan pandangan menilai, “Choi Jun Woo cukup potensial untuk jadi menantumu, Hyeong.”
“Yaa! Aku masih terlalu muda untuk menjadi ibu mertua!” sahut Lee Sena yang tiba-tiba ada disana.
“Apa kalian tidak berencana memberikan
Lee Jaena adik?” Cho Ahra menimpali, membuat mereka menoleh serempak
pada wanita yang berjalan mendekat itu. “Aku menginginkan seorang putra,
tapi Jungso Oppa belum siap… sepertinya pria itu masih trauma dengan
proses kelahiran Park Sora.” Kekehnya dengan wajah sendu.
“Aku memiliki seorang putri tapi
bertingkah seperti seorang putra,” ujar Dokter Lee Hyukjae berpura-pura
memasang ekspresi miris. “… menurut kalian sebaiknya aku menambah
seorang putra atau putri—benar-benar seorang putri.” Tekannya yang
mendapatkan kekehan dari orang-orang itu.
“… dan menjadi orang tua muda saat
anak-anakmu sudah beranjak dewasa itu menyenangkan. Kami bahkan terlihat
seperti adik kakak saat berjalan bersama, benarkan Honey?” ujarnya yang mendapatkan anggukan dari istrinya—Kang So Hee.
Mereka memang menikah di usia yang masih
sangat muda. Meskipun pernikahan mereka di awali dari sebuah kesalahan,
nyatanya hingga Kim Ji Hyo menginjak usia 12 tahun dan Kim Ji Hye 8
tahun mereka masih bertahan.
Mendengar para orang tua itu membicarakan
anak-anak mereka, Han Seo Jin yang juga berada disana merasakan
keharuan menelusup tulang rusuknya. Bahkan di usia pernikahannya yang
sudah menginjak dua tahun ia belum juga memiliki seorang putra dari
rahimnya sendiri. Meskipun kehadiran Jun Woo dan Jun Seo cukup
menghiburnya dan Siwon juga terlihat baik-baik saja, nyatanya ia tak
bisa terus bersembunyi di balik wajah ‘baik-baik saja’.
Seojin merasakan rangkulan di bahunya semakin menguat, ia mendongak dan mendapati Siwon menatapnya dengan ekspresi ‘Gwaenchana.’
~~@~~
“Bye… bye… ”
“Kami pulang,”
“Sampai jumpa,”
“Sering-seringlah membuat pesta seperti ini,”
Satu-persatu mereka meninggalkan kediaman
Cho. Hanya empat orang yang tersisa di rumah besar itu karena kedua
orang tua Jiwon memutuskan langsung kembali ke Busan.
Dengan sisa tenaga terakhir, Jiwon
berjalan menuju sofa terdekat dengannya. Kehebohan pesta telah menguras
tenaganya, ditambah luas rumahnya yang memiliki jarak yang tidak bisa
dibilang pendek antara ruangan satu dengan ruangan lainnya
mengharuskannya berjalan lebih lama, membuat tumitnya serasa mau pecah.
Jiwon merubuhkan tubuhnya asal ke atas sofa setelah melepas sepatunya.
“Ahhhh,” desisnya bersamaan dengan matanya yang perlahan terpejam, lengannya menjuntai melewati sandaran sofa.
“Aaagghhhttt, Eomma!… Eomma…!”
Baru setengah detik Jiwon mendapatkan
surganya, suara gaduh dari kedua bocah itu melengking-lengking di
telinganya, berkejaran dengan bunyi derap langkah mereka yang semakin
mendekat.
“Hyuno~ya… Hyuno~ya… aku akan memakanmu…!” suara Aleyna sengaja dibuat mirip seperti monster-monster di film kartun yang sering mereka lihat.
“Eomma… Eomma…!” teriak Hyuno disela tawa dan rasa takutnya.
“YAA! YAA! YAA!” Pekik Jiwon saat Hyuno
melompat ke arahnya, mengusal-usalkan tubuhnya diantara celah yang
tercipta antara tubuh Jiwon dan sandaran sofa. Berniat sembunyi dari
kejaran Aleyna.
“YAA! Hentikan!” nadanya semakin meninggi
tatkala kedua bocah itu tak menghiraukan teriakannya, malah menjadikan
badannyanya sebagai alat permainan. “Aish! Jinjja!”
