Nama : Kim Shin-Hae
Judul Cerita : My Fortunate
Tag (tokoh/cast) : Cho Kyuhyun, Kim Shin-Hae, Park Hyojin
Genre : Romance
Rating : PG-15
Length : (One-Shot)
Tag (tokoh/cast) : Cho Kyuhyun, Kim Shin-Hae, Park Hyojin
Genre : Romance
Rating : PG-15
Length : (One-Shot)
What do I have to do
make you see
She can’t love you
like me.
******
Seattle, United
States of America.
10.51
Seorang gadis dengan paras yang cukup
cantik tengah memoleskan blush on sebagai sentuhan
terakhir dari ritual kewanitaan yang selalu dia lakukan sebelum keluar dari
apartmentnya.
Gadis berparas Asia ini bukanlah
penduduk asli Amerika Serikat, dia hanya dengan kebetulan bisa bekerja disebuah
perusahaan penerbit ternama di Seattle sebagai Editor. Dia memiliki kemampuan yang luar biasa hebat, karna
itulah dia mendapatkan kesempatan emas untuk bekerja di Amerika.
Gadis ini berasal dari Korea Selatan,
nama Gadis itu Leria, nama Koreanya adalah Kim Shin-Hae.
Leria telah tinggal di Amerika selama 5
tahun, semenjak penerimaannya diperusahaan penerbitan tersebut. Dia
meninggalkan Korea saat umurnya 21, dan usia gadis itu kini 26 tahun, usia
dimana dia berjanji pada keluarganya dia akan kembali ke Korea dan siap untuk
menjalani hidup yang mungkin akan menentukan masa depannya nanti.
Dia harus menikah. Itulah yang menjadi
beban hingga saat ini untuk Leria, dan karna alasan itu jugalah yang membuatnya
ragu untuk kembali ke Korea dalam waktu dekat. Karna jika dia telah memutuskan
untuk pulang, maka dia harus siap dengan segala perintah Ibunya untuk sesegera
mungkin mencari seorang pria untuk dijadikan pasangan hidup.
Tapi sepertinya Tuhan sedang tidak
berpihak padanya. Perusahaan tempatnya bekerja baru saja membuka perusahaan
cabang di Korea Selatan, karna menurut mereka Leria telah bekerja cukup bagus,
jadi Leria dipindahkan ke Korea untuk bekerja disana sebagaiChief Editor. Lagipula Leria berasal dari Korea
Selatan, jadi akan semakin mempermudah perusahaan tersebut karna kehadiran
Leria.
Hari ini adalah jadwal kepulangannya ke
Korea, pesawatnya akan terbang pukul 11.45 sekarang sudah pukul 10.51 dan dia
masih berada di apartmentnya.
“Damned! Where’s my lipstick.”
Leria mengumpat kesal saat benda kecil yang dicarinya tak kunjung terlihat
diantara peralatan make up nya yang telah dia bereskan tadi malam.
Gadis itu semakin gencar mencari
lipstiknya namun tak kunjung terlihat, jadi dia memutuskan untuk melupakan
lipstik untuk kali ini. Setelah mengenakan jam tangan kecilnya, dia setengah
berlari menuju rak sepatu dan menyambar wedges hitamnya, memakai dengan
kecepatan luar biasa, lalu dia benar-benar meninggalkan apartmentnya yang sudah
5 tahun dia tempati.
******
Seoul, South Korea.
18.56
Shin-Hae tiba di Korea hampir menjelang
malam. Sesampainya dibandara, gadis itu dijemput oleh supir yang telah diutus
oleh keluarganya yang mengetahui kabar kepulangan anaknya. Shin-Hae disambut
hangat oleh sang supir yang sepertinya baru saja dipekerjakan oleh Ibunya,
karna dia tidak mengenali sosok sang supir.
Shin-Hae melepas kacamata hitamnya saat
mobil mulai melaju membawanya pulang kerumah. Dia menikmati pemandangan kota Seoul
yang semakin ramai karna hari menjelang malam, waktu dimana para remaja
diharuskan keluar rumah untuk sekedar bersantai.
Lampu-lampu disetiap gedung mulai
menyala menghiasi langit Seoul yang mulai menghitam. Sorot lampu kendaraan
turut menghiasi ramainya kota Seoul malam ini. Ah, inilah yag dia rindukan dari
Seoul, kota kelahirannya. Ramai, damai, dan sejuk.
35 menit kemudian mobil memasuki
pekarangan rumah Shin-Hae yang terbilang cukup luas. Dari depan gerbang telah
terlihat Ayah, Ibu dan juga Kim Hyojin, adik perempuan satu-satunya tengah
menunggu kehadirannya. Shin-Hae tersenyum bahagia manakala melihat keluarganya
yang sudah hampir 5 tahun tidak dijumpainya.
Mobil berhenti tepat didepan Ayah, Ibu
dan Hyojin. Dengan antusias, mereka membuka pintu mobil untuk Shin-Hae dan
langsung tersenyum ketika mata mereka saling bertemu.
“Selamat datang kembali dirumah.” Sang
Ayah memberikan sambutan.
Shin-Hae turun dari mobil, lalu segera
memeluk Ayahnya, Ibu, dan juga Hyojin secara bergantian. Ibunya yang terlihat
paling terharu, entah bagian mana yang terlihat menyedihkan. Ketika sang anak
kembali kerumah, seharusnya dia merasa bahagia, kan?
“Berhenti menangis, Mom.” Shin-Hae menghapus airmata Ibu nya yang kembali
turun menelusuri pipinya.
Ayahnya menyetujui perkataan Shin-Hae,
dia menegur Ibunya yang terlalu mendramatisir pertemuannya dengan putri
kesayangannya. Jadi dia menarik Ibunya kedalam rumah, membiarkan istrinya
menangis sepuasnya dikamar.
“Apa kau benar-benar Kakak ku? Ku rasa
Kakak ku tidak secantik ini.” Gurau Hyojin yang mendapat dorongan pelan
dikepalanya.
“Kau sama sekali tidak berubah,
Hyojin-ah. Masih menyebalkan seperti dulu.” Shin-Hae tertawa. “Berapa usiamu
sekarang? Sepertinya kau bertambah besar.”
“Tentu saja! Kau pikir aku tidak bisa
menjadi dewasa, huh?” Cibir Hyojin kesal. “Aku 21 tahun sekarang. Aku bahkan
telah memiliki seorang kekasih, jadi jangan anggap aku anak kecil lagi, ara?!”
“Apa? Kau telah memiliki seorang
kekasih? Astaga, apa kau akan menikah lebih dulu dari ku?”
“Jangan khawatir, Kak. Aku tidak sejahat
itu. Aku akan menikah setelah kau menikah terlebih dahulu.”
“Itu berarti kau harus siap menjadi
perawan tua.”
“Memangnya kenapa?”
“Karna aku belum ingin menikah dalam
waktu dekat.”
Shin-Hae tertawa. Ini termasuk salah
satu hal yang dirindukannya, menjahili adik perempuannya hingga membuat gadis
kecil itu merasa kesal setengah mati, seperti sekarang. Wajah Hyojin memerah
menahan emosi, adik kecilnya memang tidak bisa menahan emosi sama sekali, jadi
dia akan terang-terangan menunjukkan rasa amarahnya.
******
Shin-Hae menghempaskan tubuhnya
diranjang, menikmati nuansa kamarnya yang sama sekali tidak berubah sejak 5
tahun yang lalu. Dinding yang penuh dengan poster-poster Avril Lavigne, ranjang
berukuran besar yang selalu dipakaikan sprei berwarna hitam, suara hembusan
angin yang akan menerbangkan tirai jendela kamarnya. Ah dia benar-benar
merindukan nuansa kamarnya yang terlihat sangat nyaman.
Shin-Hae bangkit, mulai merapihkan
barang bawaannya yang hampir mencapi 5 koper. Sejenak dia merasa kesal dengan
bawaannya sendiri, bagaimana bisa seluruh pakaiannya ketika dimasukkan kedalam
koper bisa muat hingga 5 buah? Sepertinya lemari diapartment tidak sebesar itu
untuk menampung ini semua.
Dia membuka satu persatu koper yang
dibawanya, mencari benda yang tiba-tiba saja teringat oleh otaknya. Benda itu
selalu ada dimanapun dia berada, bahkan saat dia bekerja, benda itu akan selalu
hadir didalam tasnya. Entahlah, dia hanya merasa bahwa benda itu benar-benar
pembawa keberuntungan.
Lagi-lagi dia panik, seperti saat
Shin-Hae mencari lipstick-nya tadi, benda itu tidak berada didalam koper yang
dibawanya.
“Oh sial, dimana kalung itu!”
Shin-Hae membuka seluruh kopernya,
mengacak isi dari koper tersebut hingga lantai kamarnya telah berubah menjadi
lautan pakaian. Dia harus menemukannya, dia yakin telah memasukkan benda itu
kedalam koper, atau mungkin tas?
Kini dia beralih dengan dua buah tas
yang dibawanya. Sama seperti yang dilakukannya terhadap koper tadi, dia
mengacak seluruh isi tasnya, menuangan seluruh isinya hingga bertaburan
dilantai. Bukan sebuah kalung, tapi justru lipstick yang dicarinya tadilah yang
muncul didepan matanya.
“Lipstik sialan.” Karna kesal, Shin-Hae
membuang lipstick tersebut kesembarang arah.
Dia kembali berkutat dengan isi tasnya
yang sudah dia keluarkan, mencari dengan panik hingga akhirnya kilauan berlian
yang berasal dari kalung yang dicarinya terlihat.
“Ah, ini dia!” Shin-Hae tersenyum lega,
napasnya diatur kembali agar tidak terlalu menyesakkan dada karna beberapa kali
dia menahan napas saat kalungnya tak kunjung muncul.
Dia memutuskan untuk memakainya, tidak
ingin kehilangan benda itu lagi. Sebenarnya dia selalu menyimpan kalung itu
didompet atau tas saat bekerja, karna menurutnya, setiap dia melihat kalung
tersebut, hatinya akan terasa sakit, teringat seseorang yang memberikan kalung
tersebut.
Tapi justru dia merasa bahwa kalung
tersebut memberinya keberuntungan terus menerus saat dia membawanya kemanapun.
Seperti kalung yang telah diberi mantra, keajaibannya benar-benar nyata. Berkat
kalung inilah, dia juga mendapat pekerjaan yang membuatnya hidup makmur selama
ini.
Dan kini dia mulai mengandalkan kalung
itu lagi, namun kali ini bukan untuk mencari uang, namun mencari seorang pria
yang mungkin akan dinikahinya nanti. Yah, dia sama sekali tidak lupa dengan
ucapan Ibu nya yang mengharuskan dia menikah diusia 26, atau setidaknya 27 jika
Ibu nya masih memberikan kesempatan untuk Shin-Hae mencari pasangan.
Memangnya ada apa dengan usia 26? Apakah
seorang wanita diharamkan menikah diusia 28 atau bahkan 30? Jika kami –para
wanita yang telah mencapai umur 30an- belum juga mendapat pasangan, kami tidak
akan menikah. Karna menikah dengan belanja sebenarnya suatu hal yang memiliki
persamaan persis. Sama-sama menyenangkan dan membahagiakan. Jika kita tidak
menikah, kita masih memiliki ribuan showroom khusus
wanita untuk dinikahkan. Well, itu terdengar lebih baik, kan?
Shin-Hae baru saja hendak merapihkan isi
kopernya yang baru saja diberantakkan, namun suara mesin mobil menghentikannya.
Shin-Hae mendekati jendela kamarnya yang masih terbuka, mengintip dibalik tirai
tipis siapa yang datang dimalam hari seperti ini.
Shin-Hae sedikit terkejut saat adiknya
Hyojin berlari menuju halaman depan rumahnya yang luas dengan senyuman gembira.
Sedetik setelah itu, Shin-Hae mengingat perkataan Hyojin saat dia baru saja
tiba di Seoul. Dia sudah memiliki kekasih, itu berarti, seseorang yang didalam
mobil itu adalah kekasihnya.
Shin-Hae menjadi penasaran, seperti apa
sosok lelaki idaman adik perempuannya yang cantik. Shin-Hae menunggu hingga
seseorang yang berada didalam mobil Audi hitam itu keluar dan menampakkan
sosoknya. Shin-Hae hampir saja berhasil melihat pria itu jika saja Ibunya tidak
membisingkan telinganya dengan teriakan menggema yang memekakan telinga.
“Astaga, kau pikir apa yang sedang kau
lakukan, huh!!” Ibunya setengah menjerit, membuat Shin-Hae mau tak mau menoleh
kearah Ibu nya dan mengabaikan kekasih adik perempuannya.
“Astaga, Ibu ingin membunuhku? Aku
hampir saja mati karna terkejut!”
“Kau apakan pakaian-pakaian ini?!”
Ibunya mulai mengambil seluruh potongan
pakaian Shin-Hae dan merapihkannya, ini kesempatan Shin-Hae untuk melihat
kekasih adiknya. Namun bertepatan dengan menolehnya Shin-Hae, mobil Audi itu
baru saja bergerak meninggalkan halaman rumah.
Shin-Hae mau tak mau ikut membantu
Ibunya merapihkan pakaian-pakaiannya, menggantungnya secara asal dilemari besar
yang memang telah tersedia dikamarnya.
“Ibu, sejak kapan Hyojin memiliki
kekasih?” Tanya Shin-Hae ingin tau.
“Kalau tidak salah, sekitar 5 bulan yang
lalu.” Jawab Ibunya sekenanya. Tangannya masih sibuk melipati pakaian.
“Apa Ibu sudah pernah bertemu dengan
pria itu?”
“Belum, memang kenapa?”
“Belum? Sudah 5 bulan tapi Ibu belum
pernah bertemu dengannya?”
“Dia bilang akan memperkenalkannya saat
mereka akan bertunangan nanti.”
“Apa? Bertunangan?!”
Tanpa sengaja Shin-Hae menjatuhkan
pakaian yang hendak dia taruh kelemari, dan pakaian itu jatuh tepat keatas
kepala Ibunya.
“Aish, sebenarnya apa yang bisa kau
lakukan dengan benar, huh.” Bentak Ibunya kesal lalu kembali melipat pakaian
yang baru saja dijatuhkan anaknya. “Mereka akan bertunangan, jadi
cepat-cepatlah menemuan seorang pria untuk dirimu sendiri. Jangan membiarkan
adikmu menunggu lama untuk mendapat giliran menikah.” Sindir Ibunya yang
membuat Shin-Hae mencibir.
“Jika dia ingin menikah, lakukan saja.
Aku tidak perduli jika dia menikah lebih dulu.”
“Aigooo~ Jaga kata-katamu, jangan sampai
itu benar-benar terjadi. Ibu tidak akan mengizinkan dia menikah jika kau belum menikah.”
Seketika gerakan Ibunya terhenti setelah mengingat sesuatu. “Ah, sebentar.”
Ibunya pergi keluar kamar dalam waktu tidak sampai 5 menit lalu kembali dengan
beberapa foto pria yang ditunjukkan kehadapan Shin-Hae.
“Lihat, mereka semua tampan, kan? Mereka
adalah anak dari sahabat-sahabatku, mereka pria yang baik, Ibu sudah mengenal
mereka semua.”
Shin-Hae mendengus kesal. Inilah yang
menjadi alasan Shin-Hae untuk tetap bertahan berada di Amerika. Dia menghindari
kencan buta yang selalu diadakan oleh Ibunya. Apakah dia tidak malu anaknya
sendiri disodorkan pada pria-pria itu? Apakah Ibunya tidak akan takut namanya
tercap buruk dimata sahabat-sahabatnya? Apakah anaknya terlalu menyedihkan
hingga harus dijodoh-jodohkan seperti ini?
“Kencan buta lagi?” Dengus Shin-Hae
lelah.
“Pilih saja, cepat. Mereka semua adalah
pilihan terbaik yang pernah Ibu temui.”
Shin-Hae mulai kesal, ini bukan pertama
kalinya dia menyodorkan foto-foto pria yang akan menjadi pasangan kencan
butanya. Tidak ada masalah memang, dia bisa bersenang-senang dengan pria-pria
kaya itu, dia bisa mengambil uangnya lalu memutuskannya begitu saja. Tapi
Shin-Hae sedang tidak ingin melakukannya. Dia kembali ke Seoul untuk mencari
kekasih yang sebenarnya, bukan kencan yang diatur oleh Ibunya.
“Aku akan memilikinya, Bu. Aku akan
mencari seorang pria dan akan ku kenalkan padamu, tapi nanti, oke?”
Ibunya menatap Shin-Hae sambil
menyipitkan matanya. Namun pandangannya bukan kearah wajah Shin-Hae, Ibunya
melirik kearah kalung yang dikenakan Shin-Hae.
“Kau masih belum bisa melupakannya,
kan?” Sindir Ibunya.
Shin-Hae merunduk, menatapi kalung yang
juga sedang ditatapi Ibunya. Shin-Hae tersenyum lemah. “Setiap orang tidak akan
dengan mudahnya melupakan cinta pertama mereka.”
“Tapi hanya kau yang tidak bisa melupakan
cinta pertamamu dalam waktu 5 tahun. Aku benar-benar tidak mengerti apa
spesialnya pria itu.”
“Ibu belum pernah bertemu dengannya,
jadi Ibu tidak pernah tau.”
Shin-Hae mensudahi percakapan mereka
mengenai cinta pertama gadis ini. Shin-Hae memang masih belum bisa melupakan
cinta pertamanya. Dan jika ditelaah lebih dalam, hubungan mereka belum berakhir
hingga saat ini, karna mereka berpisah untuk saling mendewasakan diri. Shin-Hae
pindah ke Amerika, dan pria itu menjalani perusahaan orangtuanya.
Tapi setelah Shin-Hae tiba di Amerika,
mereka tidak lagi berhubungan, tidak lagi ada komunikasi yang membuat keduanya
tetap bersama. Shin-Hae mengira hubungan ini sudah berakhir, mengira mereka
tidak akan pernah bersama lagi. Namun kalung ini, membuatnya ingin menemui pria
itu lagi, ingin menanyakan bagaimana hubungan mereka kedepannya. Dan Shin-Hae
berharap, pria itu bisa menjadi pria yang akan dinikahinya nanti.
******
Shin’s Home, Seoul,
South Korea.
08.45
“Selamat pagi.” Ucap Shin-Hae saat
dirinya baru saja turun kelantai dasar rumahnya dan menuju meja makan yang
telah terisi oleh Ibu, Ayah, dan Hyojin. Penampilan Shin-Hae masih sangat
kacau, piyama yang kusut, rambut yang tak teratur, dan sudah diprediksi bahwa
gadis ini belum sikat gigi.
“Waaaah, aku merindukan sarapan
dirumah.” Shin-Hae menarik kursi disebelah adiknya lalu mencomot segelas susu
putih dan sepotong roti panggang dengan selai cokelat+keju.
“Gadis jorok! Kau belum sikat gigi dan
sudah mengunyah makananmu.” Bentak Ibunya yang mendapat kekehan dari Ayahnya,
begitu juga dengan Adiknya.
“Dirumah ini terlalu banyak aturan.
Tidak boleh makan sebelum sikat gigi dan tidak boleh single sebelum
usia 30.” Balas Shin-Hae dengan cibiran. Ibunya mendelik kesal kearah anak
gadisnya yang sangat tidak tau malu. Bagaimana gadis ini bisa mendapat pasangan
jika tingkah lakunya terus seperti itu.
“Ah, kapan kau mulai bekerja?” Kali ini
Ayahnya yang bertanya. Bagus, setidaknya ada pengalihan pembicaraan sebelum
Ibunya semakin memperpanjang obrolan seputar pernikahan idaman.
“Hari ini.” Balasnya dengan santai.
“Apa? Hari ini?! Dan kau masih belum
bergegas?” Ayahnya terkejut mendengar apa yang baru saja diucapkan anaknya.
Sang anak justru terlihat tak perduli dengan ucapannya, dia lebih memilih
menikmati roti dan juga susunya.
“Aku Chief Editor sekarang, pekerjaanku
tidak terlalu berat lagi, jadi aku bisa mengulur waktu sesukaku.” Ujarnya
sambil terus melahap potongan roti kedua.
“Ah, minggu besok kekasihku akan datang
kerumah. Bisakah kita mengadakan makan malam bersama?” Hyojin yang sejak tadi
hanya tertawa melihat Kakak wanitanya, kini dia berbicara dan langsung membuat
seluruh anggota keluarga terdiam.
Hyojin ikut terdiam melihat semuanya
terdiam, dia tersenyum kaku lalu mulai menjelaskan. “Hubunganku tepat 6 bulan, kami
hanya ingin merayakannya bersama keluarga. Apa tidak bisa?”
Semua masih terdiam, terlalu syok
mendengarnya. Hyojin adalah anak paling kecil didalam keluarga ini, tapi siapa
sangka ternyata dia sudah benar-benar dewasa sekarang. Dia akan memperkenalkan
kekasihnya pada keluarga, itu artinya hubungan mereka benar-benar serius.
Yang pertama kali mengeluarkan senyuman
adalah Shin-Hae, sementara Ayah dan Ibu nya masih terlalu syok untuk bebricara.
Shin-Hae tersenyum kearah adiknya lalu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban,
dan sekaligus mewakili jawaban kedua orangtuanya yang pasti tidak akan menolak
usul Hyojin.
“Tentu saja, ajak dia makan malam
dirumah, aku juga sangat penasaran seperti apa sosok pria yang telah berhasil
membuatmu jatuh cinta.”
Shin-Hae kembali melanjutkan makannya
saat mimik wajah Hyori telah berubah menjadi santai kembali. Orangtuanya?
Mereka masih terlihat bodoh dengan wajah terkejut yang tak ada habisnya mereka
tunjukkan.
“Aku selesai. Aku harus berangkat ke
kantor baruku sekarang.”
Shin-Hae meninggalkan meja makan,
kembali menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Shin-Hae bergegas dengan
cepat, bukan karna dia tidak sabar untuk bekerja, tapi dia tidak sabar untuk
kembali menjelajahi kota Seoul. Dia ingin mencari seseorang yang tentu saja
menjadi targetnya setelah dia kembali ke Korea. Mantan kekasihnya yang masih
sangat dia cintai.
******
Publishing Building,
Seoul, South Korea.
10.15
Shin-Hae mulai menundukkan kepalanya
saat seluruh karyawan digedung mewah tempat bekerjanya kini tengah
menjadikannya sorotan utama untuk diperhatikan. Wanita ini memang tidak terlalu
memiliki wajah Asia, seperti memiliki percampuran wajah dari dua negara yang
berbeda.
Rambut panjangnya yang berwarna cokelat
keemasan terurai, dibiarkan melayang karna hembusan angin. Dan ternyata justru
adegan tersebut semakin menarik banyak minat baik pria maupun wanita yang
menjadikannya sebagai sorotan utama.
Shin-Hae mencoba mengabaikan semuanya,
sedikit mempercepat langkah saat pintu lift yang ingin ditumpanginya hampir
saja tertutup jika seorang pria yang berada didekat lift tidak dengan
cepat menahan pintu tersebut untuknya.
Shin-Hae membungkuk mengucapakan
terimakasih, lalu dia mengabaikan pria itu dan memasuki lift yang ternyata
hanya dihuni 3 orang. Tidak ada yang aneh memang, jika saja penghuni lift ini
tidak semuanya pria. Dia lagi-lagi terjebak bersama pria-pria yang dengan tak
tahu malunya, memandangi dirinya dengan tatapan berbinar.
Sejak dulu, Shin-Hae memang tidak suka
jika dirinya dijadikan sorotan utama. Entah karna apa, dia selalu merasa ada
yang salah jika seorang pria jelas-jelas menatapnya apalagi jika ditambah
dengan tatapan seolah-olah mereka menginginkan sesuatu yang lebih dari
Shin-Hae. Dia merasa seperti… Ketakutan? Ya, dia terlalu takut dengan pria. Itu
juga menjadi salah satu alasan mengapa hingga kini dia tidak memiliki seorang
pria yang menyandang gelar sebagai kekasihnya. Dia hanya merasa nyaman pada
satu pria, dan dia masih menginginkan pria itu.
Shin-Hae kembali memikirkan pria
tersebut, pria yang entah mengapa bisa mengendalikan rasa ketakutannya terhadap
pria yang bahkan dia sendiri tidak mengerti dengan alasannya. Jujur saja,
Shin-Hae sama sekali tidak bisa melupakan pria itu, pria yang pernah ada
didalam hatinya, bahkan hingga saat ini. Dia ingin bertemu kembali dan
menjalani hidup bersama, tapi sepertinya tidak akan semudah itu. Mereka telah
berpisah hampir selama 5 tahun, apakah pria itu masih menginginkannya seperti
Shin-Hae menginginkan pria itu? Bagaimana jika pria itu telah memiliki orang
lain disampingnya?
Argh! Shin-Hae tidak ingin memikirkan
opsi terakhir, dia hanya ingin apa yang dirasakannya sama dengan yang dirasakan
pria itu. Sama-sama berharap bisa kembali seperti dulu. Sebenarnya bisa
dibilang mereka masih memiliki hubungan, dan hubungan itu sama sekali belum
berakhir. Mereka hanya pergi ketempat berbeda, dan kehilangan komunikasi begitu
saja. Itu bukan berarti mereka telah berpisah, kan?
Lift berdenting, menandakan bahwa dia
telah sampai ditempat tujuan. Shin-Hae kembali menunduk, bersiap merasa
ketakutan kembali saat dirinya menjadi sorotan utama dilantai tempatnya
bekerja. Setelah pintu lift benar-benar terbuka, Shin-Hae menarik napas dan
melangkah dengan cepat. Namun langkahnya yang terlalu terburu-buru membuatnya
terjatuh akibat tabrakan keras yang terjadi antara dirinya dan seseorang yang
berjalan berlawanan arah dengannya.
Shin-Hae memegangi hidungnya yang terasa
sakit akibat menabrak dada bidang yang dia kira adalah seorang pria. Sial,
lagi-lagi dia harus berurusan dengan pria yang membuatnya kesal. Namun Shin-Hae
berusaha tidak perduli, dia mulai membungkuk dan meraih tas dan juga beberapa
barang yang berada ditasnya yang ikut terlempar saat dia terjatuh tadi.
Shin-Hae sama sekali tidak perduli saat
pria itu ikut mengambil seluruh barangnya, seharusnya pria itu meminta maaf
atas kesalahannya, namun dia sama sekali tak berbicara. Memang bukan sepenuhnya
kesalahan pria itu, tapi tetap saja, dia wanita disini, seharusnya dia
diperlakukan selayaknya.
Saat Shin-Hae mengincar satu benda lagi
yang tersisa, benda itu telah lebih dulu diambil oleh pria yang menabraknya.
Shin-Hae menunggu benda itu dikembalikan, namun pria itu tidak bergeming, terus
menatapi benda berharga milik Shin-Hae yang selalu dia bawa kemanapun. Apakah
pria itu tertarik dengan kalungnya? Bentuknya memang cukup unik, semua orang
yang melihatnya pasti menginginkan kalung tersebut.
Liontinnya berbentuk untaian tali yang
cukup rumit, namun jika ditelaah dengan jeli, untaian itu berbentuk dua buah
hati yang saling terkait. Shin-Hae menjadi teringat bagaimana pria itu
menjelaskan arti dari kalung yang diberikannya untuk Shin-Hae.
“Pakai ini.” Shin-Hae
yang saat itu tengah membaca buku, dikejutkan oleh kekasihnya yang tiba-tiba
saja merampas bukunya lalu memperlihatkan sebuah kalung yang cukup menyita
perhatiannya.
Shin-Hae yang merasa
tertarik, segera merampas kalung itu lalu menatap liontin itu lama-lama.
Kekasihnya yang mengerti dengan tatapan tak mengerti dari Shin-Hae, segera
menjelaskan makna dari kalung tersebut.
“Ini hati. Ada dua,
lihat?” Kekasihnya menunjukkan posisi bagaimana dia bisa melihat untaian tali
tersebut bisa membentuk ukiran dua buah hati. “Hati adalah ukiran yang tak
pernah putus, kau tidak akan pernah menemukan akhirnya, seperti lingkaran. Dua
disini mengartikan untuk kita berdua. Jadi, kau tidak akan pernah bisa
menemukan akhir dari cinta kita, karna kita memang ditakdirkan untuk berdua.”
Shin-Hae tersenyum miris ketika
pikirannya kembali ke masa dia masih bersama dengan kekasihnya. Masa-masa
dimana paling dia inginkan untuk kembali terulang. Dia ingin memulainya lagi,
memulai untuk hubungan yang lebih serius. Dia harus menemui pria itu sebelum
Ibunya bertambah gila mencarikan pria-pria yang sama sekali bukan tipenya untuk
dijadikan menantunya.
Shin-Hae melirik kalung yang masih
berada digenggaman pria itu. “Kembalikan, itu milikku.”
Sedetik setelahnya, Shin-Hae hendak
merampas kalung miliknya, namun pria yang tengah memegang kalung itu
menghindari gerakan tangan Shin-Hae.
“Ini memang milikmu, tapi kau lupa siapa
pemilik sebenarnya.”
Deg!
Shin-Hae mengenal suara itu. Suara
yang sama sekali tidak pernah berubah, suara yang selama ini dirundakannya,
suara yang sangat ingin didengarnya. Jantungnya berdegup kencang, mencoba
menelan salivanya susah payah. Dia masih tidak ingin menoleh, dia tetap dalam
posisi menunduk. Dia takut, takut jika setelah melihat wajah pria itu, rasa
cintanya akan bertambah semakin banyak.
“Hai.” Ucap pria itu sekali lagi. Kini
tangannya mendekati wajah Shin-Hae, lalu menyelipkan rambut gadis itu yang
menutupi wajahnya kebelakang telinga. “Ternyata benar, itu kau.” Lanjutnya
dengan sebuah dengusan.
Shin-Hae tak bisa menghindar lagi, mau
tak mau dia menegakkan kepalanya dan menatap wajah seseorang yang berada
dihadapannya. Dan yang ditakutkannya benar, dia semakin tak bisa melupakan
sosok ini, rasa cintanya semakin bertambah, dan sialnya, pria ini kenapa harus
bertambah setampan ini saat bertemu dengannya.
******
Setelah pertemuan yang sangat tak
terduga bagi keduanya, pria itu mengajak Shin-Hae ke kafetaria yang berada
diperusahaan, menawarkan kopi yang dia katakan adalah kopi terbaik yang pernah
dia minum dimuka bumi.
Keduanya duduk berhadapan dengan
canggung, tidak ada satupun yang mereka katakan, hanya menyesap kopinya dalam
diam. Sesekali Shin-Hae mencuri pandang kearah pria itu, menilai wajah sempurna
itu tanpa cela. Shin-Hae takut, takut jika apa yang dirasakannya dulu kembali
terulang. Mencintai pria itu habis-habisan namun berakhir tanpa sebab. Dan
sekarang mereka bertemu lagi, apakah mereka bisa kembali melanjutkan hubungan
mereka yang sempat terputus?
“Kyuhyun-ssi.” Suara
seseorang dari belakang mereka mengalihkan segalanya. Terlihat seorang wanita
cantik tengah memegang berkas yang sepertinya harus ditandatangani pria itu.
Itu pasti Sekretarisnya, tapi yang membuat mengganjal adalah, wanita itu tidak
menggunakan kata Sajangnim jika dia memang hanya
sebatas Sekretaris, atau jangan-jangan… Shin-Hae menggelengkan kepalanya pelan
untuk membuang jauh-jauh kata yang hampir terpikir diotaknya.
“Sepertinya kau sibuk, aku pergi saja.”
Dengan tergesa-gesa Shin-Hae menyambar tasnya lalu bangkit berniat meninggalkan
Kyuhyun. Namu rencananya untuk pergi tak semulus yang dia perkirakan, baru saja
dia melangkah, Kyuhyun langsung menahan tangannya.
“Tunggu, kau bekerja disini, kan?
Sebagai apa?” Tanya Kyuhyun tanpa melepaskan genggaman tangannya. Membuat
Shin-Hae kehilangan akal untuk menjawab pertanyaan pria itu dengan benar. Hanya
sentuhan ringan, kan? Namun sentuhan itu cukup untuk membuatnya bekerja keras
untuk sekedar menarik napas.
“Ya, sebagai Chief
Editor.” Jawabnya setelah berhasil
mengendalikan reaksi tubuhnya yang sangat berlebihan.
“Kalau begitu kita akan bekerja disatu
ruangan.” Kyuhyun tersenyum. Oh, jangan tanyakan seperti apa senyuman pria itu.
Tentu saja senyuman yang akan membuat wanita manapun yang melihatnya ingin
segera berteriak histeris karna pengaruh dari senyuman pria itu benar-benar
buruk bagi keselamatan jantung para wanita.
“Aku atasanmu kalau kau belum tau.” Lanjut
pria itu dengan tatapan geli. Membuat Shin-Hae yang sebetulnya ingin menhindar
dari pria itu, justru dia akan terjebak bersama pria itu setiap harinya. Hey,
tapi bukankah itu yang diinginkannya? Mereka akan bertemu lebih sering lagi,
berarti akan semakin bertambah pula rasa cintanya pada Kyuhyun, karna setiap
kali melihat wajah pria itu, rasa cintanya akan bertambah sebanyak 5%.
Namun jika Kyuhyun telah memiliki
kekasih, bekerja dengan pria itu adalah keputusan yang salah.
******
Shin’s Home, Seoul.
20.15
Shin-Hae membanting tas dan juga
tubuhnya keatas ranjang setelah sesampainya dia dirumah. Tersenyum seperti
orang gila hanya karna apa yang diinginkannya tercapai dengan mudah. Bertemu
dengan pria itu adalah impian terbesarnya, dan dia telah menemukannya dihari
pertama dia bekerja.
Terlalu mustahil memang, tapi
kenyataannya mereka benar-benar bertemu, bahkan pria itu mengajaknya makan
siang bersama dan mengobrol banyak setelah tahu bahwa Shin-Hae adalah anak
buahnya.
Ya, semua ini berat kalung itu. Kalung
yang diberikan oleh Kyuhyun entah mengapa seperti mempunyai kekuatan yang bisa
mengabulkan apapun yang Shin-Hae inginkan. Pekerjaan, hidup yang nyaman, dan
juga seseorang yang dia inginkan.
Kyuhyun. Cho Kyuhyun.
Dia masih ingat betapa mempesonanya penampilan
pria itu saat tadi mereka bertemu.
Stelan jas hitam resmi lengkap dengan
dasi, rambut yang berwarna merah maroon dan terlihat tak
tertata rapih, namun justru itulah yang menjadi daya tariknya. Tulang pipi yang
menonjol dan saat dia tersenyum semakin terlihat memukau. Deretan gigi yang
rapih saat dia tertawa dan memperlihatkan gigi putihnya. Bibirnya yang tebal
dan berwarna merah alami yang selalu dia basahi dengan cara yang sangat elegan.
Dia mulai gila, mulai mendapati dirinya
menjadi remaja kembali saat pertama kali dia merasakan rasanya jatuh cinta.
Sebenarnya ini bukan lagi mengenai jatuh cinta yang pertama kali dengan Cho
Kyuhyun, dia sudah pernah merasakannya sebelumnya. Namun setelah mereka kembali
bertemu, dia merasakan perasaan itu lagi.
“Kim Shin-Hae!” Teriak seseorang yang
dia yakini adalah Ibunya. Sepertinya Ibu nya itu telah memanggil namanya
beberapa kali, namun Shin-Hae tidak mendengarnya.
“Apa?” Jawab Shin-Hae setelah itu dia
bangkit dari tidurnya. Mendapati Ibunya ternyata sedang memandanginya dari
depan pintu dengan kedua tangannya melipat didepan dada. Sepertinya dugaannya
benar, pasti Ibunya sudah lama berada disana.
“Apa kau merasa tidak sehat? Kau
tersenyum sendiri sejak pulang tadi.” Ibunya bergidik ngeri.
Shin-Hae membulatkan matanya, apakah
reaksinya memang separah itu? Dia hanya sedang mengulang kembali kejadian yang
dialaminya tadi dikantor, dan apa yang terjadi benar-benar membuatnya bahagia.
Tapi apakah bahagia itu berarti menjadi gila?
“Memangnya salah jika aku tersenyum?”
Ujar Shin-Hae sambil melepas mantel hitamnya dan membuang benda itu begitu saja
keatas ranjang.
Ibunya masih menatapi Shin-Hae, namun
kini tatapannya berubah. Ibunya berjalan memasuki kamar, menduduki ranjang
tepat berada disamping anak gadisnya. Shin-Hae yang tadi sempat bangkit kini
ikut duduk disamping Ibunya dan tersenyum.
“Kau harus cepat-cepat mencari
pasangan.” Ujar Ibunya.
Shin-Hae mendengus kesal. Setiap kali
mereka duduk berdua seperti ini, pasti pembicaraan yang dipilih oleh Ibunya
adalah seputaran masalah statusnya yang masih saja lajang. Memang apa salahnya
jika seorang wanita masih sendiri diusia 26? Apakah dunia akan kiamat?
“Hyojin akan bertunangan, jangan lupakan
soal itu.” Lanjut Ibunya.
Kini Shin-Hae menoleh kearah Ibunya.
Adiknya akan bertunangan, dan dia sebagai Kakak yang seharusnya bertunangan
terlebih dahulu justru masih belum menemukan seorang pria yang tepat. Adiknya
akan menunggu lama jika harus dirinya lah yang terlebih dahulu menikah.
Shin-Hae sudah menawarkan kepada adiknya
bahwa dia boleh menikah terlebih dahulu, tapi Ibunya sama sekali tidak
mengizinkan. Jadi Shin-Hae harus sesegera mungkin membawa seorang pria kerumah
untuk diperkenalkan sebagai calon pendamping hidupnya. Sebenarnya dia sudah
mempunyai satu kandidat, mungkin hanya satu-satunya. Tapi masalahnya adalah,
dia sama sekali tidak tau dengan perasaan pria itu. Jika perasaan mereka sama,
mungkin pernikahan bisa segera dilaksanakan. Tapi jika tidak, maka semuanya
selesai.
“Aku… Sebenarnya aku sudah memiliki
seseorang.” Ucapan terakhir Shin-Hae tidak lagi didengar oleh Ibunya karna
bersamaan dengan suara teriakan Hyojin yang sedang mencari Ibunya. Ibu bangkit
dan menghampiri Hyojin, meninggalkan Shin-Hae begitu saja. Shin-Hae mendengus
pasrah saat Ibunya belum sempat mendengarkan ucapannya. Dia akan
membicarakannya lagi lain kali.
******
Publishing Building,
Seoul, South Korea.
10.51
Shin-Hae mengetukkan jarinya cukup keras
diatas meja hingga membuat suara yang cukup bising, membuat para pekerja
lainnya merasa terganggu dengan suara tersebut. Tapi dia masih belum sadar,
pikirannya masih melayang, masih memikirkan bagaimana caranya dia bertanya pada
Kyuhyun mengenai statusnya.
Shin-Hae penasaran setengah mati dengan
status percintaan pria itu. Apakah dia telah memiliki kekasih? Apakah dia masih
mencintai Shin-Hae? Pertanyaan itu terus berputar dikepalanya, memikirkan
jawaban paling logis yang pernah terpikirkan. Shin-Hae selalu berharap Kyuhyun
belum memiliki kekasih, karna dia menginginkan posisi itu.
Shin-Hae seperti diberi harapan saat
Kyuhyun merespon kehadirannya dengan baik. Selalu mengajak makan siang bersama,
berbicara berdua, selalu tersenyum setiap kali bertemu. Kyuhyun tidak mungkin
melakukannya jika dia telah memiliki seseorang dihatinya, kan?
Shin-Hae tersadar dari lamunannya saat
sebuah ketukan jari lebih keras dari ketukan miliknya terdengar dari samping
gadis itu. Shin-Hae menoleh dan mendapati Kyuhyun tengah mengamatinya.
“Kau membuat semua orang kehilangan
konsentrasi.” Tegur Kyuhyun lembut dengan senyuman khasnya. Inilah yang membuat
Shin-Hae tak bisa melupakannya. Senyumannya yang begitu menenangkan, senyuman
yang memiliki tegangan seratus ribu gigawatt.
“Ah, maaf.” Shin-Hae tersenyum malu lalu
meminta maaf pada semua orang yang berada diruangan tempatnya bekerja. Shin-Hae
sedikit canggung saat Kyuhyun ternyata lebih memilih kursi yang berada tepat
disampingnya, tidak lagi mengambil kursi yang biasa dia tempati.
Haruskah Shin-Hae bertanya? Haruskan
Shin-Hae mengutarakan perasaannya? Apakah wanita layak melakukan hal tersebut?
Shin-Hae kembali menoleh kearah Kyuhyun
saat Kyuhyun memberikan secarik kertas kecil yang ternyata kupon gratis minum
kopi di kedai kopi ternama untuk dua orang.