“Appa!”
“Daddy!”
Teriak keduanya ketika Jiwon mulai menampakkan wajah tak bersahabatnya.
“Waeyo?” Kyuhyun menyahutinya sambil berjalan menuruni tangga. “Gwaenchana?” tanyanya ketika kedua bocah itu menabrak kakinya.
Mengikuti pandangan keduanya, Kyuhyun
tahu apa penyebabnya, membuat pria itu tersenyum membisu sebelum
mengangkat keduanya ke dalam gendongannya lalu duduk di samping Jiwon.
“Sudah berapa kali Eomma katakan,
jangan berlari-larian seperti itu di dalam rumah.” Peringatnya pada dua
bocah yang masih bertahan di dekapan Kyuhyun. “… dan kau Aleyna, jangan
suka menakut-nakutinya.” Jiwon menarik napas dalam-dalam, “Hyuno~ya… kau itu laki-laki, tumbuhlah jadi lelaki pemberani yang bisa melindungi Eomma dan saudara perempuanmu, Arachi?”
Kyuhyun yang biasanya membela mereka saat
Jiwon marah, kali ini tak ada pembelaan. Membuat dua bocah itu sedikit
kecewa. Usia mereka sudah tiga tahun, empat tahun dalam usia Korea.
Sudah saatnya mereka diberi tahu tentang hal-hal yang boleh dilakukan
dan tak boleh dilakukan. Dan lagi, Kyuhyun tahu bahwa istrinya itu
sedikit kesal karena kelelahan.
“Cha~minta maaf pada Eomma.” Tuntun Kyuhyun pada kedua buah hatinya.
“Mianhae,” ujar keduanya serempak.
“Poppo Eomma,” suruh Kyuhyun, yang membuat keduanya langsung mengecup pipi Jiwon bergantian.
Jauh di lubuk hatinya, Jiwon sedikit
menyesal telah mengucapkan kata-kata yang membuat mereka terlihat takut.
Sebagai orang tua ia harus melakukan itu untuk kebaikan mereka kelak.
“Kalian ingin Eomma atau Appayang mengantar ke kamar tidur?” ujar Jiwon, nada bicara serta raut wajahnya sudah kembali normal. “Kajja,” rengkuhnya saat akhirnya pilihan itu jatuh padanya.
Kyuhyun tersenyum menatap mereka, lalu
pantauannya membuyar saat bel pintu berbunyi. Jiwon yang sudah berada di
anak tangga ke dua kembali menoleh.
“Jangan katakan Mr. Ferragamo itu terlambat datang.” Rutuk Jiwon, ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk menjaga mood-nya tetap baik.
Kyuhyun hanya menghendikkan bahunya, sebelum memutar langkahnya menuju pintu.
“Tunggu di kamar, nanti Eomma menyusul.” Beritahunya yang tumben-tumbennya langsung dilaksanakan oleh kedua bocah itu.
Penasaran dengan tamu di rumah barunya,
Jiwon menyuruh kedua bocah itu berjalan lebih dulu, sementara ia
menyusul Kyuhyun ke ruang tamu. Jiwon mengendap di balik tembok yang
memisahkan dengan ruang tengah. Saat itu juga seluruh tubuhnya mendadak
lemas melihat siapa yang datang.
“Hei, kau datang?” sambut Kyuhyun dengan senyum ramahnya sebelum keduanya berpelukan.
“Pestanya sudah selesai?” Sudut bibirnya
tertarik ke atas, menyisakan segaris mata sipitnya. “… ada sedikit
kendala di kantor imigrasi.”
“Eumm, masuklah.” Ajak Kyuhyun.
Kyuhyun berbalik, tubuhnya mendadak membeku mengetahui Jiwon bahkan menatapnya dengan ekspresi yang sulit di jelaskan.
“Wonnie?” gumam pria bermata sipit yang tak lain adalah Kim Jong Woon.
~~@~~
Lama tidak bertemu dan berkomunikasi
membuat kecanggungan di antara keduanya tak dapat dihindari. Jiwon
berulangkali menarik napas dalam-dalam untuk meyakinkan dirinya ini
semua bukan mimpi.
Kyuhyun bahkan membawa kedua bocah itu ke
kamar—menemaninya tidur—dan membiarkan dirinya berdua dengan Kim Jong
Woon di taman belakang. Entah apa yang di rencanakan Kyuhyun untuknya
dengan mendatangkan Kim Jong Woon ke rumah barunya. Setelah kejutan welcome party yang menghadirkan teman-temannya juga kedua orangtuanya dan Mr. Ferragamo—yang mengenalkannya pada dunia fashion pertama kali. Meskipun pria berkewarganegaraan Italia itu urung datang, namun flower dress yang ia kenakan saat ini adalah kado dari orang tersebut.
“Bag__”
Seperti diberi komando, mereka mengucapkannya secara bersamaan, membuat kekehan ringan keduanya terdengar.
“Lady’s first!”
“Bagaimana kabarmu, Oppa?” Tanya Jiwon akhirnya setelah Jong Woon mempersilahkannya lebih dulu.
“Menyedihkan,” kalimatnya menggantung, membuat Jiwon menyipitkan matanya. “Seharusnya aku datang lebih awal ke acara welcome party kalian,”
ujarnya dengan nada menyesal sebelum tersenyum dan menjulurkan
tangannya untuk mengusap puncak kepala Jiwon—hal yang sering
dilakukannya dulu. “Bagaimana kabarmu? Kedua malaikat kecilmu itu
terlihat aktif.” Nilainya, meskipun Jong Woon baru bertemu mereka
beberapa menit.
Jiwon menghembus napas panjang dengan
sebuah senyuman tersungging di bibirnya. “Yah, mereka selalu merecoki
hariku… dan bodohnya aku selalu merindukannya saat mereka tak melakukan
itu padaku.”
Sunyi. Keduanya terdiam, entah sedang meresapi kehidupan masing-masing.
“Kyuhyun tak pernah mengatakan kalian masih berkomunikasi,” kata Jiwon penasaran.
Bagaimana kedua pria yang terlihat
seperti musuh itu menjalin hubungan kembali pasca insiden kecelakaan
yang membuat Jong Woon koma. Ratusan pertanyaan yang bersarang di
otaknya selama ini tiba-tiba kembali menyeruak, bahkan saat pertanyaan
pertamanya belum di jawab.
“Kenapa kau tak melaporkan Kyuhyun ke pihak berwajib, Oppa? Kau tidak mungkin tidak tahu, Kyuhyun yang merencanakan kecelakaan itu, kan?” desak Jiwon.
“Kau tahu arti persahabatan?” kalimatnya
tenang, “… tidak membenarkan ketika sahabatmu melakukan kesalahan, yang
lebih penting dari itu sejatinya sahabat bisa mengajarkanmu banyak hal,
dan pada akhirnya membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik.”
Sementara itu dari lantai dua, tepatnya
jendela kamar duo krucilnya, Kyuhyun bisa melihat bagaimana kedua orang
itu berpelukan. Ada kecemburuan disana, tapi tidak sama seperti beberapa
tahun yang lalu. Kecemburuannya kali ini lebih kepada dirinya yang
tidak bisa bersikap dewasa dan bijaksana seperti yang dilakukan Jong
Woon.
Pria itu bahkan mengatakan langsung
kepada pihak berwajib untuk tidak memperpanjang masalah kecelakaan
mereka saat Kyuhyun menyerahkan dirinya. Saat itu juga Kyuhyun terlihat
kerdil di mata Jong Woon. Salah satu alasan lain yang pada akhirnya
membuatnya meninggalkan Korea.
Sebenarnya sudah sejak lama Kyuhyun ingin
mempertemukan Jiwon dan Jong Woon, setelah hubungan mereka membaik.
Namun Kyuhyun terlalu takut atau mungkin malu bahwa sebenarnya ia kalah
di hadapan Jong Woon.
~~@~~
“Dokter Cho, bisa kita bicara sebentar?”
Tanya Jiwon ketika Kyuhyun hendak naik ke lantai dua pasca mengantarkan
Jong Woon ke depan pintu.
Kyuhyun mengangguk pelan lalu mengikuti Jiwon ke teras di belakang rumahnya.
“… jadi, sejak kapan kau mulai berhubungan dengan Jong Woon Oppa?”
Kyuhyun menarik napas tenang, sebelah
tangannya tersembunyi di saku celana, “Haruskah malam pertama di rumah
baru kita di awali dengan perdebatan?” pria itu menoleh.