“Mau menemaniku?”
******
Starbucks Cafe, Seoul,
South Korea.
12.01
Kyuhyun memperhatikan wajah Shin-Hae,
wajah yang tak pernah berubah dari ingatannya mengenai sosok gadis remaja
cantik yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta. Gadis itu tidak pernah
berubah, masih tetap cantik dan juga penakut.
Dia bertemu lagi dengan Shin-Hae saat
berada dikantor, disaat itu dia melihat ekspresi wajahnya yang terlalu jelas
menyiratkan bahwa dia sedang ketakutan. Dan benar saja, setelah mereka
bertabrakan, dua orang pria muncul dari lift yang ditumpangi gadis itu. Dia
seperti memiliki trauma dengan pria.
Mereka sempat berpisah, berpisah tanpa
alasan yang jelas. Shin-Hae memutuskan untuk mengambil pekerjaan diluar negri,
sedangkan dirinya memutuskan untuk tetap berada di Korea. Hanya karna itu
mereka berpisah, hanya berpisah, belum memutuskan apapun dalam hubungan mereka.
Itu berarti mereka masih dalam satu hubungan.
Dan kini dia kembali bertemu dengan
gadis itu dalam balutan yang lebih dewasa, gadis itu semakin cantik, semakin
terlihat mempesona. Kyuhyun masih memikirkan bagaimana dengan perasaan gadis
itu terhadapnya? Apakah masih sama seperti yang dulu? Tapi jika jawabannya dia
masih memiliki perasaan yang sama, apakah itu bisa merubah kenyataan?
“Kau masih sama seperti dulu.” Ucap
Kyuhyun membuka pembicaraan.
Kyuhyun melihat Shin-Hae hampir saja
tersedak oleh kopinya saat Kyuhyun berbicara padanya. Ini menjadi salah satu
yang lainnya mengapa Kyuhyun masih tetap menyukainya, reaksinya yang terlalu
polos saat Kyuhyun melakukan hal-hal kecil. Seperti saat ini.
“Kau juga tidak berubah.” Balas Shin-Hae
sambil tersenyum.
Apakah harus secanggung ini? Shin-Hae
berdeham, membenarkan posisi duduknya lalu menatap mata Kyuhyun yang ternyata
tak pernah lepas menatap wajah Shin-Hae.
“Kau menikmati tinggal di Seattle?”
Tanya Kyuhyun sambil menyesap kopinya. Kini keadaan sudah mulai mencair, tidak
lagi canggung seperti sebelumnya.
“Tidak terlalu buruk, suasananya tidak
jauh berbeda dengan Seoul.” Shin-Hae mengeratkan genggamannya pada cangkir
kopinya yang menghantarkan rasa hangat ditelapak tangannya.
“Ku pikir kau tidak akan kembali lagi.”
Entah hanya perasaan Shin-Hae saja, atau memang benar jika Kyuhyun berkata
dengan nada bicara bahwa dia merasa… Lega?
“Memangnya kenapa jika aku tidak kembali
lagi ke Korea?”
“Kau masih menanyakan jawabannya?”
“Aku tidak tau, apa itu?”
Kyuhyun dan Shin-Hae saling tertawa.
Menertawakan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak penting untuk ditertawakan.
Tapi, bukankah itu yang dinamakan kenyamanan? Kenyamanan yang dirasakan
keduanya memang tidak pernah berubah, itulah mengapa mereka memutuskan untuk
bersama, karna rasa nyaman.
Dan pembicaraan merekapun kembali
berlanjut kearah yang lebih intens. Seperti, sejak kapan dia kembali ke Korea,
dan bagaimana bisa dia bekerja diperusahaan yang juga ditempati oleh Kyuhyun,
dan banyak hal-hal lainnya yang ingin diketahui Kyuhyun.
Sebenarnya Kyuhyun masih mengharapkan
gadis itu, tapi apakah mereka bisa bersama lagi? Apakah Tuhan bisa ikut campur
dalam hubungan mereka? Bisakah Tuhan merubah kenyataan yang telah dia jalani
dengan mimpi yang selalu dia inginkan?
******
Publishing Building,
Seoul, South Korea.
13.00
Satu jam kemudian, Kyuhyun dan Shin-Hae
kembali ke perusahaan. Mereka berjalan berdampingan dengan lambat, menikmati
setiap detik kebersamaan mereka. Bisakah mereka terus seperti ini? Kyuhyun dan
Shin-Hae memang sama-sama memiliki kenyamanan yang amat sangat saat mereka
beruda seperti ini. Seperti tidak ingin berpisah.
Shin-Hae dan Kyuhyun berhenti tepat
didepan pintu lift, menunggu lift berikutnya tiba untuk mengantarkan mereka keruangannya.
Mereka kembali terdiam, seperti kehilangan kata-kata untuk dibincangkan.
Shin-Hae nekat menoleh kearah Kyuhyun,
dan beruntungnya Kyuhyun sedang sibuk dengan ponselnya, jadi dia bisa
memandangi pria itu dari jarak sedekat ini dan dalam waktu yang cukup lama
hingga lift mereka tiba.
Wajah itu telah berubah menjadi sedikit
dewasa sekarang. Wajah yang tentunya bertambah semakin tampan dengan bulu-bulu
halus yang mulai tumbuh disekitaran dagu. Yang sangat tidak bisa dilupakan
Shin-Hae adalah matanya, mata pria itu selalu terlihat meneduhkan jika ditatap
berlama-lama, sama seperti saat ini, Shin-Hae tidak bisa mengalihkan tatapannya
kearah manapun selain kemata pria itu.
Shin-Hae masih terlalu sibuk dengan
pikirannya hingga dia tidak sadar saat dengan tiba-tiba saja Kyuhyun menoleh
kearahnya lalu menarik lengannya menjauh dari tempat mereka berdiri.
“Hati-hati.” Tegur Kyuhyun, namun bukan
untuk Shin-Hae.
Shin-Hae menoleh kearah belakang dan dia
menemukan seorang pria dengan setumpuk berkas hingga menutup pemandangannya
tengah memohon maaf pada Kyuhyun. Pasti pria itu hampir menabrak Shin-Hae jika
tidak dengan cepat Kyuhyun menariknya.
Lift berdenting, menandakan lift mereka
telah tiba. Si pria yang masih sibuk memohon maaf pada Kyuhyun memberikan mereka
jalan untuk memasuki lift terlebih dahulu. Kyuhyun yang terlihat tidak perduli
meraih tangan Shin-Hae lalu menariknya mendekat agar mereka berdua bisa masuk
kedalam lift yang hampir terisi penuh.
Shin-Hae dan Kyuhyun mendapat tempat
disudut belakang lift , dihimpit oleh orang-orang yang juga menumpangi lift
tersebut. Dada Shin-Hae sesak. Bukan, bukan karna terhimpit oleh banyak orang,
tapi karna Kyuhyun yang berdiri tepat dibelakang tubuh Shin-Hae masih tidak
berniat melepaskan genggaman tangan mereka, justru pria itu semakin mengeratkan
genggamannya dan memposisikan genggaman tangan mereka tepat dibawah dada
Shin-Hae.
Shin-Hae tau, Kyuhyun berniat melindungi
Shin-Hae dari desakan orang-orang disekitarnya, tapi apakah Kyuhyun sadar
dengan posisi seperti ini mereka terlihat seperti sedang berpelukan dari
belakang? Astaga! Shin-Hae tidak bisa bernapas dengan benar. Apakah oksigen
didalam lift ini mulai menipis?
Kyuhyun sialan! Jika saja dia tidak
bersikap seperti ini, mungkin Shin-Hae masih bisa menjaga jarak dari pria ini.
Tapi jika Kyuhyun terus-terusan menunjukkan ketertarikannya pada Shin-Hae
bagaimana bisa gadis itu menolaknya? Jadi jangan salahkan gadis itu jika rasa
cintanya semakin bertambah setiap kali mereka bertemu.
******
Kyuhyun duduk dikursinya, sesekali
menoleh kearah Shin-Hae yang memang tidak terlalu jauh dari jarak pandangnya.
Bersama gadis itu terlalu menyenangkan, sulit untuk membohongi dirinya sendiri
mengenai perasaannya. Dia masih sayang, dia masih cinta. Apakah pernyataan itu
masih berguna sekarang? Dia benar-benar menyesali kebodohannya, namun apakah
semua penyesalan itu bisa merubah segalanya? Merubah kenyataan bahwa dia masih
bisa memiliki gadis itu.
Dia tidak perduli, dia masih meninginkan
gadis itu, masih menginginkan bersama gadis itu. Tidak perduli dengan sesuatu
yang berada didepannya akan menghancurkan segala impiannya untuk bisa kembali
bersama gadis itu. Yang dia perdulikan saat ini adalah, membuat setiap detik
bersama gadis itu menjadi menyenangkan. Membuat gadis itu menjadi pusat
kehidupannya, sumber oksigennya, dan denyut nadinya.
******
Shin’s Home, Seoul,
South Korea.
20.15
Setibanya dirumah, Shin-Hae menjadikan
kamar mandi sebagai target utamanya. Dia ingin berendam, memanjakan tubuhnya
yang kelelahan akibat aktifitas yang dijalaninya seharian. Selama Shin-Hae
mengurung diri dikamar mandi, tidak disangka Ibunya memanfatkan luang waktu itu
untuk menjejerkan beberapa foto pria yang lagi-lagi adalah pilihan Ibunya
diatas ranjang.
Ibunya memang terlalu terobsesi
menjodohkan anak gadisnya pada anak lelaki temannya yang dia bilang adalah
pilihan terbaik untuk Shin-Hae. Shin-Hae yang baru saja keluar dari kamar
mandi hanya bisa menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan usaha Ibunya
yang tak pernah lelah mengenalkan Shin-Hae pada pria-pria pilihannya.
“Lagi?” Ujar Shin-Hae santai sambil
berjalan menuju lemari pakaiannya.
“Apa maksudmu dengan lagi.” Ibunya
mencium nada cemoohan dari perkataan anaknya.
“Kencan buta lagi, kan? Sepertinya
menyenangkan. Akhir-akhir ini aku terlalu lelah, sepertinya aku butuh hiburan.”
Shin-Hae terkekeh sambil menarik salah satu piyamanya dari lemari.
“Kau! Serius sedikit, ini untuk adikmu
juga, kan? Kalau kau sudah memiliki kekasih, Ibu tidak akan bersusah payah
seperti ini. Kau ini benar-benar menyusahkan. Ibu ingin menolongmu tapi kau
malah menganggapnya ce…”
“Aku sudah memiliki seseorang yang
kuinginkan, Bu.” Potong Shin-Hae membuat Ibunya terdiam tak percaya. Apakah dia
salah dengar? Anaknya sudah memiliki seorang kekasih?
“Apa? Siapa? Kenapa kau tidak pernah
menceritakannya pada Ibu? Siapa namanya? Apakah kalian akan segera menikah?”
“Ibu!” Bentak Shin-Hae saat Ibunya
memberikan serentetan pertanyaan yang memusingkan kepalanya. “Aku akan
membawanya kerumah saat aku telah memastikan kalau dia menginginkanku juga.”
Shin-Hae menghilang sebentar untuk mengenakan piyama sementara membiarkan
Ibunya yang masih belum percaya dengan apa yang Shin-Hae bicarakan.
“Kau sedang tidak bohong, kan? Kalau
begitu ini tidak berguna lagi.” Ibunya mengumpulkan seluruh foto pria-pria
pilihannya yang tadi susah payah dia susun diatas ranjang lalu kembali
memasukkannya kedalam amplop cokelat besar.
Shin-Hae kembali setelah mengenakan
piyama, menuju meja rias dan mengambil kalung keberuntungannya lalu memakainya.
Ibunya mengerutkan kening saat melihat lagi-lagi kalung anaknya memakai kalung
itu.
“Kau mengatakan kau sudah memiliki
seorang pria, tapi kau masih memakai kalung itu. Apa dia tidak akan terluka
jika tau kalung itu dari mantan kekasihmu?” Ada sedikit nada tidak setuju dari
pembicaraan Ibunya, dan itu membuat Shin-Hae tersenyum lalu memandang Ibunya
dari pantulan cermin yang berada dihadapannya.
“Seseorang yang memberikan kalung inilah
yang akan ku perkenalkan pada Ibu.”
Ibunya terkejut, menutup mulutnya dengan
sebelah tangan. “Kalian sudah bertemu kembali? Benarkah? Secepat itu?”
Shin-Hae menganggukkan kepala sebagai
pengganti jawabannya. “Ternyata dia atasan ditempatku bekerja.” Ucapnya sambil
tersenyum, mengingat bagaimana proses pertemuannya dengan Kyuhyun berlangsung
pada saat itu.
“Astaga, benar-benar seperti kebetulan,
kan?” Ibunya masih tdak percaya, dia mengusap bahu Shin-Hae lembut dengan
gerakan berulang. “Siapa namanya?” Lanjutnya.
“Cho Kyuhyun.”
******
Publishing Building,
Seoul, South Korea.
06.45
“Cho Kyuhyun.” Panggil Shin-Hae saat
melihat Kyuhyun yang tengah menunggu liftnya tiba. Dia menoleh dan tersenyum,
senyuman seperti biasa yang bisa membuat jantung siapapun berdebar secara tidak
normal hanya karna melihat senyumannya saja.
Penampilan pria itu lagi-lagi membuat
Shin-Hae harus menahan napas. Apakah tingkat ketampanan seseorang dapat
bertambah setiap harinya? Pria itu sebenarnya mengenakan pakaian yang
sebenarnya pria lain disekitarannya juga mengenakannya, tapi entah mengapa jika
Kyuhyun yang memakainya terlihat berbeda.
Setelah jas berwarna abu-abu, kemeja
putih, dan sepatu berwarna hitam pekat. Jam tangan bertali hitam telah
bertengger dilengan kirinya, sebuah koran didalam genggamannya, dan tangan yang
satu lagi memegangi tas hitamnya. Benar-benar tampilan sempurna seorang atasan
yang bersiap digoda oleh para anak buahnya.
Yang membuatnya terlalu mempesona adalah
tataan rambut pria itu yang sebenarnya tidak bisa dibilang rapih. Jauh dari
kata rapi, namun disitulah pesonanya. Apakah kalian sudah tau jika hal yang
terlihat paling seksi dari seorang pria adalah rambut mereka? Cho Kyuhyun-lah
bukti nyatanya.
“Hai,” Sapa Kyuhyun dengan cengiran
lebarnya. “Ini terlalu pagi untuk seorang pegawai.” Candanya yang selalu
berhasil membuat Shin-Hae terkekeh ringan.
“Kau pagi sekali hari ini.” Shin-Hae
melirik jam tangannya memastikan bahwa ini benar-benar terlalu pagi untuk
seorang atasan datang kekantor, bahkan anak buahnya pun hanya baru Shin-Hae
yang datang.
“Aku meninggalkan beberapa pekerjaanku
kemarin, jadi aku harus menyelesaikannya hari ini.” Jelas Kyuhyun berbarengan
dengan terbukanya pintu lift. “Kau sendiri?”
Kyuhyun dan Shin-Hae melangkah masuk,
hanya ada mereka berdua saja. “Aku hanya ingin memeriksa beberapa data,
sepertinya ada yang keliru. Aku tidak bisa tidur memikirkannya, aku takut
atasanku memarahiku.” Bohong Shin-Hae, hanya ingin menggoda Kyuhyun yang
disebut sebagai atasan tadi.
“Wah, kau harus berhati-hati kalau
begitu, aku bisa memecatmu kalau aku mau.”
Mereka tertawa, tak terasa mereka telah
berada dilantai dimana ruangan mereka berada dan pintu lift pun terbuka. Masih
gelap, bahkan Office Boy pun
belum mengerjakan tugasnya. Shin-Hae terpaksa memperlambat langkahnya karna dia
kesusahan melihat didalam penerangan yang minim.
“Kau benar-benar masih seperti dulu ya.”
Suara kekehan Kyuhyun terdengar oleh Shin-Hae, namun dia tidak bisa melihat
keberadaan Kyuhyun hingga akhirnya dia merasa tangan kanannya digenggam oleh
Kyuhyun untuk menuntun jalannya.
Lagi-lagi berpegangan tangan! Shin-Hae
sama sekali tidak tahan jika telah bersentuhan dengan Kyuhyun. Rasanya, jika
dia tidak punya rasa malu lagi, dia ingin menarik Kyuhyun kedalam pelukannya,
menumpahkan seluruh kerinduannya yang selama ini dia pendam.
“Kau bisa melihat meja kerjamu?” Tanya
Kyuhyun memecahkan keheningan. Ternyata mereka sudah tiba diruangan kerja,
berdekatan dengan Cho Kyuhyun benar-benar seperti terhipnotis. Kyuhyun yang
saat itu hendak melepas genggaman tangannya, ditahan oleh Shin-Hae.
Shin-Hae benar-benar telah kehilangan
akal sehatnya hingga dia berjinjit dan menempelkan bibirnya pada bibir Kyuhyun.
Melumatnya perlahan seperti sedang meminta izin pada Kyuhyun untuk
melanjutkannya. Kyuhyun awalnya hanya diam, namun lama kelamaan dia membuka
mulutnya dan membalas lumatan Shin-Hae.
Ciuman itu tidak menuntut, terjadi
dengan sewajarnya, menumpahkan segala rasa kerinduan yang selama ini keduanya
tahan susah payah, kini mereka limpahkan kedalam sebuah ciuman yang intens.
Dari ciuman tersebut sudah jelas, bahwa keduanya masih saling menginginkan,
masih memiliki perasaan yang sama.
Ciuman itu berlangsung cukup lama, lebih
dari lima menit mereka menikmati manisnya bibir pasangan masing-masing, hingga
Kyuhyun melilitkan lengannya disekitaran pinggul Shin-Hae dan mengangkat tubuh
gadis itu keatas meja agar dia tidak terus-terusan berjinjit menyamai tinggi
tubuh Kyuhyun.
Mereka kembali melanjutkan ciuman itu,
kali ini terasa lebih menuntut namun tetap dalam batas normal. Lidah mereka
kini turut berperan didalam ciumannya, saling merasakan satu sama lain.
Kegelapan menambah hasrat mereka untuk melakukan lebih dari itu, namun
tiba-tiba saja sebuah nama terlintas dikepala Kyuhyun dan sontak dia melepas
ciuman itu dengan sedikit hentakan.
Shin-Hae mengerutkan keningnya saat
Kyuhyun sedikit mendorong tubuhnya untuk melepaskan ciuman itu. Tiba-tiba saja
perasaan bersalah menghantam Shin-Hae. Apa yang dia lakukan?! Benar-benar
bodoh, tindakan memalukan!
Mereka masih terdiam dengan posisi
Kyuhyun masih menghadap Shin-Hae dengan jarak yang masih terlalu dekat.
Shin-Hae menunduk, menunjukkan rasa bersalahnya yang kini telah berubah menjadi
malu.
Tak lama, lampu diseluruh ruangan ini
pun menyala, memberikan cahaya yang cukup terang untuk melihat wajah Kyuhyun
lagi, memperlihatkan bagaimana ekspresi Kyuhyun saat ini. Kyuhyun pun menunduk
juga, memegangi bibirnya yang sempat dilumat Shin-Hae tadi, mengeluarkan
ekspresi bahwa dia menyesal.
Menyesal karna telah menyudahi ciuman
itu begitu saja atau menyesal karna telah mencium Shin-Hae. Entahlah.
******
Shin-Hae dan Kyuhyun tidak lagi seperti
biasanya, mereka tidak saling berbicara, jika mereka berdua berpas-pasan
disekitaran kantor, mereka hanya menunduk tidak saling menatap atau menegur.
Semuanya menjadi tidak seperti biasa lagi, seperti ada yang berubah pada diri
Kyuhyun.
Bertepatan pada saat Kyuhyun melepas
ciuman yang mereka lakukan tadi pagi, disaat itu jugalah Shin-Hae menyadari
bahwa Kyuhyun tidak menginginkannya lagi, bahwa Kyuhyun tidak memiliki perasaan
yang sama dengan Shin-Hae. Dia mengerti mengapa Kyuhyun juga menghindarinya
sejak kejadian tadi pagi, itu karna Kyuhyun tidak lagi sama seperti yang dulu.
Kenyataan bahwa Kyuhyun mulai menjauh
darinya, membuat hati Shin-Hae perih, seperti tersayat dalam. Membuat Shin-Hae
ingin meringis lalu menangis, tapi dia tidak bisa menangis sekarang, saat
dimana Kyuhyun masih berada disekitarannya.
Kini dia tau jawaban dari segala
pertanyaan yang akhir-akhir ini selalu menganggu pikirannya. Ya, akhirnya dia
tau jawabannya, akhirnya dia tau segalanya. Tau bahwa Kyuhyun memang tidak lagi
menginginkannya. Dan mulai detik ini, semuanya benar-benar berakhir. Tidak ada
lagi harapan untuknya.
******
Shin’s Home, Seoul,
South Korea.
20.18
Setibanya dirumah, Shin-Hae segera
mengunci pintu kamar lalu membanting tubuhnya diatas ranjang. Tidka perduli
jika Ibunya mulai mengetuk pintu dengan kekuatan penuh untuk mengetahui apa
yang terjadi dengan anak gadisnya.
Shin-Hae memang mengabaikan seluruh
sapaan yang terlontar untuknya. Baik dari Ibu, Ayah, dan Hyojin sekalipun yang
sedang berkumpul diruang keluarga. Dia tidak berselera untuk bersuara, yang dia
inginkan hanya berbaring diranjang dan tertidur lalu berharap besok pagi saat
dia terbangun, apa yang terjadi hari ini hanyalah sebuah mimpi, tidak pernah
terjadi agar hubungannya dengan Kyuhyun tidak sekacau hari ini.
Shin-Hae memejamkan matanya, berusaha
untuk tidur namun gagal. Berkali-kali dia mencoba untuk tertidur namun selalu
gagal. Pikirannya masih saja memaksanya untuk tetap terjaga dan mulai mencerna
apa yang dia lakukan hari ini.
Shin-Hae tidak lagi mengingat apa yang
terjadi sebelumnya, yang dia tau kini hanyalah, bahwa Kyuhyun menghindarinya.
Setetes airmata lolos dari sudut
matanya, semakin memperburuk keadaan karna Shin-Hae mulai terhanyut dalam rasa
sakit itu dan mulai mengeluarkannya melalui airmata. Betapa miris kisah
percintaannya. Menangisi sesuatu yang bukan miliknya.
******
Hyojin memakan cemilan yang berada
dipangkuannya sambil menunggu sebuah panggilan masuk pada ponselnya. Menanti
kekasihnya tiba dirumah untuk mengajaknya pergi jalan-jalan. Itulah yang sudah
dijanjikan kekasihnya.
Tepat setelah memasukkan sepotong
cokelat kedalam mulutnya, ponselnya berdering dan menampilkan nama seorang pria
dilayar ponselnya. Dengan cengiran lebar, Hyojin cepat-cepat menelan cokelat
yang masih sibuk dikunyahnya dari tadi lalu menerima panggilan itu.
“Hai, kau sudah sampai? Baiklah.”
Kata-kata Hyojin menjadi pusat perhatian
Ayahnya yang masih duduk disampingnya.
“Kekasihmu?” Tanya pria paruh baya itu
setelah Hyojin memutus sambungan telponnya dengan sedikit senyuman.
“Hmm.” Hyojin mengangguk penuh semangat.
“Dimana Ibu?” Tanyanya sambil bangkit dari sofa yang dia duduki.
“Ibu disini.” Ujar Ibunya saat mendengar
Hyojin memanggil dirinya. Dengan lesu sang Ibu menghampiri Hyojin dan sang
Ayah. Tidak perlu ditanya apa yang membuatnya tidak bersemangat seperti itu,
pasti ini mengenai Kakak perempuan Hyojin, yaitu Shin-Hae.
“Kakak bagaimana?” Tanya Hyojin
mengikuti ekspresi Ibunya yang telrihat menyedihkan.
“Dia mengunci pintu kamarnya dan tidak
mau berbicara dengan Ibu.” Tampak jelas kekecewaan diwajah Ibunya. “Kekasihmu
datang? Keluarlah, jangan biarkan dia menunggu.”
Hyojin mengangguk dan meninggalkan
Ibunya yang kini berada dalam dekapan Ayahnya.
******
“Hai,” Sapa Hyojin saat dia telah berada
dihadapan kekasihnya.
Kekasihnya tersenyum lemah, terlihat
lelah karna pekerjaannya yang menumpuk akhir-akhir ini, begitulah yang Hyojin
tau.
“Hai.” Balasnya. “Apa aku terlambat?”
“Tidak. Jam berapapun kau datang
kerumahku, aku akan tetap menunggu.” Hyojin tersenyum gembira, sangat gembira.
Pasangan kekasih ini memang tidak terlalu sering bertemu, namun mereka tetap
berkomunikasi lewat telepon. Karna itulah, Hyojin selalu memanfaatkan waktu
sebaik-baiknya saat kekasihnya menyempatkan diri datang menemuinya.
“Kita pergi sekarang?” Tanya pria itu
yang dibalas anggukan kepala bersemangat Hyojin sebagai tanda setuju.
******
Keduanya diam dalam perjalanan,
seperti tidak ada yang bisa dibicarakan. Sebenarnya Hyojin memiliki banyak
pertanyaan, namun dia tidak bisa menanyakannya hari ini karna kekasihnya
terlihat berbeda dari biasanya, tidak seperti biasanya.
Wajahnya yang pucat terlihat murung,
tidak ada senyuman sama sekali hari ini, dan dia menjadi sedikit pendiam.
Hyojin ingin bertanya, tapi dia sudah tau alasannya. Pasti karna lelah.
Hyojin harus memaklumi apa yang terjadi,
dia tidak boleh bertingkah seperti gadis normal seusianya, karna yang dia
jadikan kekasih saat ini usianya jauh diatasnya. Kekasihnya berusia hampir 30
tahun, sedangkan dirinya baru beranjak 21 tahun. Ditambah kekasihnya memiliki
kedudukan penting diperusahaan, jadi semakin banyak juga beban yang diterima.
Hyojin tidak ingin egois, dia ingin mengerti keadaan kekasihnya apapun yang
terjadi. Apalagi sejak mereka memutuskan untuk bertunangan, lalu menikah
setelahnya. Dia harus menjadi dewasa untuk kekasihnya.
Mereka hanya mengitari kota Seoul,
menikmati indahnya nuansa malam di Seoul yang tak pernah terlihat sepi. Namun,
didalam mobil kekasihnyalah justru yang terasa sangat sepi. Sang pengendara pun
hanya diam, menikmati keindahan yang ditangkap matanya sendirian tanpa mau
berbagi. Padahal Hyojin siap menampung segala keluh kesah pria itu, namun
sayangnya pria itu justru tidak ingin membagi masalahnya.
Tidak terasa mereka telah tiba kembali
didepan rumah Hyojin, Hyojin tidak ingin mengakhiri hari ini dengan cara
seperti ini, dia tidak ingin berpisah, dia tidak ingin kekasihnya pulang
secepat ini.
“Oppa, kau ada masalah?” Tanya Hyojin
hati-hati.
Kekasihnya menoleh, ekspresi wajahnya
seperti menyiratkan bahwa dia baru tersadar jika ada Hyojin disampingnya.
“Astaga,” Gumam pria itu pelan namun
tetap terdengar oleh Hyojin. “Maafkan aku.” Ucapnya penuh rasa penyesalan.
“Gwaencanha.” Hyojin tersenyum walau
hatinya merasakan sakit.
“Apa kau ingin berkeliling sekali lagi?”
Hyojin tersenyum lagi, kali ini
menyiratkan kegelian. “Tidak apa-apa, aku tau kau pasti lelah. Kau ingin
pulang?” Tanya Hyojin yang sedetik kemudian disesalinya karna jawaban dai pria
itu adalah anggukan kepala. Itu berarti mereka harus berpisah.
“Besok kita akan makan malam bersama
keluargaku, kan?” Tanya Hyojin sambil melepas sabuk pengamannya.
“Tentu.” Pria itu tersenyum.
“Ah, Kakak perempuanku sudah kembali ke
Korea, kau harus bertemu dengannya juga.”
“Ah, benarkah? Baiklah, sampai besok.”
Pria itu mencondongkan tubuhnya dan mengecup kening Hyojin lembut.
Hyojin turun dari mobil, menyaksikan
mobil Audi hitam itu mulai bergerak menjauh darinya. Hyojin mendengus lelah,
apakah pria itu tidak merindukannya? Setidaknya katakan sesuatu yang bisa
membuat gadis itu merasa tenang.
“Aku masih merindukanmu.. Cho Kyuhyun.”
******
Publishing Building,
Seoul, South Korea
07.15
Shin-Hae baru saja tiba dikantor, dan
menemukan keanehan saat semua tim kerjanya telah berada diruangan namun dia
tidak bisa menemukan Kyuhyun didalamnya. Kyuhyun bahkan tidak masuk kerja hari
ini karna kejadian kemarin pagi. Apakah seburuk itu reaksi dari ciuman yang
mereka lakukan kemarin?
Shin-Hae duduk dikursinya, ingin
bertanya pada salah satu rekan kerjanya namun dia kembali mengurungkan niatnya.
Dia tidak ingin membuat sebuah berita yang keesokan harinya akan menyebar luas.
Mereka pasti akan berpikiran yang tidak-tidak jika Shin-Hae menanyakan
keberadaan atasannya, ditambah Shin-Hae hanya karyawan baru ditempat ini.
Jadi Shin-Hae memutuskan untuk
mengaktifkan komputernya lalu mulai bekerja, mengecek satu persatu data yang
baru masuk kedalam database-nya.
Saat masih sibuk berkutat dengan komputernya, segerombolan wanita yang lewat
didepan ruangannya tengah ribut membicarakan Cho Kyuhyun yang tentu saja
membuat Shin-Hae berhenti bekerja.
“Benarkah? Dia akan segera menikah?
Astaga, siapa wanitanya?”
Hanya serentetan perkataan itu yang
tertangkap oleh telinga Shin-Hae, selanjutnya yang didengarnya hanya dengungan
kencang yang memekakan telinganya. Membuat suasana sekitarannya menjadi lebih
sunyi dari sebelumnya.
Kyuhyun… Akan menikah?
Shin’s Home, Seoul,
South Korea.
19.35
Keluarga ini terlalu sibuk mengurusi
segala sesuatu yang akan mereka hidangkan di meja makan. Menyediakan hidangan
terbaik diatas meja makan sebelum tamu kebanggan hadir dirumah mereka. Ya,
Hyojin akan mengajak kekasihnya untuk makan malam bersama.
Ibunya masih sibuk menata
makanan-makanan yang telah siap dihidangkan, Ayahnya larut dalam bacaan majalah
politik diruang keluarga, Hyojin sendiri masih sibuk memoleskan sesuatu pada
wajahnya agar tampat terlihat lebih cantik dari sebelumnya.
“Kakak belum pulang juga? Dia akan ikut
makan malam bersama, kan?” Hyojin menghapiri Ibunya didapur setelah selesai
dengan make up nya. Hyojin tampak anggun malam ini dengan dress berwarna ungu
lembut dengan tataan rambut yang dibiarkan tergerai indah dan diberi sedikit
penghias rambut yang berkilau.
“Dia akan tiba sebentar lagi.” Sedetik
setelah itu, pintu rumahnya terbuka dan menampilkan sosok lesu Shin-Hae yang
tampak lebih pucat dari pagi tadi.
“Kak!” Sapa Hyojin riang dan berlari
menghampirinya. “Kakak ikut makan malam dengan kami, kan?” Tanyanya penuh
semangat.
“Tentu. Tapi aku harus mandi dulu, nanti
aku menyusul.” Shin-Hae memberikan senyum lemahnya lalu meninggalkan Hyojin
begitu saja menuju kamarnya.
Hyojin menoleh kearah Ibunya untuk
menyanyakan apa yang terjadi pada Kakaknya, namun Ibunya justru memasang wajah
lesu yang berarti dia juga tidak tau apa yang sedang terjadi dengan Shin-Hae.
Pasti sesuatu telah terjadi, karna sifatnya benar-benar berubah.
Suara ponsel Hyojin mengalihkan
segalanya, dengan cengiran lebar Hyojin menerima panggilan itu lalu menutupnya
kembali.
“Dia sudah datang.” Hyojin dengan
gembira memberitahukan pada Ayah dan Ibu.
******
Shin-Hae membanting tubuhnya diatas
ranjang. Dia butuh istirahat, tapi keadaan tidak mengizinkan karna dia harus
hadir dimeja makan sepuluh menit lagi, karna dia telah berjanji pada Hyojin
akan ikut makan malam bersama kekasihnya.
Kekasihnya.
Seketika Shin-Hae kembali teringat
dengan kata-kata wanita yang sempat didengarnya tadi. Yang mengatakan bahwa
Kyuhyun akan menikah sebentar lagi. Jadi karna itulah Kyuhyun menghindarinya.
Tapi mengapa Kyuhyun tidak pernah mengatakan apa-apa padanya? Mengapa Kyuhyun
akhir-akhir ini seakan memberikan harapan pada Shin-Hae bahwa mereka memiliki
kesempatan untuk bersama kembali?
Hatinya sakit, terluka terlalu dalam.
Seharusnya dia memang menanyakan terlebih dahulu pada Kyuhyun mengenai status
hubungannya, tidak bertindak konyol seperti kemarin dan berakhir dengan akhir
yang tidak menyenangkan.
Dia masih menginginkan Kyuhyun, sangat
menginginkan pria itu. Bahkan kalung itupun masih tetap disimpan dan selalu
dikenakan. Dia sama sekali tidak bisa melupakan sosok Cho Kyuhyun yang dulu dan
hingga saat ini masih selalu berada dihatinya.
*******
“Selamat malam.” Sapa pria itu sopan
saat Ayah dan Ibu kekasihnya ikut menyambut kedatangannya.
Ibu Hyojin tentu tersenyum senang
melihat ternyata pilihan anaknya tidak pernah mengecewakan. Pria itu tampan,
memiliki sopan santun yang patut dihargai, dan juga terlihat dewasa dan siap
jika diminta untuk segera menikah.
“Silahkan masuk, anggap saja rumah
sendiri.” Ucap Ibunya sambil merangkul Ayah menuju meja makan yang telah di setting sedemikian
rupa hingga terlihat mewah.
“Ayo.” Hyojin merangkul lengan
kekasihnya dan menuntunnya hingga ke meja makan. Menarik satu kursi untuk
kekasihnya dan satu lagi untuk dirinya.
“Dimana Kakak?” Tanya Hyojin saat
Kakaknya tak kunjung datang padahal acara makan malam akan dimulai sebentar
lagi.
“Sebentar lagi dia akan turun, tunggu
saja.” Ibunya tersenyum kearah Kyuhyun. “Ah, siapa namamu?”
“Cho Kyuhyun.”
“Ah, Cho Kyu…” Ucapan Ibunya terhenti saat
merasa tidak asing dengan nama tersebut.
Dan seketika mata Ibunya melebar karna
terkejut ketika mengingat dimana dia pernah mendengar nama Cho Kyuhyun.
“Seseorang yang
memberikan kalung inilah yang akan ku perkenalkan pada Ibu.”
“Kalian sudah bertemu kembali?
Benarkah? Secepat itu?”
“Ternyata dia atasan
ditempatku bekerja.”
“Astaga, benar-benar
seperti kebetulan, kan? Siapa namanya?”
“Cho Kyuhyun.”
Terlalu terkejut dengan apa yang
didengar, Ibunya sontak berdiri, mendorong kursi kebelakang dengan cepat hingga
menimbulkan bunyi berdecit yang membuat semua orang diruangan ini menoleh.
“Maaf, Ibu permisi sebentar.” Ucapnya terburu-buru.
Dia harus mencegah Shin-Hae agar tidak
bertemu dengan mantan kekasih yang masih dia harapkan, dan gawatnya adalah Cho
Kyuhyun, mantan kekasih yang masih sangat dicintai Shin-Hae akan menjadi suami
adiknya sebentar lagi.
******
Shin-Hae yang saat itu baru
menyelesaikan make up nya, membenarkan posisi kemeja putihnya yang sedikit
berantakan. Dia tidak boleh mengacaukan acara makan malam ini dengan kondisinya
yang sangat mengerikan sejak kemarin, dia harus tampil sempurna didepan adiknya
dan calon tunangan adiknya.
Setelah merasa sempurna, Shin-Hae
menuruni anak tangga secara perlahan, sedikit mendengarkan percakapan yang
terjadi diruang makan. Sepertinya dia terlambat, calon tunangan adiknya pun
telah tiba dimeja makan, jadi dia mempercepat langkahnya namun tiba-tiba
terhenti saat dia mendengar percakapan antara pria itu dan Ibunya.
“Sebentar lagi dia akan turun, tunggu
saja. Ah, siapa namamu?”
“Cho Kyuhyun.”
Deg!
Spontan langkahnya terhenti diikuti
bersamaan dengan napasnya yang juga ikut terhenti beberapa detik. Kakinya
gemetar, tidak sanggup lagi menopang berat badan tubuhnya sendiri, jantungnya
menggila, kepalanya menjadi pusing mendadak.
Apa dia tidak salah dengar?
Mencoba memastikan apa yang didengarnya
tadi, Shin-Hae mengintip dari balik dinding yang langsung memberi pemandangan
kearah meja makan, dimana telah duduk empat orang disana tengah bercengkrama
hangat.
Shin-Hae segera menarik diri kembali
saat melihat Ibunya bangkit. Itu dia, benar-benar dia. Cho Kyuhyun, Cho
Kyuhyun-nya yang telah duduk manis berdampingan dengan adik perempuannya.
Tidak. Apa-apaan ini? Skenario macam apa lagi yang telah Tuhan tulis untuk perjalanan
cintanya? Tidak, demi Tuhan tidak! Hyojin adiknya sendiri!
Shin-Hae kembali menaiki anak tangga
dengan tergesa-gesa, bahkan hampir terjatuh saat kakinya berpijak pada anak
tangga terakhir jika dia tidak buru-buru berpegangan pada penyanggah. Matanya mulai
buram, tidak dapat melihat pandangan kedepan dengan jelas karna airmata yang
menggenang dipelupuk matanya.
Shin-Hae panik, tidak tau harus
melakukan apa lagi. Dia bahkan lupa dimana letak kamarnya sendiri, kini justru
dia masuk ke kamar adiknya. Shin-Hae buru-buru mengunci pintu saat mendengar
suara langkah kaki menaiki anak tangga, itu pasti Ibunya yang ingin mencegahnya
agar tidak turun kebawah.
Awalnya gadis itu tetap tenang, dia
masih bisa mengatur napasnya untuk kembali normal. Dia tidak boleh menangis,
dia tetap harus turun kebawah, menemui adiknya dan juga… Cho Kyuhyun untuk
makan malam bersama. Ini pernikahan impian adiknya, dia tidak boleh merusaknya.
“Jangan menangis, jangan menangis…
Jangan menangis.” Tepat kali ketiga kata itu terucap, airmatanya jatuh.
Akhirnya gadis itu menangis, dia tidak
bisa lagi menahan rasa sakit yang menghujam sekitaran dadanya. Sesak, dia sulit
bernapas, dia ingin terisak, dia ingin menumpahkan semuanya, dia harus menangis
sekencangnya untuk meringankan rasa sesak itu namun dia tidak bisa, karna
Ibunya sudah berada disini. Tau bahwa Shin-Hae berada dikamar Hyojin dan dia
mulai memainkan knop pintu agar pintu itu terbuka.
“Shin-Hae, Ibu tau kau didalam. Tolong
buka pintunya.” Ucap Ibunya dengan nada penuh kekhawatiran.
Shin-Hae merosot, tidak kuat lagi
berdiri dengan kaki yang terus bergetar. Dia menutup mulutnya kuat-kuat dengan
kedua tangan, berharap isakannya tidak terdengar.
Pria yang selama ini masih dicintainya
habis-habisan, pria yang masih selalu dia mimpikan untuk menjadi seseorang yang
paling special didalam hidupnya, pria yang masih menjadi nomor satu dihatinya
untuk dijadikan pasangan seumur hidup, pria yang masih selalu ada didalam
hatinya ternyata bukan lagi miliknya.
Bukan seperti ini, bukan cerita seperti
ini yang dia inginkan. Dia ingin semuanya berakhir bahagia, dia ingin memiliki
Kyuhyun, dia ingin menjadi istri untuk Cho Kyuhyun, dia ingin menjadi Ibu dari
anak-anak Cho Kyuhyun kelak, dia ingin… Dia ingin semua yang bersangkutan
dengan Cho Kyuhyun.
Dan adiknya, bagaimana bisa mereka
saling mengenal bahkan telah memutuskan untuk bertunangan? Bagaimana caranya
mereka bertemu? Bagaimana mereka bisa saling jatuh hati? Bagaimana Tuhan bisa
membalikkan takdirnya sebegitu cepat, bagaimana bisa Tuhan ternyata menggariskan
takdir Kyuhyun untuk Hyojin?