Jiwon mendengus membuang wajahnya. “Aku hanya bertanya.” Elaknya.
“Jangan katakan kau menyesal menikah denganku setelah__”
Jiwon menoleh cepat, memotong perkataan
Kyuhyun. “Kalau aku katakan aku menyesal, lalu apa yang akan kau
lakukan, Cho Kyuhyun?” tantangnya dengan penekanan pada kata ‘Cho
Kyuhyun’ sementara tatapannya berkata ‘Hal bodoh apalagi yang akan kau
lakukan?’
Padahal sebenarnya Jiwon ingin
mengucapkan terima kasih pada Kyuhyun untuk semua yang telah dilakukan
hari ini. Tapi, sepertinya pria itu terlalu menduga-duga jalan
pikirannya sendiri.
Kyuhyun menatap datar, sebelum langkahnya terayun mendekati Jiwon. “Kau ingin tahu apa yang kulakukan?”
Jiwon berusaha menyembunyikan ketakutannya saat melihat kilatan emosi di iris gelap Kyuhyun. Oh My Gosh! Benarkah kehidupan baru kita di rumah baru ini dimulai dengan pertengkaran?
Jiwon tidak mengerti apa yang harus
dilakukannya saat Kyuhyun tiba-tiba sudah menguasai bibirnya. Melumatnya
penuh emosi hingga tak memberikan kesempatan pada Jiwon untuk mengisi
paru-parunya dengan oksigen. Jiwon mendorong dada Kyuhyun saat merasakan
oksigen di paru-parunya semakin menipis.
Terbatuk-batuk, Jiwon menyuarakan umpatannya. “Bodoh, kau berniat membunuhku?!”
Jiwon menepuk-nepuk dadanya. Napasnya
tersengal tak beraturan. Sementara Kyuhyun terlihat menyeringai senang
melihat kepayahan istrinya.
“Aku bahkan bisa melakukan yang lebih parah dari itu jika kau berani mengulangi pertanyaan itu, Nyonya Cho!”
After a while, when I recognized you
Everything was clearly changing
My world separates to before and after knowing you
Everything was clearly changing
My world separates to before and after knowing you
Ancaman romantis Kyuhyun membuat Jiwon mendesis. Meskipun cherry blossom mendadak
bermekaran di dadanya saat Kyuhyun merentangkan tangan, hendak
memeluknya. Entah mengapa kejahilan Jiwon mendadak naik ke permukaan
saat itu, hingga ia berhasil menghindari pelukan Kyuhyun dengan
berjongkok tiba-tiba. Jiwon menahan senyum menyadari ekspresi kesal
Kyuhyun. Dan ketika pria itu kembali akan memeluknya, lagi-lagi Jiwon
menghindar membuat kegeraman Kyuhyun semakin menjadi.
“Kau berniat main-main denganku, Sayang?” Kyuhyun berdecak.
Jiwon mengangkat bahunya acuh sambil terus waspada pada rengkuhan Kyuhyun. Ia terlihat menikmati permainan ini.
When you breath, a warm wind blows
When you smile, dazzling sunlight shines
When you smile, dazzling sunlight shines
Because you stayed there, because it’s you
Because you sometimes quietly lean on my shoulder
Because you sometimes quietly lean on my shoulder
“Sayangnya, aku sedang tidak ingin
bermain-main… aku lelah, mengantuk dan ingin tidur. Terserah kalau kau
masih ingin disini.” Ujar Kyuhyun tak berminat meladeni Jiwon, pria itu
berbalik memunggunginya.
Jiwon berdecak kesal. Ia selalu gagal
menjahili pria itu. Napasnya berhembus panjang. “YAA!” Pekiknya saat
menyadari Kyuhyun tiba-tiba berbalik dan menerjang tubuhnya, membuat
mereka terguling-guling di rerumputan.
Kyuhyun sedikit meringis menahan bobot
tubuh Jiwon di atasnya. Keduanya saling bertatapan, seperti remaja
belasan tahun yang baru mengenal cinta, mereka bahkan saling memuja
dengan pandangan itu. Dan entah setan mana yang sedang memengaruhi
Jiwon, hingga ia berani melumat bibir tebal Kyuhyun lebih dulu. Membuat
pria itu sedikit terkejut sebelum menyeringai dan mengimbangi permainan
Jiwon.
I’m really, completely happy
I follow you as time flows and stops
I follow you as time flows and stops
Sometimes, I gaze at you
Because I can’t do anything else but that
Because I can’t do anything else but that
Every moment of you, I hope it’ll be me
Mereka bahkan sudah menikah cukup lama,
tapi setiap kali kontak fisik—meskipun hanya berciuman—debaran jantung
keduanya tak bisa bersikap normal. Masih mempertahankan ciumannya,
Kyuhyun membalikkan posisi mereka. Dan sepertinya Jiwon tak menyadari
bahwa kini Kyuhyun menindihnya, karena ciuman pria itu teramat
memabukkan. Kyuhyun menghentikan lumatannya, lalu menyeringai saat
menemukan perpaduan ekspresi kesal dan memohon di wajah Jiwon.
“Kau ingin kita bermain disini, Desainer Shin?”
Bisikan serak Kyuhyun tak mampu
memengaruhi otak Jiwon. Ia hanya tak ingin Kyuhyun menghentikan
ciumannya. Sekecil apapun sentuhan pria itu selalu membuatnya kecanduan.
Just thinking of it overwhelms me, filling me with you
When I’m looking at you, you seem faraway like a dream
A starlight that has flown to me for several light-years is you right now
A starlight that has flown to me for several light-years is you right now
Because you stayed there, because it’s you
Because you sometimes quietly lean on my shoulder
I’m really, wholly thankful
I follow you as time flows and stops
Because you sometimes quietly lean on my shoulder
I’m really, wholly thankful
I follow you as time flows and stops
Kyuhyun kembali melumat bibir Jiwon saat
akhirnya wanita itu mengangguk bodoh. Kali ini tangannya tidak tinggal
diam. Dan saat Kyuhyun bersiap menarik floral dress dari tubuh Jiwon, sebuah suara menginterupsinya.
“Daddy! Aku tak bisa tidur di kamar baru,” adunya dengan wajah menahan kantuk.
Hyuno yang berdiri di samping Aleyna mengangguk setuju. “Kamar itu terlalu asing, Eomma.” Imbuhnya.
Suara familiar itu membuat kesadaran Jiwon kembali, lalu dengan cepat mendorong tubuh Kyuhyun.
“Apa yang Daddy dan Mommy lakukan disini?” Tanya Aleyna polos dengan tatapan menyipit.
Baik Kyuhyun maupun Jiwon sama-sama
terlihat pucat pasi, kedua orang itu menelan ludahnya susah payah.
Bibirnya terasa kelu untuk bersuara.
“Eomma dan Appa juga tak bisa tidur di kamar baru, seperti kami?” simpul Hyuno, membuat Jiwon dan Kyuhyun nyengir kuda. “Kajja, Noona! Kita tidur disini saja bersama Eomma dan Appa.” Hyuno berlari kecil menghampiri lalu berbaring di tengah-tengah mereka.
Aleyna mengernyit tampak berpikir.
Kepalanya mendongak, kerlipan bintang di atas sana terlalu sayang untuk
di lewatkan begitu saja. Tapi, ia tak pernah tidur di atas rerumputan
tanpa alas apapun.
Kyuhyun yang menyadari pemikiran putri
kecilnya, segera menarik taplak meja bekas pesta mereka yang belum
dibereskan, lalu menggelarnya sebagai alas.
“Kemari,” panggil Kyuhyun dan gadis kecil itu segera menghampirinya.
Mereka semua berbaring disana. Seperti
biasa, Aleyna memeluk Kyuhyun protektif dan Jiwon memeluk Hyuno sambil
menyenandungkan lagu santoki—mountain bunny.
“Dokter Cho, biarkan mereka malam ini tidur di kamar kita,” ujar Jiwon saat mengangkat bocah-bocah itu dari sana.
“Tapi__”
Jiwon menatap tak suka.
“Ya, terserah kau saja.” Kyuhyun menyerah.
Sometimes, I gaze at you
Because for me, looking at you is love
Every moment of you, I hope it’ll be me
Just thinking of it overwhelms me, filling me with you
Every moment of you, I hope it’ll be me
Because for me, looking at you is love
Every moment of you, I hope it’ll be me
Just thinking of it overwhelms me, filling me with you
Every moment of you, I hope it’ll be me
THE END
No comments:
Post a Comment