“Shin-Hae, tolong buka pintunya sebelum
semua orang mulai curiga. Ibu ingin mendengar sesuatu yang seharusnya kau
jelaskan.” Kembali terdengar suara Ibunya, dan sekali lagi Shin-Hae abaikan.
Apakah Hyojin tau seberapa besar rasa
cintanya pada pria yang sebentar lagi akan dinikahinya? Aakah Hyojin tau bahwa
Kyuhyun pernah berpacaran dengan Kakak perempuannya? Bagaimana perasaan Hyojin
nanti setelah mengetahui bahwa Kakaknya pernah menjalin hubungan dan bahkan
akhir-akhir ini kembali dekat dengan pria yang akan dinikahinya itu?
Pikiran Shin-Hae teralihkan saat melihat
ponsel Hyojin yang menyala karna baterai ponsel telah selesai di charge. Ponsel itu hidup, menampilkan sebuah wallpaper yang
menarik minat Shin-Hae untuk melihatnya.
Shin-Hae menghampiri nakas kecil yang
terletak disamping ranjang, karna dia kehabisan tenaga, Shin-Hae mulai
merangkak mendekati ranjang, kaki dan tangannya masih gemetar, tangisannya pun
masih pecah, airmata tak kunjung berhenti mengaliri dan membasahi pipinya.
Setelah melihat tampilan awal ponsel
itu, Shin-Hae menyesal setengah mati. Seharusnya dia tidak memiliki rasa
penasaran yang berlebihan, karna setelahnya dia akan semakin kesakitan, dia
akan semakin hancur. Lebih dan lebih hancur lagi.
“Shin-Hae, Ibu mohon…”
“Ibu? Dimana Kakak?”
Shin-Hae terkejut setelah mendengar
suara Adiknya yang ternyata ikut menyusul Ibu. Buru-buru dia menghapus
airmatanya yang tentu saja sudah menghancurkan make up dan membuat matanya
sembab.
Dengan sekuat tenaga dia bangkit,
mencoba berdiri dengan kakinya yang masih terasa seperti jelly, namun berhasil.
Setelah membereskan gaunnya Shin-Hae memutar kunci dan pintu kamarpun terbuka,
menampilkan Ibunya yang berada tepat dihadapannya, sedangkan Adiknya berada
dibelakang Ibu, tengah menatapnya dengan tatapan bingung.
“Kakak sedang apa dikamarku?” Hyojin
menghampiri Shin-Hae, melirik sebentar kearah kamarnya yang terlihat baik-baik
saja, tidak ada yang perlu menjadi pusat perhatian.
“Hmm..” Shin-Hae melirik sekilas kearah
Ibunya dengan gugup. “Aku kehilangan chargeponselku, jadi aku berniat meminjamnya tapi sedang kau
pakai.” Shin-Hae tersenyum kaku.
“Ah, sepertinya sudah selesai, nanti ku
pinjamkan.” Hyojin tersenyum, menunjukkan senyum yang terlihat seperti senyuman
malaikat, membuat Shin-Hae semakin merasa bersalah. Seharusnya dia tidak pernah
mendekati Kyuhyun lagi, seharusnya dia tidak merusak hubungan yang telah
dijalin baik-baik oleh Adiknya. Tapi bagaimana dengan perasaannya yang masih
begitu kuat? Masih ingin memiliki pria itu.
“Ayo kita turun, akan ku perkenalkan
pada kekasihku.” Tanpa peringatan, Hyojin menarik tangan Shin-Hae dan
membawanya menuju ruang makan.
Ibunya tampak panik, berusaha
menghentikannya namun terlambat. Hyojin telah menarik Shin-Hae hingga anak
tangga terakhir yang dituruninya. Dan setelah berbelok ke kiri, mereka akan
saling bertemu. Shin-Hae, Kyuhyun, dan Hyojin.
Kyuhyun yang masih berbincang ringan
dengan ayah Hyojin, tiba-tiba membulatkan matanya selebar yang dia bisa setelah
melihat Shin-Hae dan Hyojin datang dengan bergandengan tangan. Kyuhyun bahkan
tidak bisa menutup mulutnya rapat-rapat setelah melihat… Shin-Hae?
“Kyu, ini Kakakku yang baru kembali dari
Seattle. Namanya Kim Shin-Hae.” Ucap Hyojin memperkenalkan Kakaknya pada
Kyuhyun yang tentu saja sudah saling mengenal, bahkan lebih dari sekedar kenal.
Shin-Hae ingin mengalihkan tatapannya
dari mata Kyuhyun, ingin melihat kearah lain, kearah mana saja selain kearah
pria itu. Namun dia tidak bisa mengalihkannya, dia tidak bisa memerintahkan
otaknya untuk berhenti menatap Kyuhyun.
“Kak, dia Kyuhyun. Kekasihku.” Hyojin
masih dengan gembira memperkenalkan keduanya, tidak bisa membaca ekspresi wajah
keduanya yang terlihat sama-sama sakit.
Shin-Hae mencoba tersenyum, tentu saja
senyum yang dipaksakan dan terlihat sangat tidak normal. Dia mendekati Kyuhyun
dan menawarkan jabatan tangan pada Kyuhyun, memberi isyarat bahwa mereka harus
saling membohongi satu sama lain demi adiknya. Mereka harus bersikap
seolah-olah mereka memang baru saling mengenal hari ini.
Kyuhyun menerima tangan Shin-Hae dan
mereka bersentuhan, lagi-lagi sentuhan ringan yang berhasil membuatnya
kehilangan otak jernihnya, sama seperti saat Shin-Hae menciumnya dikantor
beberapa hari yang lalu, rasanya gila, seperti tersengat aliran listrik dengan
tegangan ribuan giga.
Shin-Hae lah yang pertama melepaskan
jabatan itu, dan seketika Kyuhyun merasa kehilangan. Mungkin ini bisa disebut
karma, mungkin seperti ini rasanya saat dia melepas ciuman yang tengah mereka
lakukan begitu saja. Ternyata seperti ini rasanya. Seperti kehilangan.
Shin-Hae memilih kursi yang jauh dari
Kyuhyun, dan berharap Kyuhyun tidak dapat melihatnya karna terhalang oleh
Hyojin. Lebih baik seperti ini, kan? Suasana meja makan menjadi lebih hening
dari sebelumnya, memberikan pertanyaan-pertanyaan tersendiri pada otak Hyojin
mengapa menjadi secanggung ini setelah Kakaknya datang.
Ibu tiba, memilih duduk berhadapan
dengan Shin-Hae dan terus mengamati ekspresi wajah anaknya. Ibu nya tidak
sungkan melakukan hal itu, dia bahkan tidak perduli dengan tatapan Hyojin yang
menatapnya bingung karna terus-terusan menatap Kakaknya yang tidak pernah balas
menatap Ibunya.
“Ayo kita mulai makan malamnya.” Suara
Ayah memecahkan segala keheningan yang terjadi.
Hyojin mengangguk setuju sambil terus
menyunggingkan senyuman lebarnya, sedangkan Ibu dan Shin-Hae sama sekali tidak
bersuara. Shin-Hae terus menatapi piring, sendok, garpu, beserta gelas berisi
air putih yang berada dihadapannya, tidak berniat mengalihkan pandangannya padahal
jelas-jelas dia merasa risih dengan tatapan Ibunya yang tak lepas menatapnya.
“Kau juga makan.” Ibunya mengambil
piring yang berada dihadapan Shin-Hae dan mengambilkan makanan untuk anaknya,
karna dia tau, jika dibiarkan begitu saja Shin-Hae tidak akan menyentuh apapun,
dia hanya akan diam dan itu akan menimbulkan kecurigaan.
Shin-Hae melirik sekilas kearah Kyuhyun
yang ternyata juga diam, dia hanya menerima apa yang Hyojin berikan untuk
dimakan. Apakah ini nyata? Apakah dia tengah bermimpi? Ini memang seperti
impiannya, makan malam dengan Kyuhyun dan bersama keluarganya, tapi tidak
seperti ini alurnya, Shin-Hae hadir bukan sebagai calon Kakak ipar pria itu,
melainkan sebagai calon istri pria itu.
“Dimana daging steak nya?”
Ayah menoleh kearah Ibu, menanyakan makanan yang tadi dibuat namun tidak hadir
dimeja makan.
“Ah, masih didapur, sebentar aku am…”
“Aku saja.” Shin-Hae memotong ucapan
Ibunya, dengan segera bangkit dari kursi yang lagi-lagi membuat semua orang
yang berada diruang makan menoleh kearahnya, termasuk Kyuhyun.
Shin-Hae ingin pergi dari meja makan,
dia ingin kembali kekamar dan meratapi kisah percintaannya yang sebegitu
mirisnya Tuhan tuliskan. Dia ingin berada jauh dari Kyuhyun, dia tidak ingin
lagi melihat Kyuhyun. Lalu bagaimana dengan besok? Besok mereka akan bertemu
kembali dikantor. Sikap seperti apa yang harus Shin-Hae tunjukkan besok?
Shin-Hae menemukan daging steak yang
dimaksud diatas meja dapur, dan sedikit mengernyit saat melihat taburan lada
hitam diatas daging tersebut. Kyuhyun tidak bsia memakan makanan apapun yang
diatasnya ditaburi lada hitam, karna pria itu memiliki alergi dengan lada
hitam, jika dia tetap memakannya maka tenggorokan pria itu akan terasa gatal
dan terus terbatuk bahkan makanan yang telah dia telan akan kembali keluar.
Seharusnya Hyojin tau apa yang bisa dan tidak dimakan oleh calon suaminya.
Shin-Hae kembali dengan sepiring besar
daging steak dan meletakkannya
ditengah-tengah meja makan –yang dimaksud dengan tengah adalah, daging itu
diletakkan disekitar keluarganya saja- Shin-Hae seolah tak mengizinkan Kyuhyun
menyentuh daging itu.
“Eiy, seharusnya kau menawarkan untuk
Kyuhyun juga.” Ayah mendorong piring besar itu kearah Kyuhyun, namun sangat tak
terduga karna Shin-Hae langsung menariknya kembali dan meletakkan ditempat
semula.
“Dia tidak suka lada hitam.” Ucap
Shin-Hae yang berhasil membuat semua orang mematung termasuk Kyuhyun, bahkan
nyaris membuat Hyojin tersedak oleh makanan yang baru saja dikunyahnya.
Ibunya terlihat menutup mata meihat
kebodohan Shin-Hae yang sangat cepat memberikan kode pada Hyojin bahwa mereka
memang saling mengenal. Dia tidak ingin teradi pertengkaran antara Hyojin dan
Shin-Hae jika semua ini terbongkar.
“Benarkah?” Hyojin menggumam pada
Kyuhyun, namun sebelum Kyuhyun memberikan jawaban Hyojin telah mengalihkan
tatapannya pada Shin-Hae.
“Kakak… Bagaiamana bisa tau?”
Dan sekarang Shin-Hae terdiam, dia belum
memikirkan jawaban apa yang harus dia lontarkan pada Adiknya. Haruskah dia
mengatakan “Kyuhyun adalah mantan kekasihku yang masih sangat ku
sayangi, dan jika kau tidak tau tentang Kyuhyun, enyahlah, dan berikan Kyuhyun
padaku.” Pikiran gila, kan? Namun Shin-Hae berharap dia
benar-benar bisa mengatakan hal itu.
“Kami bekerja disatu kantor yang sama,
dan satu team.”
Kyuhyun akhirnya membuka suara dan membuka semua kartu yang tadinya masih
mereka tutup rapat.
“Apa? Jadi, kalian sudah saling
mengenal? Bagaimana aku bisa tidak tau.” Ucap Hyojin yang justru kini
menunjukkan ekspresi bahagia. Bahagia ternyata Kakaknya telah mengenal Kyuhyun,
karna dia sedikit khawatir jika Kakaknya ternyata tidak merestui hubungannya
dengan Kyuhyun karna belum saling mengenal. Jadi, kekhawatiran itu seharusnya
tidak ada, kan?
Banyak yang tidak kau
tau. Gumam Shin-Hae dalam hati.
“Kalau begitu sangat bagus, kan?” Hyojin
kembali tersenyum, yang kali ini diikuti oleh Kyuhyun.
******
Publishing Building,
Seoul, South Korea
09.15
Shin-Hae menggigit bibirnya gugup saat
dia telah duduk dimeja kerjanya, tepat dihadapan Kyuhyun berada. Suasana tentu
saja menjadi canggung setelah kejadian tadi malam, saat Kyuhyun dan Shin-Hae
berada disatu meja makan dengan tema acara keluarga yang membahas masalah
pertunangan. Pertunangan antara Kyuhyun dan Hyojin.
Shin-Hae merasa seperti orang bodoh,
ditambah dengan ciuman yang dia lakukan tempo hari, dia benar-benar terlihat
seperti wanita putus asa yang tidak bisa melupakan masa lalunya dan dengan
tidak tau malunya masih mengejar pria itu, pria yang telah menjadi kekasih
adiknya sendiri.
Shin-Hae tidak ingin muncul lagi di
hadapan Kyuhyun sebenarnya, rasa malunya telah sampai taraf paling maksimal,
dia ingin menyembunyikan wajahnya agar Kyuhyun tidak melihatnya lagi. Bisakah
bumi menelannya sekarang juga? Harapan bodoh yang
sejak tadi malam selalu diucapkan Shin-Hae agar bisa terkabul.
Walaupun besar keinginannya untuk
meninggalkan dan melupakan Kyuhyun, tetap saja didalam hati kecilnya Shin-Hae
tidak ingin pergi, dia ingin tetap berdiri dihadapan Kyuhyun dan melewati
semuanya, menyaksikan segalanya. Dia hanya ingin melihat Kyuhyun-nya bahagia.
Apakah pria itu akan bahagia? Shin-Hae berharap Hyojin sama sekali tidak bisa
membuat Kyuhyun bahagia. Jika memang Hyojin benar-benar tidak bisa
membahagiakannya, Shin-Hae masih bersedia menggantikan posisi Hyojin untuk
membuat Kyuhyun bahagia. Karna Shin-Hae mengerti bagaimana cara membuat Kyuhyun
bahagia.
Dan Hyojin tidak bisa
mencintai Kyuhyun seperti Shin-Hae mencintai Kyuhyun.
Kyuhyun sama sekali tidak berbicara pada
Shin-Hae, menolehpun tidak dia lakukan sepagian ini, membuat Shin-Hae merasa
diasingkan karna Kyuhyun tidak merubah sikapnya pada karyawan lain, hanya pada
Shin-Hae. Shin-Hae ingin menyapa Kyuhyun, terus-terusan dia berusaha mendekati
Kyuhyun namun pria itu seperti menjauh, menolak adanya interaksi hari ini,
apakah segalanya memang salah Shin-Hae?
Dan tanpa terasa, sudah waktunya untuk
kembali kerumah. Sudah 10 jam mereka berada disatu ruangan yang sama, dan 10
jam juga mereka tidak saling bertegursapa. Kyuhyun tampak lelah, seperti
menahan sesuatu yang ingin dia keluarkan. Shin-Hae terus memerhatikan
gerak-gerik Kyuhyun. Saat pria itu memasukkan beberapa dokumen kedalam tasnya,
mengecek ponselnya, mengetikkan sesuatu diponselnya, dan mengambil beberapa
barang dalam laci meja kerjanya. Semuanya tampak mengagumkan, bagaimana bisa
dia terlihat luar biasa tampan seperti itu? Mengapa dulu Shin-Hae tidak
menyadari kalau dia telah mensia-siakan pria tertampan yang pernah singgah
didalam hidupnya? Apakah ini karma? Tapi mereka berpisah dengan cara baik-baik,
tidak bisakan Tuhan mengembalikan mereka dengan cara baik-baik juga?
Shin-Hae tersenyum miris. Seharusnya dia
tidak mengharapkan Kyuhyun lagi, dia tidak boleh menginginkan Kyuhyun lagi.
Kyuhyun telah memiliki orang lain, Kyuhyun bahkan akan menikah sebentar lagi.
Cukup dia menjadi wanita brengsek yang meninggalkan kekasihnya, jangan menjadi
wanita penghancur hubungan orang lain.
Shin-Hae memasukkan kembali
barang-barangnya kedalam tas, bersiap untuk pulang kerumah dan melanjutkan lagi
tangisnya yang masih belum terasa puas sama sekali. Shin-Hae membentuk sebuah
jadwal untuk dirinya sejak kemarin. Bangun, bekerja, pulang, menangis, dan
tidur. Bahkan dia melupakan kata makan didalam jadwalnya.
Ponsel adalah benda terakhir yang akan
dimasukkannya kedalam tas, namun sebelum tangan gadis itu sempat meraih
ponselnya, sudah terlebih dahulu ada tangan lain yang merebutnya. Gadis itu
terkejut, saat dia menoleh, Kyuhyun telah menarik tangannya menuju entah
kemana.
“Aw, lepaskan!” Jerit Shin-Hae kesakitan
saat Kyuhyun semakin mencengkram pergelangan tangannya ketika Shin-Hae berusaha
melepaskan tangan pria itu dari tangannya.
“Sebenarnya mau kemana, huh.” Suaranya
merendah, namun tangannya tetap berusaha melepaskan cengkraman Kyuhyun.
Kyuhyun sama sekali tidak bicara,
Shin-Hae hanya bisa melihat ekspresi wajahnya dari belakang, setidaknya dia
bisa melihat sedikit dari wajah tampan itu sedang muram, kesal, dan sedih dalam
satu ekspresi. Shin-Hae berhenti memberontak, dia mengalah karna merasa
bersalah. Oh, terkutuk dengan rasa bersalahnya! Memangnya kesalahan apa yang
telah dia perbuat?
Kyuhyun melepas cengkraman tangannya
saat merasa bahwa tidak mungkin ada karyawan digedung ini yang melewati tempat
ini. Kyuhyun masih membelakangi Shin-Hae, tidak berani menoleh kebelakang dan
menatap wajah gadis itu. Sudah cukup dia merasa terhina dengan acara makan
malam paling memalukan yang pernah dia lewati tadi malam. Hyojin adalah adik
Shin-Hae? Apakah ini lelucon?
“Kenapa kau membawaku ketempat ini?”
Shin-Hae membuka pembicaraan, jika menunggu Kyuhyun yang berbicara terlebih
dahulu, mungkin mereka tidak akan pernah mengatakan apapun sekarang. Dia sangat
mengerti sifat Kyuhyun. “Kalau tidak ada aku mau pulang.” Ancam Shin-Hae.
Shin-Hae menunggu sedetik, menunggu
Kyuhyun berbalik dan menghadapnya, membicarakan sesuatu yang seharusnya mereka
selesaikan. Namun Kyuhyun tak kunjung beranjak dari tempatnya, jadi Shin-Hae
memutuskan berbalik untuk pergi.
Baru dua langkah kaki Shin-Hae
meninggalkan Kyuhyun, tangannya tiba-tiba ditarik paksa lalu tubuhnya
dihempaskan kedinding. Kyuhyun menyudutkan Shin-Hae, menjaga dengan kedua
tangannya agar Shin-Hae tidak dapat bergerak.
“Kau tidak pernah mengatakan soal
Hyojin. Kalian menjebakku?” Tanya Kyuhyun dengan nada frustasi.
Shin-Hae mendengus tak percaya.
“Menjebak? Seharusnya aku yang berkata seperti itu.” Shin-Hae menegakkan
kepalanya, jelas-jelas menantang Kyuhyun untuk beradu mulut.
Kyuhyun mengerutkan keningnya, menatap
wajah itu lekat-lekat. Wajah yang hanya berada beberapa inchi dari jarak
wajahnya, dia dapat melihat kesempurnaan wajah wanita itu dengan jarak sedekat
ini, wajah yang telah membuat hatinya berpaling akhir-akhir ini, hingga
membuatnya melupakan posisi Hyojin dihatinya.
“Kau tidak memberitahu Hyojin tentang kita?” Pertanyaan kedua Kyuhyun yang berhasil membuat
Shin-Hae terkekeh pelan, reaksinya meremehkan. “Kenapa tertawa?” Lanjut Kyuhyun
dengan kening berkerut.
Shin-Hae terkekeh mendengar Kyuhyun
menggunakan kata kita untuk perumpamaan
dirinya dan Kyuhyun. Kata-kata yang menurut gadis itu terlalu manis, dan
lagi-lagi menghantam hati Shin-Hae. Bisakah pria ini berhenti membuat Shin-Hae
kehilangan akal?
“Kau takut jika aku mengatakan semuanya
pada Hyojin? Sebegitu cintanya dengan Hyojin, huh?” Shin-Hae mengejek,
terdengar mengejek, namun lagi-lagi dia terluka dengan apa yang diucapkannya.
“Lebih baik urusi Hyojin-mu dari pada
mengurusiku. Tidak perlu khawatir, aku akan menjaga rahasia ini baik-baik.”
Bertepatan dengan berakhirnya kata-kata terakhir yang diucapkan, gadis itu
mendorong tubuh Kyuhyun kuat-kuat dan dia berhasil, tubuh Kyuhyun terdorong
cukup jauh hingga memudahkan Shin-Hae melepaskan diri dari Kyuhyun.
Shin-Hae cepat-cepat meninggalkan
Kyuhyun, dia setengah berlari kembali ke ruangannya untuk mengambil tasnya yang
masih tertinggal dimeja kerja, lalu setelah itu dia akan kembali kerumah,
menikmati rasa kesakitannya yang semakin dalam.
Namun apa yang telah direncanakannya,
tidak semudah itu untuk dilaksanakan, karna Kyuhyun telah berhasil menyusulnya
dan ditutup kembali pintu ruangan kerja mereka, membuat Shin-Hae lagi-lagi
terkurung berdua saja dengan Kyuhyun.
“Apa lagi?!” Sergah Shin-Hae jengkel.
“Aku sudah bilang aku tidak akan mengatakan apapun pada Hyojin mengenai
hubungan kita, apakah belum cukup? Kau mau apalagi?”
Shin-Hae memundurkan langkahnya
berbarengan saat Kyuhyun memajukan langkahnya. Ada aura gelap yang terpancar
dari pria itu, dan Shin-Hae tau akan terjadi sesuatu yang buruk sebentar lagi.
Oh, astaga, Kyuhyun membuatnya takut. Pria itu sudah tau jika Shin-Hae memiliki
ketakutan tersendiri saat dia berdekatan dengan pria, dan ini adalah kali
pertama Kyuhyun membuatnya takut, dan itu artinya reaksi Shin-Hae tak lagi sama
seperti dulu.
“Seharusnya kau mengatakan tentang
Hyojin.” Kyuhyun berbicara dengan nada menyeramkan.
“Bagaimana aku bisa mengatakannya, kita
memang tidak pernah menyinggung soal keluarga, kan? Aku tidak tau jika akan
berakhir seperti ini. Tolong berhenti, kau menakutiku!” Shin-Hae sedikit
berteriak, membuat Kyuhyun akhirnya menghentikan langkahnya dan menatap
Shin-Hae dengan eskpresi yang tak terbaca.
“Kau… Takut?” Kyuhyun terperanjat,
memunculkan ekspresi kekecewaan diwajahnya.
“Kau tidak mencintaiku lagi?” Lanjut
Kyuhyun masih dengan tatapan sendu.
“Aku mencintaimu! Aku masih mencintaimu,
Kyu! Tidakah kau bisa merasakannya sejak kemarin? Aku berusaha terus-terusan
mendekatimu, bertindak bodoh, melakukan apapun agar aku bisa mencuri
perhatianmu lagi. Dan kau memberiku harapan! Kau menerimaku seakan kau juga
masih menginginkanku. Kau mau mencoba balas dendam karna aku meninggalkanmu ke
Amerika?” Suara gadis itu pecah, hampir mengeluarkan isakan pelan namun
berhasil dia tahan.
Kyuhyun termenung mendengar jawaban
Shin-Hae. Sebenarnya tanpa diberitahupun Kyuhyun sudah tau bahwa gadis itu
menginginkannya, sama dengan dirinya, Kyuhyun juga masih menginginkannya. Namun
dia tidak bisa merubah keadaan begitu cepat, dia telah terikat dalam suatu
hubungan serius dengan Hyojin.
Kyuhyun mencintai Hyojin, tentu saja.
Jika dia telah membuat keputusan hingga sejauh itu, Kyuhyun tidak lagi main-main
dengan pilihannya. Kyuhyun memang meneirma begitu saja saat Hyojin meminta
untuk meneruskan hubungan mereka ketingkat yang lebih serius lagi, Kyuhyun
tidak bisa menolak, lagipula mereka telah sama-sama matang dalam hubungan yang
terjalin singkat, lalu apalagi? Tentu saja dia akan mengikuti alur yang
semestinya. Setelah berpacaran, tentu saja mereka akan menikah.
Namun Shin-Hae kembali, menawarkan cinta
yang lama, membawa kembali kenangan-kenangan indah yang ingin dia lupakan.
Gadis itu kembali bersama dengan dirinya yang dulu, tidak ada perubahan, dan
gadis itu terang-terangan menawarkan kembali jalinan kasih yang sangat
didambanya dulu.
Kyuhyun hanya bisa menundukkan kepalanya
lalu menarik Shin-Hae kedalam pelukannya. “Maafkan aku.” Hanya dua buah kata
namun sukses membuat keduanya meneteskan sebutir airmata. Apa Tuhan tidak
mengizinkan mereka bersama? Jika memang tidak, tolong pisahkan mereka dengan
cara baik-baik, tidak seperti ini.
Kyuhyun mulai menggerakkan tangannya
dibahu Shin-Hae, membuat gerakan berulang hingga Shin-Hae terhanyut dalam
kelembutan pria itu. Lagi dan lagi Shin-Hae menyerahkan dirinya pada Kyuhyun,
jelas-jelas dia tau bahwa sebentar lagi, dia akan dihempaskan pada kenyataan
yang menusuk hatinya dalam. Namun Shin-Hae seakan tak perduli pada beberapa
menit kedepan, dia hanya ingin menikmati detik-detik ini, menikmati saat
Kyuhyun memeluknya. Bisakah waktu berhenti sebentar saja?
Keduanya masih hanyut dalam pelukan itu,
saat sebuah ketukan pada kaca besar yang melapisi ruangan tempat kerja mereka
dengan ruangan lain terdengar ditelinga mereka, sontak Kyuhyun dan Shin-Hae
saling melepaskan, dan berdirilah Hyojin ditengah-tengah mereka diluar ruangan.
Hyojin!
Ekspresi gadis itu tak terbaca, dia
berusaha menutupi sesuatu dibalik wajah datarnya yang lama kelamaan terlihat
menahan amarah. Entah sudah berapa lama Hyojin berada disana dan menyaksikan
adegan romantis yang dilakukan oleh calon suaminya dan Kakak perempuannya.
Calon suami dan Kakaknya terlihat salah
tingkah saat Hyojin masih tetap berdiri diantara mereka dan jelas-jelas menatap
kearah Kyuhyun dengan penuh amarah dan menatap Kakak perempuannya dengan
tatapan jijik.
“Kyuhyun oppa, keluar.” Ucap Hyojin
setengah berteriak agar suara Hyojin dapat menembus kaca tebal tersebut.
Kyuhyun menunduk pasrah, mereka telah
tertangkap basah dan saatnya menjelaskan yang sebenarnya. Kyuhyun mengikuti
perkataan Hyojin, dia segera keluar menemui Hyojin. Kyuhyun pikir Hyojin akan
menghadiahinya sebuah tamparan keras atau apapun yang dapat melampiaskan rasa
kesalnya, namun dugaannya salah.
Hyojin justru melangkah melewati Kyuhyun
dan masuk kedalam ruangan menghampiri Shin-Hae yang masih terpaku disana.
Hyojin menggantikan posisi Kyuhyun tadi, kini Hyojin yang berada tepat
dihadapan Shin-Hae.
“Kupikir kalian kenal hanya sebatas
rekan kerja, tapi sepertinya aku melewatkan sesuatu yang menarik disini.”
Hyojin tersenyum sinis lalu memutar matanya kesal. “Aku akan menunggumu
menjelaskan semuanya dirumah.. Kakak.” Hyojin sengaja menekan kata Kakak, karna
mulai didetik yang sama saat dia melihat Kyuhyun berpelukan dengan Shin-Hae,
Hyojin telah memutuskan untuk membenci Kakaknya sendiri.
******
On the Car
20.15
Kyuhyun memutuskan meninggalkan Shin-Hae
dan mengantar Hyojin kembali kerumah. Kyuhyun ingin menawarkan tumpangan pada
Shin-Hae juga mengingat Kyuhyun akan mendatangi rumah gadis itu juga. Namun
cepat-cepat dia mengurungkan niatnya saat mengingat statusnya saat ini yang
telah bertunangan dengan Hyojin, dia tidak bisa menyakiti Hyojin lagi. Tidak setelah
dia melihat saat Kyuhyun memeluk Kakaknya.
“Kita menikah saja.”
Hyojin yang sedari tadi diam dan menutup
matanya, kini mengeluarkan dua buah kata yang nyaris membuat keduanya celaka
karna Kyuhyun dengan tiba-tiba menginjak remnya dalam-dalam hingga mobil
dipaksa berhenti setelah melaju dengan kecepatan 100km/h.
Hyojin tersentak kearah dashboard, membuatnya melebarkan mata tak percaya dengan reaksi
yang diberikan Kyuhyun. Hyojin menoleh, melihat Kyuhyun yang ternyata juga
melebarkan matanya. Namun Hyojin berasumsi bahwa itu bukan reaksi karna rem
dadakan pada mobilnya, melainkan karna perkataannya yang meminta untuk menikah.
Hyojin tersenyum miris, bahkan dia masih
bisa setenang ini setelah melihat calon suaminya berciuman dengan wanita lain,
dan gilanya, Kyuhyun berciuman dengan Kakaknya sendiri! Hyojin sebenarnya telah
menduga ada yang tidak biasa, apalagi setelah Kakaknya yang tidak mengizinkan
Kyuhyun memakan steak yang diatasnya
ditaburi lada hitam. Jika memang mereka hanya sebatas rekan kerja, tidak
mungkin Kakaknya mengerti Kyuhyun hingga sedetail itu. Dan dari cara keduanya
menatap, oh sialan! Seharusnya kemarin Hyojin mengerti kenapa Kyuhyun
berkali-kali melirik kearah Kakaknya.
“Maaf.” Ucap Kyuhyun seraya menjalankan
mobilnya kembali, namun kali ini dengan kecepatan yang lebih rendah dari
sebelumnya.
“Oppa masih
mencintainya?” Alih-alih menjawab perkataan maaf Kyuhyun, Hyojin justru
mengalihkan topik pembicaraannya pada suatu pembicaraan yang sama sekali tidak
ingin Kyuhyun bicarakan sekarang.
Kyuhyun diam, pria itu menggigit bibir
bawahnya menahan sebuah kata yang telah dirancangnya dalam hati, sebenarnya
bisa saja dia mengucapkannya, namun Kyuhyun tidak ingin menyakiti hati gadis
ini lagi. Sudah cukup dia menahan rasa sakitnya sendiri karna melihat apa yang
seharusnya tak dilihat.
“Kau tidak menjawab.” Gumam Hyoji
lirih. Kali ini Hyojin mengganti kata ‘oppa’ dengan ‘kau’ tidak lagi ingin
menghormati Kyuhyun, karna pria itu saja tidak cukup menghormati Hyojin karna
dia masih dengan tak tau dirinya berselingkuh setelah memutuskan untuk menikah.
“Kau tidak pernah mengatakan apapun
tentang kalian.”
Lanjut Hyojin dengan nada menuntut balasan.
“Karna aku sama sekali tidak tau bahwa
kalian memiliki hubungan darah.” Sergah Kyuhyun kesal.
“Kau yang tidak tau atau memang dia yang
tidak ingin mengatakan bahwa aku adalah adiknya.” Kini Hyojin mulai menyalahkan
Shin-Hae, dan Kyuhyun tidak terima dengan tuduhannya.
“Kakakmu juga tidak tau, jangan
menyalahkannya.”
“Jangan membelanya!”
Kyuhyun sontak terdiam dan menoleh,
mendapati Hyojin tengah menatapnya dengan mata melebar sarat dengan emosi.
“Kalian masih saling mencintai, kan?”
Hyojin mulai terisak, mata besarnya mulai terlihat basah, menampung cairan yang
setelahnya akan membasahi pipinya ketika terjatuh nanti.
“Hyojin-ah.”
“Jawab aku, oppa!”
“Ya, aku masih mencintainya.” Aku
Kyuhyun akhirnya, dan berhasil membuat cairan bening yang tertahan dipelupuk
mata Hyojin terbebas bersamaan dengan terlontarnya jawaban Kyuhyun. “Tapi aku
tau, sekeras apapun aku berusaha memperbaiki dan mempertahankan perasaanku
untuknya, semuanya tidak akan pernah bisa terjadi. Aku hanya akan bersamamu
mulai sekarang. Eo? Percayalah.”
******
Shin’s Home, Seoul,
South Korea.
21.20
“Kau sudah pulang?”
Shin-Hae menoleh menemukan Ibunya yang
berjaga disofa menunggu kepulangannya. Entah hanya perasaannya saja atau tidak,
Ibunya menjadi lebih perhatian padanya, menjaga sekali perasaan Shin-Hae,
berusaha sebisanya agar tidak membuat Shin-Hae tersinggung. Mungkin karna itu
juga Ibunya tidak lagi membahas masalah Kyuhyun seusai makan malam itu.
“Hmm.” Shin-Hae mengangguk lalu
menghampiri Ibunya, dia duduk sambil menyandarkan kepala dibahu Ibunya. Gadis
itu menghela napas panjang, menyiratkan sekali bahwa ada sebuah beban berat
yang tengah dipikulnya sendirian.
“Kau sudah makan? Mau Ibu buatkan
sesuatu?”
“Aku tidak lapar.”
Lalu diam, menikmati kesunyian yang
menghantam mereka, tidak tau lagi harus mengatakan apa. Ibunya hanya mengelus
tangan Shin-Hae yang berada dipangkuannya, mengelus lembut dengan gerakan
berulang, membuat Shin-Hae semakin tak ingin beranjak.
“Ibu… Tidak ingin bertanya?” Shin-Hae
melontarkan pertanyaan yang sontak membuat gerakan berulang itu terhenti
sejenak. “Ibu benar-benar tidak ingin bertanya? Sepertinya ada banyak hal yang
harus ku jelaskan pada Ibu dan juga Hyojin.”
“Jangan jelaskan kalau kau tak ingin
membahasnya.” Jawaban yang sungguh diluar dugaan Shin-Hae.
“Seandainya pikiran Hyojin selurus
pikiran Ibu.” Gumam Shin-Hae pelan namun masih bisa ditangkap oleh Ibunya.
“Apa? Apa maksudnya?”
Shin-Hae mengangkat kepalanya dan
menatap tepat dimanik mata Ibunya. “Hyojin sudah tau semuanya. Tadi dia datang
ke kantor dan menemukanku sedang bersama Kyuhyun, dan kami tertangkap basah.”
Shin-Hae tertawa, berusaha membuat tawa itu terlihat geli namun gagal, karna
Ibunya menatap dengan wajah serius. Justru Ibunya menganggap Shin-Hae dengan
sengaja melakukannya untuk membuat hubungan Kyuhyun dan Hyojin hancur. Padahal
kenyataannya tidak seperti itu, Shin-Hae hanya ingin menyembunyikan
kesedihannya.
“Bagaimana bisa? Astaga Kim Shin-Hae!
Kau…”
“Ah aku lelah, aku kekamar dulu.”
Shin-Hae memotong ucapan Ibunya, segera menghambur pergi menuju kamarnya. Dia
sedang tidak ingin diceramahi malam ini, yang dia butuhkan sekarang hanya
ranjang, dan bantal untuk meredam suara tangisnya.
******
Pagi hari lagi-lagi Shin-Hae tidak ikut
sarapan bersama. Dia cukup sadar telah melewatkan makan malamnya dan sekarang
dia juga menolak untuk makan pagi, berharap dia cepat mati karna ulahnya yang
selalu menolak makanan masuk kedalam perutnya.
Shin-Hae sudah bangun beberapa jam yang
lalu, atau dia memang tidak tidur semalaman? Dia menangis hingga pagi, dan
istirahat sejenak dengan membuka binder lamanya dan melihat beberapa tulisan
Kyuhyun mengenai seberapa besar rasa cintanya dulu, lalu melihat beberapa foto
lamanya bersama Kyuhyun yang memang diselipkannya dilembaran binder itu.
Kyuhyun yang sedang tersenyum, sedang
tertawa, sedang melirik Shin-Hae, sedang mencium pipi Shin-Hae. Shin-Hae
tersenyum mengenangnya. Ya, semua telah menjadi kenangan. Impiannya untuk
mendapatkan Kyuhyun kembali harus dikuburnya dalam-dalam, dan sepertinya dia
harus menemukan pria lain untuk menggantikan posisi Kyuhyun dihatinya.
Sebuah ketukan berhasil membawa Shin-Hae
kembali ke alam sadarnya setelah sejenak dia kembali ke bayangan masa lalu.
Shin-Hae turun dari ranjang dan membukakan pintu lalu tersentak, mendapati
Hyojin-lah yang mengetuk pintunya.
“Boleh aku masuk?” Ekspresinya datar,
tidak seperti Hyojin yang biasanya.
Shin-Hae tidak menjawab, dia hanya
menyamping memberikan jalan untuk Hyojin memasuki kamarnya. Shin-Hae menutup
pintunya pelan, tidak ingin membuat suara sedikitpun. Apa yang harus dia
jelaskan mengenai apa yang dia lihat semalam dikantornya. Haruskah Shin-Hae mengatakan
mengenai perasaannya yang masih menyayangi calon suaminya?
“Ibu menyuruhku memanggilmu untuk
makan.”
Tentu bukan itu alasan yang sebenarnya
Hyojin memasuki kamar Shin-Hae. Jadi Shin-Hae diam, menunggu kelanjutan ucapan
Hyojin yang masih belum diselesaikannya.
“Dibawah ada Kyuhyun.” Lanjutnya yang
membuat Shin-Hae menahan napas selama beberapa detik, tersentak dengan apa yang
dikatakan Hyojin. “Dan aku ingin menentang perintah Ibu. Jangan turun kebawah
sekarang.”
Shin-Hae terhentak, dengan cepat kepalanya
menoleh kearah Hyojin dan menatapnya dengan tatapan tak percaya. Hyojin tengah
melipat kedua tangannya didepan dada, menunjukkan keangkuhan sifatnya dan
tatapan mata yang menantang Shin-Hae untuk melawan.
“Kenapa?” Ucap Shin-Hae dengan naa
bengis, melawan adiknya adalah hal yang tidak diinginkannya, setidaknya
Shin-Hae bisa mengikhlaskan Kyuhyun untuknya jika Hyojin memintanya dengan
baik-baik. Namun reaksi Hyojin sama sekali tidak bersahabat sejak kemarin, dia
mulai menghilangkan sopan santunnya pada Shin-Hae, tidak lagi memanggilnya
dengan cara yang benar, tidak lagi menyebutnya Kakak.
“Kau takut aku bertemu dengan Kyuhyun?”
Tambahnya dengan senyuman sinis, membuat Hyojin semakin geram, karna setelah
itu Shin-Hae melihat Hyojin mengepalkan tangannya.
“Seharusnya kau tau tempatmu, Kak.”
Hyojin berusaha terlihat sabar dengan menambahkan senyum disela-sela ucapannya.
“Kau adalah masa lalunya, dan aku masa depannya. Jadi jangan coba hancurkan
kehidupannya dengan membuatnya menoleh kebelakang, karna kenangan seharusnya
dilupakan, bukan untuk dikenang.”
“Jika masa lalu yang kau sebut tadi
ternyata adalah masa depan yang diimpikannya, apa kau akan tetap menyuruhnya
menatap kedepan? Memaksanya melupakan impiannya?” Shin-Hae menaikkan sebelah
alisnya, benar-benar menunjukkan bahwa dia akan tetap menahan Kyuhyun dalam
genggamannya.
“Ha-ha. Apa kau berniat mengatakan bahwa
kau adalah masa depannya? Seharusnya jangan pernah mengatakan hal yang akan
membuatmu malu nantinya.” Hyojin melangkah maju, mendekati Shin-Hae dan
mengangkat tangan kirinya tepat didepan wajah Shin-Hae, menunjukkan sebuah
cincin perak dengan hiasan berlian kecil ditengahnya. “Kyuhyun tunanganku, yang
berarti Kyuhyun adalah milikku. Kau ingin merebutnya? Coba saja ambil dariku.”
Shin-Hae terdiam, dia tidak bisa
mengalahkan Hyojin, seharusnya dia tau itu. Hyojin memiliki cincin yang akan
mengikatnya dengan Kyuhyun selama mereka berdua hidup, sedangkan dia? Kalung
pembawa keberuntungan? Keberuntungan sehebat apapun tidak akan membuatnya
bahagia memilikinya, yang dia inginkan sekarang hanyalah memiliki sang pemiliki
kalung. Apakah permintaannya terlalu sulit untuk dikabulkan?
Tubuh Shin-Hae terdorong kebelakang saat
Hyojin dengan sengaja mendorong bahu Shin-Hae dengan bahunya saat dia akan
meninggalkan kamar. Serendah itukah Shin-Hae di mata Hyojin sekarang? Apakah
tidak ada harganya lagi dia dimata adiknya?
Shin-Hae tersenyum miris, meratapi
nasibnya yang sepertinya tidak diizinkan untuk bahagia. Apakah sebaiknya dia
kembali menghilang? Dan membuat semuanya kembali seperti sebelum dia pulang ke
Korea. Ayah, Ibu, dan juga Hyojin yang menyayanginya dan Kyuhyun yang tidak
pernah dia temui. Haruskah seperti itu?
******
“Sudah 4 hari dia demam, dan dia masih
belum ingin pergi ke dokter.” Ibunya berjalan mondar-mandir didepan Ayahnya
yang masih sibuk membaca koran paginya. Ini tepat hari ke-4 sejak Hyojin jatuh
sakit. Dan Ibunya mulai menerka-nerka, apakah sakitnya berhubungan dengan
kejadian yang akhir-akhir ini membuatnya terguncang?
“Panggil saja dokter kerumah.” Ujar
Ayahnya masih dengan nada tenang, kali ini sambil menyesap kopinya.
“Sudah, tapi dia mengunci kamarnya,
tidak ingin diperiksa.”
Perkataan Ibunya kali ini membuat
Ayahnya menatap Ibu, kali ini situasinya berbeda dengan saat Hyojin sakit dulu.
Anak itu memang tidak suka minum obat, dan juga membenci dokter tapi tidak
sampai tahap mengurung diri ketika dokter datang. Apakah keadaannya benar-benar
gawat?
“Pagi.” Suara lantang Shin-Hae
mengalihkan Ayah dan Ibunya dari pembicaraan masalah Hyojin.
Shin-Hae terlihat kembali normal,
setidaknya satu dari dua anaknya telah pulih, jadi hilang satu beban yang harus
dipikirkan Ibunya. Shin-Hae mengerutkan kening saat Ibunya mendesah lega
melihat keadaannya, memang tiga hari kebelakang dia bersikap tidak normal,
mendadak menjadi pendiam dan tidak ingin berbaur dengan keluarga, tapi mereka
memaklumi, karna mereka telah tau alasannya.
Shin-Hae menghampiri meja makan,
mengambil tempat disebelah Ayahnya dan heran melihat Ibunya tidak bergabung
dimeja makan, namun dia hanya berdiri didepan Ayah dengan wajah gusarnya.
“Ibu tidak sarapan?” Tanya Shin-Hae
sambil mengambil satu potong roti yang selanjutnya dioleskan selai cokelat dan
diberikan parutan keju diatasnya.
“Ibu tidak lapar.” Jawab Ibunya masih
dengan nada gusar, akhirnya membuat Shin-Hae berhenti berpura-pura tidak
menyadari kegusaran Ibunya, jadi dia bertanya.
“Ada apa?”
“Hyojin sakit, sudah 4 hari. Dia tidak
mau keluar kamar, makanannya pun tidak dimakan. Ibu sudah panggilkan dokter,
tapi dia mengunci kamarnya, dia tidak ingin diperiksa. Ibu takut….”
Belum usai Ibunya menjelaskan, Shin-Hae
sudah bangkit dengan wajah kesal lalu kembali menaiki anak tangga dengan
terburu-buru. Ibunya semakin takut, akhirnya mengikuti langkah Shin-Hae, yang
ternyata kini dia telah berdiri didepan kamar Hyojin sambil mengetuk pintunya
dengan intonasi yang cepat, seperti ingin mengamuk dengan si pemilik kamar.
“Kim Hyojin, buka pintunya.” Shni-Hae
berteriak, dia tau Hyojin mendengarnya namun dia tetap tidak ingin membuka
pintunya. Shin-Hae tidak akan terima jika penyakit Hyojin ternyata disebabkan
olehnya.
“Buka atau ku hancurkan pintu kamarmu.”
Lagi, Shin-Hae berteriak.
“Jika kau masuk, aku akan melukai
tubuhku.” Balas Hyojin dari kamar, sama-sama berteriak namun nada bicara Hyojin
lebih lemah dari biasanya.
Mendengar ancaman itu Shin-Hae mendengar
suara tangis Ibunya memecah. Ayah yang sudah berada disamping Ibu, segera
merangkul dan menarik Ibunya turun kebawah, memberi Shin-Hae waktu untuk
menyelesaikan masalahnya berdua saja dengan Hyojin.
“Ayah,” Panggil Shin-Hae sebelum mereka
menuruni anak tangga. Ayahnya menoleh, “Tolong hubungi Kyuhyun.”Lanjut gadis
itu dengan sedikit berbisik, dia tidak ingin Hyojin mendengarnya, dia takut
Hyojin akan kembali salah paham ketika mendengar itu. Ayahnya mengangguk dan
pergi.
“Satu luka ditubuhmu, berarti aku akan
menamparmu tiga kali. Banyak luka ditubuhmu, berarti aku akan mencekikmu hingga
nyaris mati. Satu tetes darah yang keluar dari tubuhmu, maka aku akan
membantumu untuk cepat-cepat mati.” Shin-Hae kembali berbicara dengan Hyojin,
kali ini tidak berteriak, cukup dengan nada datar namun terdengar mengerikan.
Tiba-tiba saja suara hantaman keras
terdengar dari balik pintu. Shin-Hae terkejut, langkahnya mundur secara
otomatis. Hyojin sepertinya baru saja melemparkan sebuah benda mudah pecah
kearah pintu. Sialan! Gadis itu benar-benar melawan.
“Kau pikir aku takut dengan tingkahmu,
huh.” Ujar Shin-Hae, kali ini sambil terkekeh.
“Aku bertanya sekali lagi, buka pintu
atau aku akan membukanya dengan caraku sendiri.”
“Aku tidak akan pernah membuka pintu itu
sebelum kau pergi dari rumah ini.” Kali ini Hyojin membalas, dan cukup berhasil
membuat Shin-Hae tersenyum miris.
Jadi ini keinginannya? Kenapa
tidak langsung mengatakannya, kenapa malah melakukan aksi mogok makan hingga
jatuh sakit. Bodoh, katakan saja, karna aku akan dengan senang hati
mengabulkannya.
“Kalau begitu aku akan membuka pintu ini
dengan caraku sendiri.”
Sedetik setelahnya, suara hantaman keras
kembali terdengar, namun kali ini dari luar kamar. Shin-Hae menggunakan kakinya
untuk mendobrak pintu, menendangnya berkali-kali hingga pinggiran pintu kamar
Hyojin mulai koyak, mulai menunjukkan bahwa usahanya membuahkan hasil.
Kakinya mulai sakit, akibat hentakan
keras yang berkali-kali dia lakukan. Tulang kakinya tidak akan kuat jika
dipaksakan terus menerus, tapi dia tidak cukup perduli dengan hal itu, yang
diinginkannya sekarang adalah, dia ingin Hyojin keluar kamar, turun ke meja
makan, lalu kerumah sakit. Apakah terlalu sulit untuk dilakukan?
Shin-Hae menyerah dengan kaki kanannya,
dia mengganti dengan kaki kiri yang masih memiliki energi penuh. Dengan tiga
kali tendangan lagi, akhirnya pintu itu terbuka, kunci pada pintu itu jatuh
dengan kondisi mengenaskan.
Dengan segera Shin-Hae melangkah, dia
lupa jika sebelumnya hyojin menghantamkan sebuah benda kearah pintu kamarnya,
kakinya menginjak sebuah pecahan kaca cukup besar hingga membuat kakinya
terluka cukup dalam. Shin-Hae meringis, mencabut kaca yang menempel pada
telapak kakinya dan melempar kaca itu hingga terbagi menjadi beberapa bagian
setelahnya.
“Puas? Kakiku sudah terluka.” Shin-Hae
menunjukkan darah yang menempel pada tangannya pada saat mencabut pecahan kaca
tadi. Dan yang didapat Shin-Hae setelahnya hanya memperparah keadaan, karna
Hyojin menghadiahi kerja kerasnya membuka pintu dengan sebuah lemparan bantal
tepat kearah kepalanya.
“Keluar!” Teriak Hyojin kesal. Masih
dengan keterkejutan luar biasa akibat lemparan bantal tadi, Shin-Hae menoleh
kearah Hyojn yang kini tengah menggenggam sebuah pecahan kaca cukup besar yang
entah didapatnya dari mana, dan kini pecahan kaca itu telah bertengger diatas
urat nadinya. “Kalau kau tetap nekat masuk, aku akan memotong urat nadiku!”
Lanjut Hyojin sedikit membentak.
“Lakukan saja.” Balas Shin-Hae tenang,
berusaha menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak keberatan kehilangan seorang
adik perempuan satu-satunya. “Sudah ku katakan tadi, jika ada setetes darah
yang mengalir dari tubuhmu, maka aku akan membantumu untuk cepat-cepat mati,
dan aku akan mendapatkan Kyuhyun-ku kembali.”
“Diam!”
Shin-Hae menyerah, dia sudah terlalu
kesal dengan tingkah adiknya yang sama sekali belum dewasa. Apa di otaknya
hanya ada nama Kyuhyun? Dia bahkan rela mati hanya untuk melawan orang yang
juga mencintai tunangannya? Lalu bagaimana dengan Kyuhyun setelah dia mati?
Bukankah itu justru memberikan kesempatan lebih besar pada wanita lain yang
juga mengincar tunangannya? Apa wanita seumuran Hyojin memiliki pemikiran
sedangkal itu? Atau hanya Hyojin yang terlalu bodoh?
Shin-Hae setengah berlari ke arah
Hyojin, berharap gerakannya lebih cepat dari gerakan Hyojin yang ingin melukai
pergelangan tangannya. “Aku akan tetap masuk, tidak perduli apapun yang akan
kau lakukan.” Bertepatan dengan selesainya perkataan yang diucapkan Shin-Hae,
dia berhasil merebut pecahan kaca yang berada digenggaman Hyojin. Awalnya gadis
itu tidak mengizinkan Shin-Hae mengambilnya, terjadi perebutan alat peluka itu
hingga membuat telapak tangan Shin-Hae mengeluarkan darah karna terlalu kuat
tenaganya untuk merampas pecahan kaca tersebut.
Berhasil, pecahan kaca itu telah
berpindah tangan. Shin-Hae kembali memecahkan pecahan kaca itu menjadi beberapa
bagian lagi.
“Sekarang kau ikut aku.” Shin-Hae
menarik Hyojin sedikit kasar, karna gadis itu maish terus melawan Kakaknya.
“Pakai.” Shin-Hae Melempar alas kaki
milik Hyojin kearah gadis itu, beruntungnya tidak ada penolakan, jadi Shin-Hae
tidak harus memaksa gadis itu lagi hanya untuk mengenakan alas kaki agar
kakinya tidak terluka seperti Shin-Hae.
Tubuh Hyojin panas, itulah yang disadari
Shin-Hae saat dia menarik pergelangan tangan Hyojin untuk turun kebawah,
tepatnya ke meja makan dimana Ayah dan Ibu sudah menunggu.
“Hyojin.” Sahut Ibunya yang masih
menangis saat melihat Hyojin dan Shin-Hae turun ke meja makan bersama.
Ibunya memeluk Hyojin yang membuat gadis
itu menangis dalam pelukan Ibunya, sedangkan Ayahnya, masih sibuk mengambilkan
makanan untuk Hyojin makan. Tidak ada yang perduli dengan kehadiran Shin-Hae
yang jelas-jelas tengah terluka dibeberapa bagian tubuhnya.
Shin-Hae menunduk dan tersenyum miris.
Sepertinya memang lebih baik dia yang mengalah, tempatnya memang bukan disini,
dia harus segera pergi.
Shin-Hae akhirnya melangkah dengan kaki
kanan yang diseret karna sudah terasa sakit jika dihentakkan untuk melangkah.
Baru saja pntu dibuka, sosok Kyuhyun yang tengah berlari menuju pintu terlihat
memenuhi pandangan Shin-Hae.
Kyuhyun berhenti, menatap Shin-Hae
sejenak dengan tatapan intens, begitu juga dengan Shin-Hae, mereka sama-sama
saling memandang, pandangan yang entah menyiratkan apa. Shin-Hae lah yang
pertama kali melepaskan pandangan, dia kembali menunduk dan melangkah.
“Kakimu terluka.” Suara Kyuhyun yang
terdengar khawatir menghentikan langkah Shin-Hae.
Shin-Hae kembali mengangkat kepalanya
dan kembali bertatapan dengan Kyuhyun. “Hyojin lebih terluka.”
Dan kata-kata Shin-Hae sukses menohok
Kyuhyun hingga menjadi luka yang cukup dalam dihatinya. Dia tau arti luka yang
disebut Shin-Hae tadi bukanlah luka yang terlihat dan bisa mengeluarkan darah.
Shin-Hae kembali melangkah, meninggalkan
Kyuhyun yang sebentar lagi juga akan meninggalkannya dan terfokus pada Hyojin
yang sedang sakit, seperti Ayah dan Ibunya. Shin-Hae tau jika Kyuhyun tengah
memutar tubuhnya dan ingin mengejar Shin-Hae, jadi Shin-Hae kembali
menghentikan langkahnya dan berkata tanpa membalikkan tubuhnya.
“Masuklah, Hyojin menunggumu.”
******
Kakinya yang masih terluka tengah
dihentakkan berkali-kali oleh Shin-Hae ke atas pasir yang berada dikolam pasir
disebuah taman bermain anak-anak yang terletak tak jauh dari rumahnya. Dia
tidak memiliki tujuan, jadi dia memilih tempat ini. Tempat yang menjadi tempat
favoritenya sejak kecil.
Shin-Hae merenung, dia memang harus
pergi secepatnya, tidak ada lagi yang menginginkannya disini. Keluarganya saja
sudah tidak menganggapnya ada, Adiknya juga tidak menginginkannya lagi, dan
pria yang diinginkan Shin-Hae pun sudah menjauh. Jadi dia tidak memiliki alasan
lagi untuk tetap tinggal dirumah itu, di Korea.
Dan Shin-Hae baru menyadari bahwa Ibunya
menginginkan kepulangan Shin-Hae hanya untuk menemukan seorang pria lalu
menikah, dan pada akhirnya Shin-Hae memang akan keluar dari rumah itu dan
tinggal bersama suaminya nanti. Intinya, keluarganya memang ingin cepat-cepat
Shin-Hae meninggalkan rumah.
Shin-Hae mengeluarkan kalung dari balik
bajunya. Kalung yang selama ini membuatnya bertahan dan memiliki alasan untuk
hidup lebih lama. Kalung yang ternyata bisa menjadi jimat keberuntungannya yang
bisa mengantarkannya pada sebuah kesuksesan. Namun tidak semua keberuntungan
bisa berakhir dengan indah.
******
Shin’s Home, Seoul,
South Korea
20.11
Shin-Hae sengaja menunggu hingga malam
agar dia tidak bertemu dengan Kyuhyun dan Hyojin. Baru saja gadis itu membuka
pintu, Ibunya langsung berdiri dan menghampiri Shin-Hae. Shin-Hae kecewa ketika
meihat ekspresi Ibunya yang justru menunjukkan bahwa dia tengah marah, bukan
khawatir.
“Kemana saja kau!” Ibunya memukul lengan
Shin-Hae cukup kencang.
Shin-Hae membuat ekspresi kesakitan yang
berlebihan pada lengannya setelah dipukul Ibunya. “Ibu menyakitiku!” Bentaknya
lalu tersenyum. Dia harus membuat Ibunya kembali tersenyum. Shin-Hae tau Ibu
sudah cukup pusing dengan kelakuan Hyojin, jadi dia tidak ingin memperparah
keadaan.
“Cih, kau ini. Kyuhyun memberitahu bahwa
kakimu terluka, kau sudah mengobatinya?”
Shin-Hae terkesiap, Kyuhyun memberitahu
Ibu? Shin-Hae mengangguk membenarkan, lalu melangkah menuju meja makan dan
mencomot satu potong daging.
“Kau belum makan?”
“Aku kelaparan, sejak pagi belum makan.
Hah, roti cokelat keju yang kubuat tadi pagi belum sempat ku makan, aku hampir
menangis mengingatnya.”
“Akan Ibu buatkan nanti, kau makan saja
dulu.”
Shn-Hae tersenyum mendengar Ibunya
menawarkan membuat roti kesukaannya. Yah, setidaknya dia masih bisa merasakan
kehangatan keluarga malam ini, hanya tersisa malam ini, karna besok dia akan
berangkat ke Seattle dengan penerbangan paling pagi.
******
Tanpa disadari oleh Shin-Hae ataupun
Ibu, Hyojin tengah mendengar percakapan hangat mereka dari balik dinding yang
membatasi antara ruang makan dan tangga menuju lantai dua. Hyojin hanya
menunduk, menatap ibu jari kakinya yang tadi juga sempat terkena pecahan kaca
dan mengeluarkan sedikit darah.
Luka kecil pada kakinya cukup membuatnya
meringis perih, bagaimana dengan luka kaki Kakaknya yang cukup terkoyak parah
akibat pecahan kaca cukup besar sempat tertanam ditelapak kakinya. Dan dia
tidak mengeluh, tidak kesakitan, dan masih bisa tersenyum didepan Ibunya.
******
Didalam kamar, Shin-Hae mulai memasukkan
beberapa potong pakaian yang akan dia bawa dan juga perlengkapan lainnya. Jika
kemarin Shin-Hae pulang membawa koper besar, kali ini dia hanya menggunakan
sebuah koper kecil. Dia akan memulai semuanya dari awal.
Beberapa pakaian, perlengkapan
ponselnya, beberapa dokumen yang harus dibawa, dan peralatan make up. Shin-Hae
mencoba mengabaikan satu hal terpenting yang memang sengaja ditinggalkannya,
dan sialnya benda itu teringat oleh Shin-Hae yang memang terbiasa untuk selalu
diingat.
Kalungnya, kalung dari Kyuhyun, jimat
keberuntungannya. Dia tidak akan mengikut sertakan benda itu, karna dia
benar-benar ingin memulai semuanya dari awal. Dan hal pertama yang harus dia
lakukan adalah, melupakan Kyuhyun.
Shin-Hae masih sibuk memasukkan
barang-barang pentingnya kedalam koper saat Ibunya tiba-tiba saja masuk tanpa
sebuah ketukan pintu terlebih dahulu.
“Astaga, apa yang kau lakukan?”
Ibunya terkejut. Tentu saja, Shin-Hae
memang tidak berniat memberitahukan masalah kepergiannya pada siapapun, dia
berniat pergi secara diam-diam, tapi Ibunya memergokinya. Shin-Hae menghentikan
kegiatannya, tiba-tiba saja tertawa, seolah-olah memang tidak akan terjadi
apapun.
“Kau ingin pergi? Kemana? Kapan?
Kenapa?” Ibu semakin melebarkan matanya saat melihat pasport yang juga diikut
sertakan dalam kopernya. Itu berarti anaknya akan pergi jauh.
“Perusahaan lamaku membutuhkanku lagi,
aku akan kembali ke Seattle.” Bohong Shin-Hae, perusahaan yang lama tentu sudah
mempercayakan Shin-Hae untuk bekerja di perusahaan cabang yang berada diKorea,
jadi mereka tidak akan memanggil gadis itu untuk kembali ke Seattle.
“Benarkah? Kenapa terlalu mendadak?”
“Tidak mendadak, mereka mengirimi ku
E-mail tiga hari yang lalu, tapi aku belum sempat menceritakannya pada Ibu.”
“Ini tidak ada hubungannya dengan
Kyuhyun dan Hyojin, kan?”
Shin-Hae terdiam sejenak, menatap Ibunya
dalam lalu memeluknya. Shin-Hae mengeratkan pelukannya, untuk menambah cadangan
energinya nanti jika dia tiba-tiba saja ingin pulang dan bertemu Ibunya. Dia
tidak akan kembali dalam waktu dekat.
“Tentu saja tidak. Mereka sudah akan
menikah, tidak mungkin aku masih mengharapkan Kyuhyun.” Lagi-lagi Shin-Hae
berbohong. Shin-Hae pergi karna tidak terlalu sanggup jika dia dipaksa hadir
pada pernikahan Adiknya dan Kyuhyun nanti.
“Ah, hampir lupa.” Shin-Hae melepas
pelukan Ibunya lalu merogoh saku celana jeansnya dan mengeluarkan sebuah kalung
yang Ibunya sangat tau kalung apa itu. “Bisa Ibu berikan ini pada Hyojin? Aku
tidak berniat bertemu dengannya nanti saat aku pergi, mungkin Hyojin juga tidak
ingin melihatku. Ibu katakan saja kalung itu milik Kyuhyun.”
Ibunya menerima kalung itu dengan
airmata yang sudah menggenang dipelupuk matanya. Ibunya kembali menarik
Shin-Hae kedalam pelukannya, bedanya kali ini terasa lebih menyedihkan, seperti
pelukan perpisahan yang tidak akan pernah bisa mereka lakukan lain waktu.
******
Satu Bulan Kemudian.
Starbucks Coffee,
Seattle, United States of America
12.01
Shin-Hae memilih bekerja menjadi Barista
disalah satu cafe yang cukup terkenal di Seattle. Sebenarnya bisa saja dia
melamar diperusahaan lamanya dengan posisi yang sama, namun Shin-Hae tidak
ingin kembali ke perusahaan itu, karna menurutnya, dia bisa memasuki perusahaan
itu karna kerja magis kalung yang diberikan Kyuhyun, dan sekarang kalung itu
tidak lagi berada ditangannya, jadi mungkin saja jika keberuntungan yang selalu
membantunya telah kandas, tidak lagi berfungsi.
Hari ini hari Minggu, tanggal 12 Januari
2014. Tanggal dimana Hyojin memutuskan untuk menikah, itulah yang Ibunya
kabarkan pada Shin-Hae dua hari yang lalu. Shin-Hae telah mengirimkan hadiah
pernikahan kemarin, dan mungkin hadiah itu telah sampai ketangan Hyojin dan
Kyuhyun. Hanya hadiah kecil, sepasang cincin yang melambangkan keabadian.
Apakah Hyojin memakai gaun pernikahan
yang cantik? Apakah Kyuhyun mengenakan Tuxedo yang membuatnya semakin terlihat
tampan? Shin-Hae sangat penasaran, ingin melihat kebahagiaan yang terpancar
diwajah mereka.
Shin-Hae memandangi seragam kerjanya
yang berupa topi berwarna hitam, kemeja kaus berwarna hitam, dan sebuah celemek
berwarna cokelat dengan tulisan nama cafe tersebut. Betapa menyedihkan
hidupnya, Hyojin saat ini tengah mengenakan gaun pernikahan, sedangkan dirinya?
Terdampar menjadi pesuruh disebuah cafe yang membuat derajatnya semakin jatuh.
“Leria, kau sedang apa? Lihat, antriannya
semakin panjang.” Shin-Hae mendapat teguran dari Cindy, teman sesama Barista
yang kebetulan bertempat disebelahnya.
“Ah, astaga. Maaf.” Ujar Shin-Hae dengan
bahasa inggris lalu membungkuk meminta maaf pada antrian panjang yang sudah
menunggu.
Ini bukan pekerjaan impiannya, sama
sekali tidak masuk daftar harapannya. Menjadi Barista bukan pekerjaan yang
mudah. Dituntut bekera keras, tidak boleh lamban, dan harus sangat sopan. Ini
adalah pertama kalinya Shin-Hae bekerja ditempat seperti ini, menyediakan kopi
dengan kualitas dan rasa terbaik.
Gadis itu saja hampir tidak pernah
memasuki dapur dirumah untuk membuat sebuah kopi, dan dengan bodohnya dia
memilih bekerja sebagai pembuat kopi yang sudah dikenal dengan rasa yang
nikmat, tentu saja dia selalu mendapat komplain dari pelanggan tetap kafe ini,
dan untuk kedua kalinya dia mendapat surat peringatan dari atasannya.
“Leria, kau sudah banyak membuat
pelanggan kami kabur. Kau memilih bekerja sebagai pembuat kopi tapi kau tidak
pernah membuat kopi sebelumnya. Bagaimana bisa? Apa kau hanya ingin
bermain-main saja dikafe ini? Ini adalah peringatan kedua, jika kau tidak
merubah caramu bekerja, kau boleh mengundurkan diri secepatnya.”
Itulah yang dikatan Mr.Dennis boss
ditempatnya bekerja. Dia bahkan hampir dipecat hari ini, apakah ada hal yang
lebih mengenaskan lagi? Shin-Hae dihukum membersihkan seluruh kafe sebelum dia
kembali ke apartment karna cara bekerjanya yang tidak benar, jadi dia tengah
membersihkan lantai dan juga meja-meja. Seharusnya ini menjadi pekerjaan
cleaning service, tapi si pemilik kerja ini diperbolehkan pulang lebih awal
karna Shin-Hae yang menggantikannya.
Sudah hampir pukul 12 malam dan dia baru
mengunci kafe lalu pulang. Shin-Hae merenggangkan otot-otot tangannya yang
terasa kaku sebelum dia berjalan menuju apartment barunya. Lebih tepatnya flat.
Dia berjalan kaki, menyusuri jalan setapak yang kini mulai lengang. Menikmati
udara malam yang jelas-jelas tidak sehat namun menurutnya seperti menghirup
udara di surga, udara kebebasan.
Saat melewati sebuah supermarket yang
menyediakan makanan-makanan ringan, perut gadis itu berbunyi. Dia bahkan hampir
melupakan makanan hari ini. Terakhir kali perutnya diisi oleh makanan adalah
pada saat sarapan tadi, itupun hanya berupa sepotong sandwich kecil.
Hidupnya benar-benar berubah, tidak ada
lagi kemewahan seperti dulu, semuanya serba minim. Shin-Hae terpaksa
mengunjungi supermarket itu untuk membeli ramen cup, makanan yang selalu dia
beli jika merindukan rumah. Makanan Asia yang sulit ditemukan dinegara bagian
barat.
Setelah membayar dan menuangkan air
panas kedalam cup, Shin-Hae memilih meja yang terdapat diluar. Sudah dibilang,
gadis itu menyukai hawa malam kota Seattle, jadi dia tidak ingin mensia-siakan
menghirupnya selagi dia masih bisa bertemu dengan malam di kota ini.
Selagi menunggu ramennya siap dimakan,
Shin-Hae memeriksa ponselnya dan menemukan 3 panggilan tak terjawab dan dua
buah pesan bergambar, semuanya dari Ibu. Sebenarnya Shin-Hae tidak ingin
melihat pesan bergambar itu, karna Shin-Hae yakin isi dari pesan itu adalah
foto pernikahan Hyojin dan Kyuhyun. Tapi bagaimanapun juga Shin-Hae harus tetap
menerimanya. Jadi dibukalah pesan tersebut.
Dan benar saja, foto pertama berisi foto
Hyojin mengenakan gaun berwarna putih tulang dengan banyak aksen disekitar
dadanya. Gaun itu pendek, sepuluh centi dari atas lututnya. Riasan pada wajah
Hyojin juga sangat cantik, membuat wajahnya terlihat semakin manis. Lalu seikat
bunga mawar putih dan merah dipadukan untuk digenggam Hyojin selama pernikahan
berlangsung.
Shin-Hae tak bisa tersenyum. Seharusnya
ini berita yang membahagiakan, tapi justru ini seperti racun yang kapan saja
bisa membunuhnya. Akhirnya mereka menikah, mereka hidup dengan bahagia tanpa
ada pengganggu disekitarnya. Apakah Shin-Hae bisa seperti itu? Menikahi orang
yang sangat dicintainya lalu bahagia selamanya.
Shin-Hae memutuskan untuk menyimpan foto
tersebut pada folder khusus keluarga yang memang sudah disiapkan Shin-Hae di
ponselnya. Kini dia kembali ingin membuka foto yang kedua, namun gerakan
tangannya terhenti saat seseorang menempati meja yang sama dengan makanan yang
sama seperti yang dibeli Shin-Hae. Adat orang asing memang sangat buruk, tidak
seperti orang Asia. Jika dia ingin menempatkan meja yang sama, seharusnya
meminta izin terlebih dahulu, kan?
Shin-Hae mencoba mengabaikannya. Harinya
cukup berantakan karna kinerjanya yang buruk, dia tidak ingin memperparah lagi
dengan berkelahi dengan pria asing yang kini juga menempat mejanya. Shin-Hae
tidak menoleh, tetap fokus pada ponselnya.
Baru saja Shin-Hae ingin membuka foto
yang kedua, sebuah pesan masuk kedalam ponsel Shin-Hae. Jadi Shin-Ha harus
kembali meninggalkan foto Hyojin dan mengutamakan pesan yang baru saja masuk.
Dan setelah Shin-Hae memeriksa pesan tersebut, hal yang ingin dilakukannya
selanjutnya adalah memaki si pemilik nomor yang tidak dikenal. Pesan tersebut
tidak berisikan apa-apa, hanya layar kosong.
Kesal, Shin-Hae kembali membuka pesan
dari Ibunya, membuka foto kedua dan lagi-lagi gagal karna pria asing yang duduk
bersebrangan dengannya sengaja menaruh minuman kaleng dengan hentakan yang
keras, membuat Shin-Hae sedikit terkejut. Apakah pria ini mabuk?
Shin-Hae semakin takut, berusaha
mengabaikanya lagi namun kali ini terasa sulit setelah mengetahui pria ini
mabuk. Jadi Shin-Hae bergerak cepat meraih ramen cup dan juga air mineral
miliknya dan segera pindah kemeja lain. Namun lagi-lagi gerakannya terhenti
saat sebuah benda berkilau sengaja dihentakkan pria yang berada dihadapannya ke
meja. Shin-Hae yang sudah siap beranjak justru menjadi tak bisa bergerak.
Apakah dia salah lihat? Apakah benda itu juga terjual di Amerika? Apakah benda
itu memang dimiliki banyak orang?
Kalung itu! Kalung yang sempat menjadi
miliknya yang diberikan Kyuhyun tiba-tiba saja muncul dihadapannya. Astaga,
apakah ini mimpi? Shin-Hae masih belum berani mengangkat kepalanya. Apakah
nanti matanya akan menemukan pria asing yang tengah mabuk atau…
Pria yang berada dihadapannya ini
tiba-tiba mengetukkan jarinya dua kali sebagai pertanda bahwa Shin-Hae harus
mengangkat kepalanya dan menoleh kearahnya. Shin-Hae ragu, bercampur takut.
Namun dengan perlahan kepalanya terangkat dan….
“Kau?” Shin-Hae terpanah. “Apa yang
sedang…. Kau tidak di Korea? Tapi inikan. Astaga, apa yang terjadi?” Cecar
Shin-Hae setelah menemukan sosok pria yang dikenalnya.
“Aku datang untuk mencarimu.” Kyuhyun
tersenyum, akhirnya menemukan Shin-Hae yang sudah dua hari dicarinya sejak
kedatangannya di Seattle.
“Tapi bagaimana… Hyojin? Dia hari ini
menikah, tapi kau?”
Kyuhyun tersenyum kembali melihat
Shin-Hae yang tengah kebingungan mencari jawaban yang tepat. Gadis itu hidup,
tentu saja harus hidup, karna dia tidak boleh mati sebelum Kyuhyun memilikinya,
sebelum Kyuhyun menikahinya.
Kyuhyun telah berada di Seattle dua hari
yang lalu, mencari sosok Shin-Hae keseluruh kota Seattle yang jelas tidak
kecil. Dan dia menemukan gadis itu disebuah supermarket pada pukul tengah
malam, dan sendirian!
“Ibu tidak memberitahu?” Tanya Kyuhyun
tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah Shin-Hae.
“Ibu bahkan mengirimkan foto pernikahan
Hyojin. Apakah pernikahannya dipercepat?”
Kyuhyun kali ini tertawa. Menertawakan
kepolosan gadis itu yang terlihat lucu dan manis dimata Kyuhyun.
“Kemarikan ponselmu.” Kyuhyun
mengulurkan tangannya untuk meminta ponsel gadis it, dan gadis itu
memberikannya.
Shin-Hae masih tidak percaya dengan apa
yang dilihatnya. Kyuhyun, Cho Kyuhyun yang dia tau adalah pengantin pria Hyojin
tiba-tiba saja muncul dihadapannya, sedangkan Ibunya baru saja mengirimi foto
pernikaha Hyojin. Astaga, sebenarnya apa yang terjadi?
“Bodoh, Ibu mengirim dua foto tapi kau
hanya melihat satu.” Kyuhyun lagi-lagi tersenyum. Pria ini tak bisa berhenti
tersenyum setelah menemukan gadisnya. “Ini” Kyuhyun mengembalikan ponsel
Shin-Hae dengan layar yang berisikan foto pernikahan Hyojin dengan seorang
pria. Tapi pria itu bukan Kyuhyun.
“Apa-apaan ini! Siapa yang menikah
dengan Hyojin? Kenapa bukan….”
Belum selesai Shin-Hae mengucapkan
pertanyaannya, Kyuhyun tiba-tiba saja bangkit, memajukan wajahnya mendekat kearah
bibir Shin-Hae dan mengecupnya dalam.
“I Love You.” Ucap
Kyuhyun setelah melepas bibir Shin-Hae.
Shin-Hae masih terdiam, tidak bisa
mencerna apa yang baru saja terjadi. Kyuhyun yang tiba-tiba saja muncul
dihadapannya, menciumnya, dan mengutarakan perasaannya. Apa yang sebenarnya
terjadi di Korea sana? Lalu, bagaimana dengan pernikahan Hyojin? Siapa yang
menikah dengannya?
“Dengar, setelah kepergianmu Hyojin
tiba-tiba menghubungiku, menanyakan keberadaanmu yang kau katakan pada Ibu
bahwa kau kembali ke Seattle. Aku juga tidak mengerti mengapa Hyojin mencarimu.
Jika melihat sikapnya, saat kau tidak ada dirumah seharusnya dia senang, kan?
Tapi tidak, dia justru mencoba mencarimu lewat aku.”
“Dan setelah mengetahui bahwa kau
benar-benar berada di Seattle, Hyojin kembali menghubungiku. Dia tiba-tiba saja
memutuskan hubungan kami dan membatalkan pernikahan. Dia mengatakan itu
langsung didepan Ibu dan Ayahmu. Aku juga tidak tau penyebab pastinya, namun
setelah membatalkan pernikahan, dia sekaligus mengatakan bahwa dia ingin
menikah dengan pria lain.”
“Ternyata Hyojin berselingkuh
dibelakangku. Dia mengatakan bahwa aku terlalu sibuk dengan pekerjaan, tidak
pernah ada waktu untuknya, jadi dia mencari pria lain untuk melampiaskan rasa
rindunya yang tak bisa tersalurkan untukku. Dan ternyata pria yang menjadi
pilihan Hyojin adalah mantan kekasihnya sendiri. Jadi pria itulah yang menikah
dengan Hyojin.”
“Dia sebenarnya hanya ingin membuat
keluarganya sedikit merasa kasihan padanya dengan cara membencimu, menggunakan hubungan
kita sebagai alasan kemarahannya. Dia hanya ingin masalah ini sedikit membesar,
lalu dia gunakan sebagai alasan memutuskan hubungan pernikahan kami. Tapi kau
terlanjur pergi, meninggalkan Korea sebelum dia memutuskan hubungan ini.”
Kyuhyun mengakhiri penjelasannya,
memberi waktu untuk Shin-Hae mencerna segala ucapannya. Gadis itu mengerutkan
keningnya bingung, seperti menimbang-nimbang apakah ini sungguhan atau hanya
khayalan.
“Jadi, Hyojin benar-benar menikah dengan
pria lain? Bukan denganmu?” Shin-Hae semakin terlihat bodoh setelah
menyelesaikan ucapannya. Percuma saja Kyuhyun menjelaskan panjang lebar alasan
Hyojin memutuskan hubungan mereka, namun tidak ada yang tertangkap diotaknya.
Benar-benar menggemaskan.
“Bukan. Jika aku menikah, aku hanya akan
menikahimu.” Kyuhyun menggoda Shin-Hae, dan langsung berhasil, karna pipi gadis
itu memerah.
“Hmm, tapi apa kau tidak… Maksudku… Ah,
aku masih bingung.”
Kyuhyun tertawa, hampir terbahak. Gadis
yang berada dihadapannya benar-benar bodoh. Masih sama seperti dulu, tidak ada
yang berubah. Tapi inilah gadis yang dicintainya, Kim Shin-Hae. Kim Shin-Hae
yang dulu.
“Ngomong-ngomong, aku tidak memiliki
uang lagi untuk menyewa kamar hotel. Bisakan aku menginap di apartment mu
sampai besok?” Kyuhyun menyentuh ramennya, begitu juga dengan Shin-Hae.
“Sampai besok?”
“Hmm, setelah itu kita pulang ke Korea.”
Shin-Hae hampir tersedak mendengar kata
kita yang digunakan Kyuhyun. Apakah dia akan membawa Shin-Hae kembali ke Korea?
Tapi dia belum cukup matang untuk kembali ke Korea. Bagaimana jika dia bertemu
Hyojin? Lalu Ayah dan Ibu. Dia masih belum mempersiapkan apa-apa.
“Tapi, bagaimana dengan Ibu? Dia pasti
marah mengetahuiku tidak bekerja diperusahaan yang lama. Aku sudah
membohonginya.”
“Kalau begitu kau harus siap-siap mati.”
Canda Kyuhyun dengan kekehan pelan.
“Yang benar saja.” Gumam Shin-Hae tak
jelas, lalu dia kembali memakan ramennya yang sudah mulai dingin.
“Aku serius.” Ucapan Kyuhyun lagi-lagi
mengehentikan gerakan tangannya yang tengah menjepit mie ramen dengan
sumpitnya.
“Tentang Ibu yang akan membunuhku?”
“Tentang menikahimu.”
Deg!
Apakah ini sebuah lamaran? Astaga, apa
yang harus dia katakan? Menikah dengan Kyuhyun? Tentu saja itu impiannya. Siapa
yang tidak ingin menikah dengan pria yang dicintai. Tapi, bagaimana dia
mengatakannya? Dia sudah tidak punya muka lagi untuk menjawab setelah kejadian
beberapa bulan yang lalu saat dikantor, saat Shin-Hae mulai merasa ketakutan
saat berdekatan dengan Kyuhyun. Masihkah Kyuhyun percaya jika Shin-Hae masih
mencintainya?
“Hmm, bagaimana ya..” Shin-Hae mencoba
bergurau, menimbang-nimbang jawaban yang sebenarnya sudah pasti. “Kalau aku
tidak membutuhkanmu lagi, bagaimana?” Shin-Hae tersenyum licik. Niatnya ingin
membuat Kyuhyun memohon pada Shin-Hae untuk segera menikahinya.
“Tidak membutuhkan ku? Benarkah? Kalau
kau membuangku, berarti sama saja kau membuang keberuntunganmu. Kau sulit hidup
tanpa keberuntungankan? Itu artinya kau juga sulit jika hidup tanpaku.”
Sial! Kyuhyun membawa alasan yang jelas
tak bisa dibantah Shin-Hae. Ya, Kyuhyun memang seperti keberuntungan untuknya.
Selama hidup satu bulan tanpa Kyuhyun, hidupnya benar-benar kacau, tidak
seperti hidup yang diinginkannya. Namun setelah dia memunculkan batang
hidungnya beberapa menit yang lalu, sebuah keberuntungan langsung
menghinggapinya. Yaitu berita pernikahan Hyojin yang mengejutkan. Ternyata
Hyojin berselingkuh dibelakang Kyuhyun, bukankah itu keberuntungan yang tidak
disadarinya? Ya, dia akan menikah dengan Kyuhyun. Dia tidak akan melepas
keberuntungannya lagi.
“So? Will you marry me?”
Kyuhyun, yang entah sejak kapan telah mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna
merah yang berisi dua buah cincin pasangan yang sangat indah dan berkilau, kini
tengah disodorkan pada Shin-Hae.
“Kau melamarku?”
“Tidak, aku mengajakmu menikah. Aku
tidak suka bertele-tele. Aku sudah pernah kehilanganmu dua kali, dan aku tidak
ingin merasakan yang ketiga kalinya.”
Shin-Hae tersenyum, hatinya hampir
melompat dari tempatnya. Dia sangat bahagia, rasanya dia ingin melompat dan
berteriak bahwa dia bisa menikahi pria impiannya, pria yang dicintainya sejak
lama, dan pria yang hampir menjadi suami Adiknya. Akhirnya dia benar-benar bisa
memilikinya.
“Yes, I’ll marry you.”
END
FF ini diambil dari http://superjuniorff2010.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment